Silaturahmi Miliki Andil Besar dalam Mendukung Kerukunan dan Keragaman

oleh -
Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Muayyad Windan, Sukoharjo, Drs. KH. Mohammad Dian Nafi, M.Pd. (Foto: Ist)

Surakarta, JENDELANASIONAL.ID – Tepatlah jika dikatakan bulan Syawal bagi masyarakat nusantara dianggap sebagai bulan Silaturahmi. Tradisi mudik ke kampung halaman, halal bi halal, saling memaafkan dan berkumpul bersama menjadi tradisi unik dalam memaknai hari kemenangan sepanjang bulan Syawal tersebut. Tradisi dan kearifan lokal seperti ini dalam memaknai ajaran agama menjadi penting untuk mengikat persaudaraan dan solidaritas di tengah keragaman bangsa.

Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Muayyad Windan, Sukoharjo, Drs. KH Mohammad Dian Nafi’, M.Pd, turut berpendapat demikian. Menurutnya silaturahmi memiliki andil besar dalam mendukung kerukunan dan penerimaan terhadap keragaman, bahkan menjadikannya modalitas untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan.

“Bangsa Indonesia terdiri atas 1.340 suku bangsa. Perjuangan bangsa Indonesia berhasil sukses karena bisa menyingkirkan sikap-sikap negatif seperti kebencian dan intoleransi sejak awal. Dan bangsa Indonesia diuntungkan oleh kebiasaannya untuk mendewasakan diri dengan berbagai perjumpaan,” ujar KH. Mohammad Dian Nafi,  di Surakarta, Sabtu (14/5/2022).

Dia melanjutkan, hal tersebut bahkan dibuktikan dengan berbagai kekuatan asing yang telah masuk silih berganti ke dalam masyarakat suku Indonesia. Beruntung kerjasama antarsuku selalu menambahkan kekuatan suku-suku untuk mempertahankan kepribadian yang mereka miliki.

“Karena ada kekuatan yang terus berkembang, yaitu kesadaran sebagai sebuah himpunan besar yang lebih kuat, yaitu Bangsa Indonesia yang terjalin melalui silaturahmi,” ucap pria yang juga Ketua Rabithah Ma’ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI NU) ini seperti dikutip dari siaran pers Pusat Media Damai (PMD) BNPT.

Sehingga guna mewujudkan rasa memperkuat, mempererat persaudaraan kebangsaan dan saling mengenal sebagai upaya mengebalkan imunitas, khususnya dari paham intoleransi dan radikalisme, dirinya menilai dibutuhkannya upaya kongkrit yang positif.

“Untuk mewujudkan rasa memperkuat dan mempererat persaudaraan kebangsaan adalah melalui pengamalan agama, pendidikan, kegiatan hidup penduduk sehari-hari, dan kekuatan untuk mengurus ihwal penegakan norma di antara mereka,” tutur KH. Dian Nafi.

Menurutnya, dalam ajaran agama-agama selalu memuat segi-segi yang memperkuat kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, kerjasama, kepedulian dan perdamaian. Tidak hanya itu, pengamalan Pancasila sebagai pandangan hidup juga mencegah masyarakat kehilangan kekuatan sebagai sebuah bangsa serta dari kehilangan rahmat Ilahi.

“Dengan itu masyarakat Indonesia menguatkan imunitasnya dari gagasan-gagasan yang merusak kemanusiaan dan persatuan,” ujarnya.

Kyai Dian Nafi yang juga Ketua Pembina Yayasan Perdamaian Lintas Agama dan Golongan ini, bahkan menilai bahwa tradisi mudik yang identik dengan momen lebaran, memiliki fungsi psikososial untuk memulihkan kesegaran mental guna memperbaiki penghidupan.

“Silaturahmi sudah menjadi kebutuhan masyarakat. Saling menyapa dan berkunjung. Dan mudik, bermanfaat untuk menapak kembali sejarah para pendahulu, meneguhkan kearifan tempat kelahiran, membangun kohesi sosial, pemerataan pendapatan keluarga dan pemantauan publik atas hasil-hasil pembangunan,” jelas pria kelahiran Sragen, 4 April 1964 ini.

Tidak hanya itu, dirinya juga turut menanggapi terkait fenomena generasi muda yang kini terkesan enggan melestarikan dan bahkan cenderung melupakan tradisi silataurahmi yang sudah mengakar di masyarakat sejak dahulu kala.

“Generasi muda terkadang asyik dengan habitus dan gawai yang ada pada diri mereka. Di situlah muncul tantangan di kalangan orang tua dan pendidik untuk memperhatikan segi-segi relevansi di dalam muatan pendidikan dalam pengasuhan bagi anak-anak,” jelasnya.

Ia menilai, keengganan generasi muda untuk bersilaturahmi sejatinya bukanlah merupakan gejala esensial dalam kehidupan bermasyarakat, melainkan suatu trend yang terbatas waktu. Dirinya bahkan memandang bahwa di kalangan sebagian generasi muda, bersilaturahmi merupakan kegembiraan kreatif yang bisa mereka abadikan di dalam vlog dan rekaman fotografis dan videografis.

“Persepsi generasi muda terhadap kehidupan tradisional tidak harus selalu dilihat dalam kerangka baik dan buruk. Itu muncul sebagai realitas dan dinamika. Sebagai konsekuensi logis atas penguasaan ilmu pengetahuan dan wawasan baru oleh kalangan generasi muda,” tegasnya.

 

Bangun Empat Harmoni

Oleh karenanya, pria yang kerap terlibat dalam konferensi perdamaian di beberapa negara ini, menilai setidaknya ada empat harmoni yang perlu dijadikan pembekalan terhadap generasi muda termasuk sejarah perjuangan bangsa di masa lalu.

“Pertama, harmoni alamiah, yaitu generasi muda berhak dan butuh untuk mengeksplorasi lingkungan alamiahnya. Ini penting untuk menamkan kecintaan kepada bumi pertiwi dan wawasan kedaulatan teritorial Indonesia,” ucapnya.

Yang kedua, harmoni sosial, yang memuat di dalamnya ihwal kerukuan di antara sesama warga bangsa yang merupakan modalitas hidup yang dinamis, yang menggerakkan rumah tangga alam (ekologi) Indonesia dan rumah tangga manusia (ekonomi).

“Ketiga, harmoni psikologis selalu dibutuhkan di tengah-tengah situasi disruptif dewasa ini. Banyak kemajuan ilmu pengetahuan mendesakkan aneka perubahan yang silih berganti dan efeknya adalah tarikan yang semakin kuat kepada warga bangsa untuk selalu berpikir kreatif dan inovatif,” jelasnya.

Yang keepat yakni, harmoni spiritual yang menjadi pangkal keberadaan manusia di muka bumi ini. kepada-Nya yang diabdikan semua jerih payah perjuangan masyarakat bangsa ini. Dan perlunya masyarakat bangsa ini memupuk kesadaran terus menerus sebagaimana para pendiri bangsa ini percaya bahwa atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa maka masyarakat bangsa ini dianugerahi kebaikan sebagai bangsa yang merdeka.

Tidak hanya itu, KH Dian Nafi juga memandang perlu adanya peran dari tokoh agama dan tokoh masyarakat, sebagai ujung tombak masyarakat dan role model kehidupan umat, guna memperkuat persaudaraan kebaagsaan melalui tali silaturahmi dan menjadikan bulan Syawal ini sebagai titik pijak baru dalam membangun ukhuwah.

“Tokoh agama juga dapat berperan dalam hal ini memberikan teladan yang baik dalam menjaga persaudaraan kebangsaan. Semua warga bangsa membutuhkan role model atau teladan hidup yang memberikan rambu-rambu dan meniup peluit untuk setiap babak pergerakan menuju kepada kebaikan,”ujarnya.

Tidak hanya itu, komunikasi lintas golongan menurut Kyai Dian Nafi juga dipandang perlu guna mendewasakan masyarakat majemuk Indonesia, mengokohkan kembali cita kerukunan kebangsaan atau ukhuwwah wathaniyah.

“Tujuan dari semua keteladanan itu adalah terbangunnya solidaritas di kalangan masyarakat. Kesetiakawanan ini merupakan modalitas sosial yang sangat penting mengokohkan kekuatan. Dengan cara itu kita terkondisi untuk bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas kerukunan nasional yang merupakan anugerah-Nya,” pungkas Kyai Dian Nafi. ***