Sarasehan Kebangsaan Dies Natalis ISKA: Aspek Kesehatan, Pendidikan dan Ekonomi di Era New Normal

oleh -
Sarasehan Kebangsaan Dies Natalis ke-62 ISKA” di Jakarta, Sabtu (13/6). Webinar ini menghadirkan para panelis yaitu Deputi Bidang Koordinator Peningkatan Kesehatan dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) dokter Agus Suprapto, anggota Komisi X DPR RI yang sekaligus juga sebagai Ketua Dewan Pakar PP ISKA, Adrianus Asia Sidot, Staf Khusus Menteri Keuangan yang juga Anggota Dewan Pakar PP ISKA, Yustinus Prastowo dan moderator acara yaitu Fransisca Romana, Pengurus PP ISKA Bidang Hukum dan Perundang-undangan. (Foto: JN)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID – Masyarakat Indonesia saat ini bersiap-siap menyambut kehidupan normal baru atau new normal sebagai dampak dari adanya pandemi virus Corona atau Covid-19. New normal bukan euforia kebebasan untuk beraktivitas tanpa syarat, mengingat pandemi Covid-19 ini belum berakhir. Kewaspadaan harus terus ditingkatkan dengan mengikuti protokol kesehatan yang ketat dalam beraktivitas.

“Kita harus secara bersama mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk berdisiplin dan peduli pada kesehatan diri dan kesehatan lingkungan sekitar agar wabah penularan virus Corona dapat dicegah, tapi produktivitas juga tetap terjaga”.

Ketua Umum Presidium Pusat Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) Hargo Mandirahardjo saat membuka acara webinar “Sarasehan Kebangsaan Dies Natalis ke-62 ISKA” di Jakarta, Sabtu (13/6). (Foto: JN)

Demikian dikatakan Ketua Umum Presidium Pusat Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) Hargo Mandirahardjo saat membuka acara webinar “Sarasehan Kebangsaan Dies Natalis ke-62 ISKA” di Jakarta, Sabtu (13/6).

Webinar tersebut menghadirkan para panelis yaitu Deputi Bidang Koordinator Peningkatan Kesehatan dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) dokter Agus Suprapto, anggota Komisi X DPR RI yang sekaligus juga sebagai Ketua Dewan Pakar PP ISKA, Adrianus Asia Sidot, dan Staf Khusus Menteri Keuangan yang juga Anggota Dewan Pakar PP ISKA, Yustinus Prastowo. Moderator acara yaitu Fransisca Romana, Pengurus PP ISKA Bidang Hukum dan Perundang-undangan.

Webinar Sarasehan Kebangsaan ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Dies Natalis ISKA ke-62, tepatnya pada tanggal 22 Mei 2020 yang lalu. “Dalam usianya tersebut, ISKA tetap hadir dan ikut peduli dalam merawat komitmen kebangsaan kita, menjadi 100% Katolik dan menjadi 100% Indonesia,” ujar Hargo.

Sebagai rumah bersama bagi sarjana dan cendekiawan Katolik, ISKA senantiasa memegang teguh rasa kebangsaan dan ke-Indonesiaan. Spirit intelektual dan iman Katolik menjadi perutusan ISKA dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Berkenaan dengan situasi pandemi Covid-19 yang melanda hampir diseluruh dunia, dan khususnya di negara kita Indonesia, kata Hargo, ISKA juga ikut peduli, bersolidaritas dan bergotong-royong dengan sesama komponen dan Ormas Katolik melalui JKMC. “Kami bersama-sama bergerak membantu mendistribusikan APD ke beberapa Rumah Sakit/Klinik Katolik diberbagai wilayah di Indonesia,” ujarnya.

 

Deputi Bidang Koordinator Peningkatan Kesehatan dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) dokter Agus Suprapto.(Foto: JN)

Trisula Penanganan Covid-19

Mengawali pembahasannya, Agus Suprapto menjelaskan tentang istilah New Normal. Menurutnya new normal bukan istilah baru, karena telah ada sejak ratusan tahun lalu. Istilah itu mengacu pada adaptasi kebiasaan baru, great reset atau rehabilitasi dan rekonstruksi. Karena itu, istilah yang sesuai dengan hukum di Indonesia yaitu mengacu pada rehabilitasi-rekonstruksi. Namun, pemerintah saat ini menggunakan istilah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Dia mengatakan, salah satu tantangan dalam penangangan Covid-19 di Indonesia yaitu jumlah kasusnya yang masih terus meningkat. Misalnya di Jawa Timur, jumlah positif Covid semakin bertambah dengan jumlah orang meninggal juga masih cukup tinggi. “Itu menunjukkan bahwa sistem kesehatan di daerah masih lemah,” ujarnya.

Namun, di sisi lain, ada daerah-daerah tertentu yang tidak terimbas pandemi Corona. Ada beberapa kabupaten yang hingga saat ini terbebas dari Covid.

Hingga saat ini, kata Agus, pemerintah, termasuk para ahli belum mengetahui kapan virus Corona ini berakhir. “Karena itu, kita mesti berdamai dengan Covid. Itu tidak berarti bahwa kita mengalah,” ujarnya.

Karena itu, katanya, pemerintah (Kemenko PMK) mempunyai grand strategy yaitu trisula penanganan Covid-19. Trisula penanganan tersebut untuk menghadapi ancaman kemiskinan akut, termasuk kerawanan sosial yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19. Trisula itu yakni pertama, jaringan pengaman sosial. Kedua, pengendalian penyebaran Covid, khususnya di daerah 3T (Terdepan, Terpencil dan Tertinggal) dan ketiga, survabilitas ekonomi.

Jaring pengaman sosial itu penting, katanya, karena Covid tidak hanya berdampak bagi kesehatan saja, namun juga berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat.

“Teror Covid ini menyebabkan teror di bidang lain juga, yaitu di bidang ekonomi. Kita misalnya mendengar istilah bahwa ‘hungry man is an angry man’. Inilah yang kita mesti hati-hati menyikapinya,” ujarnya.

Yang sedang dilakukan pemerintah saat ini adalah terkait dengan survabilitas ekonomi itu. “Yang penting kita bisa bertahan hidup dulu,” ujarnya.

Yang juga menjadi konsen pemerintah saat ini, menurut Agus, yaitu adanya penyakit atau program lain, selain virus Corona. Misalnya, TBC, stanting, dan imunisasi. Seperti diketahui, Indonesia berada di urutan keempat penyakit TBC di dunia. “Kita punya 450 ribu orang yang mengalami penyakit TBC. Karena itu, anggaran harus tetap ada untuk imunisasi dan lain-lainya,” ujarnya.

Agus mengatakan, garda terdepan dalam menciptakan budaya norma kehidupan baru bersama Covid-19 adalah masyarakat, yang bersinerji dengan kebijakan pemerintah dan swasta atau lintas sektor. Hal itu, bukan saja untuk penanganan Covid-19, tetapi juga untuk mencegah penyakit menular lainnya.

 

Anggota Komisi X DPR RI yang sekaligus juga sebagai Ketua Dewan Pakar PP ISKA, Adrianus Asia Sidot. (Foto: JN)

Menurut Agus, salah satu sub sistem kesehatan nasional yang tidak terdapat di negara lain yaitu adanya subsistem pemberdayaan masyarakat. “Inilah yang menjadi kunci yang membedakan kita dengan sistem di negara lainnya. Karena itu, di negara kita orang dikasi kenyang dulu, baru dikasi pancing. Jangan dikasi pancing dulu, nanti dia akan marah,” ujarnya.

Menjaga kesehatan dan kenyamanan bersama, kata Agus, adalah sebuah keniscayaan agar kehidupan sosial ekonomi dapat berjalan untuk kehidupan yang lebih baik. “Jika semua masyarakat dapat melaksanakannya dengan patuh dan tertib dengan kebiasaan baru yang kita sebut dengan ‘new normal’ ini, maka kita semua dapat menjalankan kehidupan untuk tetap produktif dan tetap sehat,” ujarnya.

Adrianus Asia Sidot mengatakan bahwa masyarakat harus memiliki kesiapan dalam situasi new normal tersebut. Karena dalam situasi new normal itu pasti ada new behavior dan karena itu harus ada juga new mindset. Karena inilah yang mengubah perilaku, cara hidup masyarakat. “Karena itu, inilah kesempatan bagi kita bangsa Indonesia untuk mengubah sistem dengan yang lebih mumpuni,” ujarnya.

Pandemi ini, katanya, membawa sebuah blessing in disquise. Di satu sisi membawa kondisi darurat, tapi di sisi lain membawa tantangan baru di segala bidang kehidupan, salah satunya di sektor pendidikan. “Pandemi ini membawa sesuatu yang baru di sektor pendidikan, yang mesti kita perbaiki atau sempurnakan terus. Misalnya belajar online harus terus diperbaiki, dan disempurnakan,” ujarnya.

Selama ini, kata Adrianus, Kemendibud telah mengkampanyekan merdeka belajar, atau kampus merdeka, maupun guru merdeka. Namun hal itu belum cukup.

Pembenahan, menurut Adrianus, harus dilakukan melalui sistem. “Karena itu, kami minta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar menyusun blue print pendidikan kita. Sekarang ini kita belum memilikinya. Karena itu, pendidikan kita tanpa arah, tidak tahu fokusnya ke mana,” ujarnya.

Di masa pandemi ini, Adrianus meminta Kemendibud bersama dengan Kementerian Kominfo agar memperbaiki masalah jaringan, sinyal HP di daerah 3T. “Menkominfo harus melengkapi jaringan hingga ke daerah 3T. Karena kita sudah sampai pada era internet of thing, bahkan telah menjadi internet of everything,” ujarnya.

Di masa new normal ini, kata Adrianus, kita harus juga memiliki paradigma baru pendidikan. “Kalau sebelumnya sekolah menjadi satu-satunya tempat belajar, dan guru menjadi orang yang serba tahu, di saat new normal ini maka sekolah bukan lagi menjadi satu-satunya tempat belajar. Orang bisa menggunakan masjid, rumah panjang menjadi tempat belajar,” ujarnya.

 

Staf Khusus Menteri Keuangan yang juga Anggota Dewan Pakar PP ISKA, Yustinus Prastowo. (Foto: JN)

Tidak Terpapar Covid, Tapi Terkapar Oleh Ekonomi

Yustinus Prastowo mengatakan bawah banyak hal berubah setelah pandemi ini. Dalam ekonomi juga banyak hal berubah. Jika selama ini kita bergantung pada pasar, tapi saat ini pasar justru lumpuh. Karena itu, negara mau tidak mau mengambil peran tersebut. Misalnya, peran dalam mendistribusikan APD, atau mendistribusikan berbagai bantuan sosial. Peran itu juga kini diambil masyarakat, para relawan.

Yustinus mengatakan, saat ini, ketika terjadi pandemi, segalanya menjadi terbuka. Jika sebelumnya kita sangat yakin memasuki ekonomi 4.0, maka saat ini kita melihat betapa sangat lemah memasuki industri itu.

“Covid ini memberi kita kesempatan untuk meninjau ulang tentang arah ekonomi, prioritas kita,” ujarnya.

Dia mengatakan, ekonomi dan kesehatan bukan dua hal yang harus dipertentangkan. Karena itu, dalam situasi new normal ini, kita harus tetap produktif sekaligus aman. “Jangan sampai kita tidak terpapar Covid, tetapi terkapar oleh ekonomi,” kata Yustinus.

Saat ini, katanya, pemerintah sudah menambah anggaran untuk penanganan Covid menjadi Rp 677 triliun. Ini anggaran yang terbesar sepanjang sejarah. “Bansos baru kita alokasikan untuk 50 persen dari populasi warga yang mendapat bansos. Ini desain dari negara kesejahteraan. Subsidi untuk UMKM, koperasi juga diberikan. Semua bunga ditanggung pemerintah, sehingga setelah recovery mereka bisa cepat tumbuh. UMK diberi akses permodalan, diberi jaminan oleh Jamkrindo, Askrindo. Pajak pelaku UKM dtanggung pemerintah. BUMN juga mendapat suport agar mereka tetap bisa melayani publik. Kita betul-betul all out, supaya bisa dipastikan ekonomi bisa menopang kebutuhan masyarakat. Karena itu, inilah kesempatan agar kita menjadi negara kesejateraan,” ujarnya.

Dia berharap, pada kuartal ketiga ekonomi Indonesia sudah bisa recovery. Karena itu, pada semester II di tahun2021 nanti, diharapkan ekonomi sudah sama seperti dengan ekonomi sebelum Covid.

Kementerian Keuangan, kata Yustinus, telah membuat arah kebijakan APBN 2021. Ekonomi telah digeser ke arah yang baru, yang mempercepat proses pemulihan akibat pandemi ini.

Lantas, apa yang akan dilakukan setelah pandemi ini? “Ada yang bilang kita akan memasuki kehidupan normal baru. Saya lebih setuju dengan tatanan baru, karena itu berisi habitus baru,” ujarnya.

Karena itu, Yustinus juga meminta ISKA agar lebih banyak mengambil peran membantu pemerintah dalam melakukan diseminasi informasi.

“Yang dibutuhkan ke depan yaitu pemerintah yang profesional, lincah bergerak, yang mahir terhadap digitalisasi. Pandemi ialah sebuah portal, gerbang, tempat kita ingin masuk ke dalam sebuah fase,” ujarnya.

Dalam bidang keuangan negara, kata Yustinus, paradigma kebijakan fiskal berubah cepat dari sumber pembiayaan negara menjadi stimulus perekonomian. Struktur dan desain kebijakan fiskal berubah drastis. Efisien, perampingan, belanja sosial akan menjadi isu utama.

“Karena itu, kepemimpinan politik pasca pandemi sekaligus menjadi model baru demokrasi, yang mengakar di lokal, yang disegani di tingkat global, berbuah lebat sepanjang musim,” ujarnya.

 

Fransisca Romana, Pengurus PP ISKA Bidang Hukum dan Perundang-undangan. (Foto: JN)

Fransisca dalam kesimpulannya mengatakan, dampak pandemi Covid tidak hanya sebatas bidang kesehatan, tapi juga meliputi semua sektor kehidupan. Covid-19, katanya, telah mengubah kehidupan kita bersama, paradigma kehidupan bersama.

“Karena itu kita masyarakat Indonesia harus menjadi garda terdepan dan bukan hanya menjadi penonton terhadap apa yang dilakukan pemerintah,” ujarnya.

Hargo dalam closing statement menegaskan bahwa yang paling penting dari istilah new normal adalah substansinya. Kita harus betul-betul menerapkan protokol kesehatan dan kuncinya adalah disiplin.

“Karena itu, mari kita membantu pemerintah agar programnya berjalan baik. Mari kita jaga kesehatan, solidaritas juga harus kita jaga. Orang yang berlebih harus bisa memberi. Kita harus bisa bergotong royong, karena persoalan ini adalah persoalan kita semua. Kita semua harus tergugah untuk berbuat sesuatu bagi sesama kita,” pungkas Hargo. (Ryman)