Solusi Pembelajaran di Tengah Pandemi Melalui Gotong Royong Pendidikan

oleh -
Gotong Royong Pendidikan di tengah pandemi. (Foto: Antara)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Tahun ajaran baru akan segera dimulai, dan rencana Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas di sekolah-sekolah siap dijalankan. Namun belum direaliasasikan, kita kembali dihadapkan dengan melonjaknya kasus Covid-19 yang merupakan fakta yang harus segera direspon secara tepat dan bijaksana.

PPKM Darurat diberlakukan pemerintah per 3 Juli ini untuk menekan laju kasus Covid-19 di tanah air. Rem darurat ini diambil pemerintah sebagai respon mengendalikan pandemi. Hal ini tentu berpengaruh terhadap rencana pemerintah membuka PTM Terbatas di sekolah.

Seberapa besar pemberlakukan PPKM Darurat itu berpengaruh pada pembelajaran di sekolah-sekolah?

Untuk itu, Jumat, 2 Juli 2021, PARA Syndicate menggelar diskusi daring Syndicate FORUM Seri Pendidikan dengan mengangkat tema, “Harap-Harap Cemas PTM Terbatas: Mencari Solusi Pembelajaran di Tengah Pandemi”, yang digelar daring melalui Zoom dan ditayangkan langsung melalui kanal Youtube PARA Syndicate.

Diskusi tersebut menampilkan narasumber yaitu Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dr. Ir. Hetifah Sjaifudian, MPP; Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar – Ditjen. GTK Kemendikbudristek RI Dr. Rachmadi Widdiharto, M.A.; dan Pengamat Pendidikan sekaligus Ketua Yayasan Guru Belajar, Bukik Setiawan; bersama Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo sebagai Host.

“Salah kebijakan politik, katakanlah, bisa direvisi dalam satu malam, salah kebijakan ekonomi bisa dikoreksi dalam satu kwartal atau semester, tetapi salah kebijakan pendidikan memerlukan belasan tahun untuk membenahi, selain juga bisa menyebabkan learning loss, atau bahkan lost generation,” kata Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo, menggarisbawahi pentingnya pendidikan bagi sebuah bangsa.

Karena itu, katanya, gotong-royong pendidikan adalah solusi pembelajaran di tengah pandemi. Hal ini sejalan dengan amanat konstitusi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui penyelenggaraan pendidikan nasional. Karena itu kita punya tanggung jawab bersama mencari solusi terbaik untuk terobosan pembelajaran sekolah di tengah pandemi.

Oleh karena itu, pemerintah bersama DPR dan stakeholder terkait telah menyiapkan strategi kebijakan untuk pelaksanaan PTM Terbatas seraya menyiapkan skenario pembelajaran sekolah di tengah pandemi, apabila kasus Covid-19 masih belum terkendali. Dampak pandemi memukul tidak hanya ekonomi, tetapi juga paling terdampak di pendidikan.

Dr. Rachmadi Widdiharto, M.A menyatakan bahwa Kemendikbudristek telah menyiapkan sejumlah strategi dan kebijakan terkait penyelenggaraan pendidikan pada masa pandemi yang telah berlangsung selama lebih dari satu setengah tahun ini.

“PTM Terbatas merupakan salah satu kebijakan yang kita harapkan bisa menjadi solusi alternatif pembelajaran di masa pandemi,” kata Dr. Rachmadi.

Namun demikian, tidak bisa dipungkiri, bahwa seiring fluktuasi dinamika yang terjadi dalam kondisi pandemi, di mana dalam satu setengah tahun ini perubahan berlangsung demikian cepat, kebijakan ataupun rencana yang sudah dibangun matang harus kembali disesuaikan dalam pelaksanaanya.

“Pemerintah senantiasa mengkaji kebijakan pembelajaran pada masa pandemi sesuai dengan konteks perkembangan pandemi dan kebutuhan pembelajaran,” Rachmadi menambahkan.

Adapun prinsip penyelenggaraan pendidikan selama pandemi Covid-19 adalah kesehatan dan keselamatan sebagai prioritas utama dalam penetapan kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan, serta perhatian pada tumbuh kembang dan hak anak selama pandemi.

Dalam paparan Kemendikbudristek tentang PTM  Terbatas, tampak jelas bahwa segala sesuatunya telah disiapkan secara detail dengan matang, dari urusan strategi sampai detail teknisnya. Terkait jumlah Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) yang sudah divaksin, misalnya, hingga 14 Juni 2021, jumlahnya sudah mencapai 1,84 juta, atau sekitar 33 persen dari total 5,6 juta PTK. Sementara untuk pelaksanaan PTM Terbatas ini sendiri sudah ada sejumlah satuan pendidikan yang telah menjalankannya.

“Tiga puluh tujuh persen satuan pendidikan dari yang sudah melapor telah melaksanakan PTM Terbatas,” imbuh Rachmadi. Dan dari jumlah itu, ada 1,6 persen melaporkan terjadinya penularan covid di satuan pendidikannya.

 

Apresiasi Pemerintah

Menanggapi paparan Rachmadi, Wakil Ketua Komisi X DPR RI,  Dr. Ir. Hetifah Sjaifudian, MPP., mengatakan pihaknya sangat mengapresiasi berbagai langkah dan kebijakan yang telah diupayakan oleh pemerintah. “Saya sangat mengapresiasi. Ini bukannya Pemerintah yang maju-mundur, tetapi menurut saya, Pemerintah tetap maju terus, hanya saja kondisinya memang penuh ketidakpastian,” kata Hetifah.

Dalam pembelajaran, pertemuan tatap muka itu penting. Terkait ini, Hetifah menggarisbawahi potensi terjadinya dampak negatif jika pembelajaran tatap muka tidak terjadi, yakni meningkatnya risiko anak putus sekolah, termasuk karena harus bekerja, kesenjangan capaian pembelajaran, ketidakoptimalan pertumbuhan, learning loss, dan kekerasan atau stres pada anak.

Sementara itu, terkait sejumlah satuan pendidikan yang sudah melaksanakan uji coba PTM, Hetifah masih menemukan beberapa catatan penting di lapangan, di antaranya adalah banyaknya stakeholder yang belum memahami isi SKB 4 Menteri secara menyeluruh, masih kurang koordinasi antar sejumlah lembaga, masih ada stakeholder yang menganggap Corona tidak berbahaya, dan belum banyak sekolah yang melapor kesiapan melalui portal http://sekolah.data.kemendikbud.go.id. “Pas uji coba tatap muka, eh banyak yang tidak pakai masker,” katannya.

Pengamat Pendidikan Bukik Setiawan, yang juga Ketua Yayasan Guru Belajar, juga mengapresiasi langkah-langkah yang telah diupayakan oleh pemerintah. Selanjutnya, dia mengajak semua pihak untuk melihat era pandemi ini secara lebih strategis.

“Ketika menghadapi pandemi, seringkali kita melihatnya secara hitam-putih saja. Terkait rencana PTM Terbatas, misalnya, kalau dikatakan tutup, maka kita anggap tutup semua, dan ketika harus buka, maka buka semua. Padahal tidak, karena, misalnya PPKM ini hanya berlaku di tujuh provinsi saja,” jelasnya.

Di sini Bukik menekankan paradigma pembelajaran di masa pandemi perlu adaptif dengan menerapkan model zonasi terkait kasus aktif Covid-19 yang kondisional di suatu daerah.

Selain menghindari kecenderungan melihatnya secara uni-dimensi atau sebagai perkara hitam-putih, Bukik juga mengingatkan pentingnya untuk melihat secara multi-dimensional, jadi tidak melulu soal ekonomi, atau kesehatan saja. Karena di sini ada juga pendidikan atau yang lain.

Selain itu, dia juga mengingatkan bahwa sebenarnya pemerintah memiliki instrumen yang besar dan strategis  hingga ke akar rumput untuk melakukan gerakan perubahan besar dalam perubahan perilaku dan membangun pemahaman dan kesadaran masyarakat, yaitu dengan mengoptimalkan jaringan pendidikan.

“Karena itu kuncinya ada di pendidikan. Gotong-royong pendidikan adalah solusi pembelajaran di tengah pandemi,” pungkasnya. (*)