SAFEnet: Meme Satir Novanto Bukan Tindakan Pidana

oleh -
Ketua DPR RI Setya Novanto. (Foto: Ist)

JAKARTA – Koordinator Regional Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) Damar Juniarto, berpendapat penyebaran meme satir terkait Setya Novanto tidak bisa dipidanakan karena hal itu terjadi sebagai kritik spontan masyarakat.

Damar menjelaskan tersebarnya meme tersebut tidak terlepas dari konteks munculnya kegeraman masyarakat luas atas proses pemeriksaan kasus mega korupsi e-KTP yang diduga melibatkan Setya Novanto.

Saat itu Setya Novanto tiba-tiba sakit dan mangkir dari pemeriksaan sehingga meme itu muncul sebagai reaksi spontan masyarakat. Reaksi spontan itu tidak bisa dikatakan sebagai penghinaan, melainkan sebuah ekspresi marah atau kritik dari masyarakat.

“Melihat konteksnya, kami memahami bahwa ini adalah reaksi spontan. Saya katakan spontan karena dia seperti orang terkejut atau marah, jadi ekspresi spontan itu tidak bisa dipidanakan,” kata Damar Juniarto, di Jakarta, Jumat (3/11/2017).

Damar mengatakan, meme tersebut berkaitan dengan satir. “Jadi kalau melihat pemanfaatan media digital jaman sekarang, meme adalah sebuah bentuk ekspresi selain ekspresi tertulis maupun suara,” katanya.

Meme tersebut baru masuk dalam delik pidana jika ada upaya terus-menerus membangun opini dalam waktu lama, atau ada tendensi untuk menjatuhkan seseorang.

“Sementara yang kemarin (meme Setya Novanto) hanyalah kebingungan banyak orang terkait kasus yang dijalani Novanto. Orang boleh saja satir. Ini bukan soal penghinaan, tapi mempertanyakan bagaimana Novanto tidak hadir dalam persidangan tapi malah sakit,” katanya.

Karena itu, Damar meminta penegak hukum agar memisahkan teks dengan konteks pada kasus penyebaran meme itu agar pokok persoalan hukum kembali menyentuh akar masalah korupsi yang menjadi biang keladi munculnya penyebaran meme tersebut.

Damar juga meminta kepolisian agar menjunjung tinggi kebebasan berekspresi dengan mendorong mediasi para pihak untuk mengklarifikasi sebagai upaya penyelesaian, mengingat kasus pemidanaan defamasi seharusnya adalah upaya hukum terakhir (ultimuum remedium).

“Sudahkah kesempatan klarifikasi tersebut diberikan kepada mereka yang disangkakan melakukan pencemaran nama baik? Sudahkah diupayakan mediasi sebelum menempuh jalur pemidanaan?” ujarnya.

Dia juga meminta kepolisian untuk melaksanakan proses hukum yang layak pada mereka yang diduga melakukan tindakan pidana pencemaran nama, yaitu proses pengiriman surat panggilan dan kesempatan untuk memberikan klarifikasi di depan penyidik, sebelum ditetapkan sebagai tersangka.

Damar menegaskan, jika penyidik menilai tersangka/terdakwa tidak akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana maka tersangka/terdakwa tidak perlu ditahan. Karena itu, katanya, penangkapan dan penahanan para penyebar meme ini merupakan tindakan sewenang-wenang yang merenggut hak asasi seseorang dan pantas dikecam.

“Oleh karena itu, segera hentikan pemidanaan terhadap para penyebar meme Setya Novanto ini dan sebaiknya kuasa hukum Setya Novanto mencabut aduan karena dampak yang ditimbulkan dari pemidanaan ini akan merugikan banyak pihak,” pungkasnya.

Seperti diketahui, pada Selasa (31/10/2017) lalu terjadi penangkapan atas warganet bernama  Dyan Kemala Arrizzqi di rumahnya di Tangerang sekitar pukul 22.00 WIB atas dugaan telah melakukan tindakan pencemaran nama baik terhadap Setya Novanto. Perempuan pemilik akun instagram @dazzlingdyann berusia 29 tahun itu kini  berstatus tersangka dan dijerat pasal 27 ayat 3 Undang-undang No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman pidana pasal 45 ayat 3 UU ITE maksimal 4 tahun penjara dan atau denda Rp 750 juta.

Penangkapan ini bagian dari proses penyidikan polisi setelah menerima aduan Setya Novanto lewat kuasa hukumnya yakni Fredrich Yunadi dan Yudha Pandu pada 10 Oktober 2017.

Dyan bukan satu-satunya orang yang diadukan, karena dalam surat laporan polisi nomor LP/1032/X/2017/Bareskrim ada 32 akun Instagram, Twitter, dan Facebook yang dilaporkan ke Ditsiber Bareskrim Polri pada 10 Oktober 2017.

Dalam perkembangannya, disebutkan jumlah mereka yang diperiksa telah bertambah hingga mencapai lebih dari 68 akun media sosial seperti yang disampaikan oleh kuasa hukum Setya Novanto pada 2 November 2017. (Very)