Sekolah Bukan Hanya Mengejar Kecerdasan Tapi Juga Membangun Karakter

oleh -
Deputi Hukum, Advokasi, dan Pengawasan Regulasi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) mengadakan diskusi kelompok terpimpin secara online dengan tema "Peningkatan Nasionalisme Terhadap Lambang Negara Republik Indonesia di Kalangan Pelajar”, pada Selasa (15/7/2020). (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Deputi Hukum, Advokasi, dan Pengawasan Regulasi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) mengadakan diskusi kelompok terpimpin secara online dengan tema “Peningkatan Nasionalisme Terhadap Lambang Negara  Republik Indonesia di Kalangan Pelajar”, pada Selasa (15/7/2020).

Diskusi ini dibuka oleh Wakil Kepala BPIP, Hariyono. Dalam sambutannya Hariyono mengatakan bahwa semenjak era reformasi terjadi pelanggaran terhadap Pancasila di dunia Pendidikan.

“Sejak era reformasi masih banyak  tindakan siswa dan pendidik yang melanggar Pancasila tetapi pimpinan tidak membukanya. Jika ini didiamkan bisa saja ini merembet  ke hal lainnya yang  lebih luas,” jelasnya seperti dikutip dari siaran pers.

Selain itu, dijelaskannya bawah nilai-nilai Pancasila harus ditanamkan khususnya cinta tanah air dan aspek kebangsaan. Dalam pendidikan juga dijelaskan bahwa dalam mengirim anak ke sekolah bukan semata-mata hanya untuk kecerdasan tetapi membangun karakter.

“Nilai-nilai Pancasila harus diterapkan. Jika orang tua mengirim anaknya ke sekolah  bukan hanya untuk kecerdasaran saja tetapi juga pembangunan karakter bangsa seperti menghargai pada simbol negera,” jelas Hariyono.

Staf Khusus BPIP Antonius Benny Susetyo menegaskan bahwa penghormatan terhadap bendera tidak dilarang agama.

“Ini tidak ada kaitannya dengan iman, jadi negara harus tegas menegakkan aturan. Aturan sekolah perlu ditegakkan. Orang-orang semacam ini harus diberi pengertian pemahaman agama yang utuh. Juga, penghormatan terhadap nilai-nilai kebangsaan menjadi kewajiban setiap warga negara. Dalam Agama Kristen pun tidak ada larangan penghormatan kepada Bendera,” kata Romo Benny.

Benny menjelaskan bahwa dalam Alkitab Perjanjian Baru dikisahkan bahwa Yesus menjawab pertanyaan perihal kewajiban membayar pajak. Yesus menyatakan, “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah. Kaisar di sini adalah negara”.

Benny menegaskan bahwa Yesus menghormati tanah air. Dalam teologi kekristenan, muatan cinta tanah air memang ditanamkan.

Romo Benny menekankan paling mendasar adalah setiap orang warga negara Indonesia harus menghormati simbol negara karena bagian dari cinta tanah air dan perintah yang harus dipatuhi di negara kita. Aturan juga sudah jelas.

Kepala Cabang Dinas Pendidikan Kota Malang, Ema Sumiarti menjelaskan bahwa disetiap sekolah terdapat tahapan atau seleksi dalam penerimaan siswa dan di dalam pembelajarannya diberikan pendidikan karakter.

Selain itu, Ema menjelaskan bahwa dalam menangani siswa yang melarang aturan ini tidak langsung mengeluarkan siswa. Tetapi ada beberapa tahapan memanggil orangtua dan melakukan pembinaan.

“Dalam penegakaannya ada beberapa progres penegakan dari teguran, menginfokan kepada orangtua untuk membina anaknya. Tidak semata mata mengeluarkan. Jika dilakukan pembinaan selama 1 semester tidak ada hasilnya maka dikembalikan kepada orang tua dan menyarankan untuk mencari sekolah lain yang seusai dengan anaknya,” jelas Ema.

Ketua KPAI, Susanto menjelaskan bahwa dalam masalah siswa tidak mau hormat kepada simbol-simbol negara maka tidak semata-mata hanya memfokuskan kepada siswa tetapi lingkungan juga mempengaruhi hal tersebut.

“Sebenarnya ini tidak hanya terjadi di satu wilayah saja tetapi juga di Indonesia bagian lainnya. Faktor yang memungkinakan hal ini terjadi adalah faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat seperti pengaruh dari tokoh masyarakat, teman sebaya, atau lingkunagn lainnya,” jelasnya.

Susanto menambahkan bahwa, orang tua dan lingkungan harusnya membantu meluruskan perilaku yang tidak tepat tersebut. Jika hanya anak yang dikeluarkan sedangkan lingkunagn tidak dperhatikan maka akan memunculkan masalah baru lainnya.

Ketua Seksi Media Literasi BNPT,  Eri Supriyanto melihat permasalahan ini dari segi paham radikalisme. Menurutnya mengubah ideologi tidak semudah mengubah hal lainnya.

“Merubah ideologi tidaklah mudah, perlu waktu dan adanya proses multi pendekatan,” ujarnya.

Plt. Deputi Hukum, Advokasi, dan Penanganan Regulasi BPIP, Ani Purwanti menekankan bahwa BPIP juga akan fokus pada peningkatan cinta tanah air dan lambang/simbol negara.

“BPIP juga berfokus pada peningkatan cinta tanah air dan simbol negara diseluruh lapisan mayarakat,” pungkasnya. (Ryman)