RUU Perampasan Aset Ditolak DPR, Politik Kita Tidak Berpihak pada Rakyat

oleh -
Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Penolakan Rancangan Undang-undang tentang Perampasan Aset Tindak Pidana untuk masuk dalam daftar prioritas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sangat disayangkan. Padahal, RUU tersebut sangat penting dalam pencegahan tindak pidana korupsi di Indonesia yang saat ini masih terjadi.

Demikian diungkapkan Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo, dalam pernyataan di Jakarta, Kamis (21/4).

Ia menilai ada yang aneh dalam tubuh DPR di tengah kondisi bangsa yang masih belum maju secara finansial.

“Maka agak aneh ketika pemerintah mengajukan RUU tersebut tetapi partai politik tidak memberikan dukungan,” ujarnya saat menjadi narasumber dalam sebuah podcast di salah satu media.

“Ini menunjukkan politik kita tidak memiliki keberpihakan kepada kondisi situasi masyarakat,” sambungnya.

Ia menjelaskan tindak pidana korupsi adalah faktor utama dari kebangkrutan bangsa ini. Karena itu, jika dibiarkan, maka tindak pidana korupsi bisa terjadi seperti pada masa Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC).

“Karena korupsi itu sejak zaman Belanda, VOC itu kenapa bangkrut ya karena korupsi,” paparnya.

Ia mengatakan jika korupsi masih menjadi cara berfikir, bertindak tanpa kekuatan hukum, maka korupsi akan menjadi kuat dan sulit disentuh oleh hukum.

“Kalau partai politik memiliki visi Indonesia yang bersih, Indonesia yang berkomitmen menegakan keadilan, Indonesia yang memiliki masa depan dengan yang baru, maka hal seperti ini tidak bisa ditolak,” jelasnya.

Ia bahkan menilai dengan penolakan tersebut menunjukan oknum elit politik di Indonesia masih berbau orde baru atau politik nepotisme, politik jalan pintas, politik mencari keuntungan pribadi bukan untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat.

“Karena kalau mereka berniat memberantas korupsi harus dicari akarnya, dengan hukum yang tegas, menyita seluruh asetnya dan dimiskinkan, supaya ada efek jera,” tegasnya.

Ia juga mendorong kepada masyarakat untuk merespon isu ini, karena jika RUU ini tidak diteruskan maka akan membahayakan.

“Mengapa para koruptor itu mendapatkan keistimewaan dan seolah-olah tidak bisa menyentuh hukum, karena mereka banyak uang dan banyak akses,” ucapnya.

“Parlemen ini tidak berkutik untuk meloloskan RUU ini, harusnya publik harus mempertanyakan kenapa tidak diloloskan,” harapnya.

Dirinya juga berharap hati nurani para wakil rakyat tersebut terketuk untuk memprioritaskan RUU itu.

“Mereka itu harusnya memiliki rasa pathos, meraskaan derita orang lain derita dan kesengsaraan rakyatnya, kalau mereka tidak memiliki rasa itu, maka matinya hati nurani politikus kita,” tutupnya.

Seperti diketahui, Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana belum menjadi prioritas DPR dan pemerintah. Padahal, RUU ini dinilai dapat mengatasi kekosongan terkait penanganan hasil tindak pidana dan menyelamatkan aset negara dari tindak pidana korupsi.

RUU Perampasan Aset gagal masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022 yang ditetapkan DPR bersama pemerintah dalam rapat Badan Legislasi (Baleg), di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (6/12/2021).

Namun, pemerintah dan DPR seolah saling tuding soal penyebab tersendatnya pengesahan RUU Perampasan Aset tersebut.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD sebelumnya meminta DPR agar menempatkanya sebagai daftar prioritas. Menurut Mahfud, pemerintah telah mengajukan dua rancangan legislasi terkait pemberantasan korupsi, yakni RUU Perampasan Aset Tindak Pidana dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal (PTUK).

“Tetapi kedua RUU tersebut di DPR pada tahun 2021 tidak menjadi prioritas. Artinya, DPR tidak setuju,” ujar Mahfud, dikutip dari siaran YouTube Kemenko Polhukam, Selasa (14/12/2021).

Setelah kedua RUU itu gagal menjadi prioritas, pemerintah dan parlemen membuat kesepakatan. Mahfud menyebutkan, hanya satu rancangan legislasi yang bakal dipertimbangkan sebagai prioritas pada 2022, yakni RUU Perampasan Aset.

“Pada waktu itu ada semacam pengertian secara lisan saja bahwa oke yang UU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana itu bisa dipertimbangkan untuk masuk di tahun 2022,” ujar Mahfud. ***