Sosialisasi UU Ciptaker di NTB, Isu Lembaga Arbitrase Perselisihan Buruh dan Pengusaha Mendominasi

oleh -
Acara Sosialiasasi UU Cipta Karya oleh Institut Pemerintahan Dalam Negeri dan Kementerian Dalam Negeri di kampus IPDN di Nusa Tenggara Barat, Mataram, Kamis (12/11/2020). (Foto: ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID —Perwakilan serikat pekerja di Nusa Tenggara Barat menyampaikan asiprasi agar kesempatan bagi tenaga kerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja untuk dapat mengajukan banding kepada sebuah badan yang netral. Hal itu misalnya berupa sebuah komite arbitrase atau arbitrer ditampung dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) UU Cipta Kerja yang kini tengah digodok oleh pemerintah.

Aspirasi itu dikemukakan oleh Ketua Serikat Pekerja Lombok Tengah, Lalu Wirekarme, dalam acara Sosialiasasi UU Cipta Karya oleh Institut Pemerintahan Dalam Negeri dan Kementerian Dalam Negeri di kampus IPDN di Nusa Tenggara Barat, Mataram, Kamis (12/11/2020).

Ia mempertanyakan tentang keberadaan lembaga arbritrase penengah perselisihan antara pekerja dan perusahaan yang sebelumnya ada pada UU Ketenagakerjaan No 13 tahun 2003, namun pada UU Cipta Kerja pasal tentang itu dihapus.

Asiprasi senada disampaikan oleh Lalu Wirasakti, Ketua SP Nusa Tenggara Barat. Ia  menilai UU Cipta Kerja merugikan buruh, terutama dalam hal klaster pengupahan dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).

Isu ketenagakerjaan, khususnya mengenai perlunya lembaga arbritrase dalam perselisihan antara buruh dan pengusaha, mendominasi diskusi dan penyampaian aspirasi dalam kegiatan sosialisasi ini. Selain itu, isu lain yang mengemuka secara dominan adalah mengenai pertanahan.

Sekda Sumbawa Barat mengungkapkan adanya kesan bahwa UU Cipta Kerja  menarik wewenang daerah ke pusat, seperti wewenang pengadaan tanah yang hampir tidak ada di pemerintah kabupaten. Kekhawatiran tentang adanya pemangkasan kewenangan daerah ini juga dilontarkan oleh Ketua DPRD Kota Mataram, H. Didi Sumardi.

Sementara itu, Kepala Biro Hukum Provinsi NTB, Ruslan Abdul Gani,  menyoroti lamanya waktu  Hak Guna Usaha (HGU) yang diberikan di bawah UU Cipta Kerja yang mencapai 90 tahun. Padahal, dalam UU No 60, HGU hanya berjangka waktu 20-25 tahun.

Lebih dari 500 orang berpartisipasi dalam kegiatan sosialisasi yang dimoderatori oleh Dr. Ir. Hj.Sri Hartati, MP ini. Sebelum tanya jawab, materi sosialisasi disampaikan oleh antara lain Dr. Kastorius Sinaga, staf khusus Menteri Dalam Negeri bidang Politik dan Media, Dr. Halilul Khairi M. Si, dosen senior IPDN dan ketua LMP IPDN, Dr. Widodo Sigit Pudianto SH, MH, dan dosen senior IPDN, Dr. Arief M. Edie M.Si.

Dalam merespons aspirasi yang disampaikan, para pemberi materi sosialisasi secara bergiliran memberikan penjelasan sesuai dengan kluster dengan mendasarkan pada data, fakta muatan pasal yang berkaitan. Disampaikan juga juga bahwa atas arahan Mendagri dan Rektor IPDN, aspirasi dari berbagai elemen daerah tersebut akan dibawa oleh Tim IPDN ke Jakarta untuk dijadikan sebagai bahan masukan penyusunan RPP.

Menurut Dr. Widodo Sigit, sosialisasi UU Cipta Kerja telah dilakukan selama penyusunannya. Pembahasan dalam rangka penyusunan UU tersebut melibatkan unsur pekerja, buruh, praktisi, akademisi, ILO dan pemangku kepentingan lainnya.

Rumusan klaster tenaga kerja, menurut dia, merupakan rumusan ahli dari Tripartit dan pembahasannya dilaksanakan secara transparan, dan dapat dilihat lewat kanal-kanal media sosial.

Ia menambahkan intensnya pembahasan UU Cipta Kerja dapat dilihat dari Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang dihasilkan melalui 56 rapat panja dan 50 rapat tim perumus.

Sementara itu menjelaskan tentang isu pertanahan yang diangkat dalam forum ini, Kastorius Sinaga mengatakan  isu pertanahan dalam UU Cipta Kerja diproyeksikan dalam pasal pengaturan RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) yang ditetapkan lewat Perkada dan diunggah secara digital menjadi bagian integral dari sistem OSS (One Single Submission).

“Sistem demikian memberikan kepastian dan kemudahan bagi perencanaan investasi,” ujar Kastorius sebagai pemateri untuk isu kluster pertanahan.

Lebih jauh, ia mengatakan ada hal baru bidang pertanahan di UU ini, yaitu adanya Bank Tanah yang berfungsi menjadi semacam “deposit tanah” yang bisa dikelola oleh Pemerintah Daerah.

Mengatasi kesimpang-siuran informasi tentang UU Cipta Kerja dan dalam mendorong partisipasi masyarakat untuk mengikuti dan memberikan masukan dalam penyusunan RPP, kata Kastorius, pemerintah juga telah menyediakan laman resmi yang dapat diikuti oleh publik lewat https://uu-ciptakerja.go.id/category/draft-rpp/.

Kegiatan sosialisasi di IPDN kampus Nusa Tenggara Barat di Mataram berlangsung dinamis dan diapresiasi oleh peserta, dilaksanakan dengan  menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

Hadir secara luring antara lain  ketua DPRD, Sekda dan Asda I Kabupaten Sumbawa Barat, Asda I Kabupaten Bima, Kepala DPRD, Sekda dan Asda I Kota Bima, Sekda Kabupaten Lombok Tengah, Sahli Kabupaten Lombok Tengah, Ketua DPRD Kota Mataram, Wakil Rektor Universitas Mataram, Wakil Rektor UIN Mataram, perwakilan BEM dari Universitas Mataram, Univ. Muhammadiyah, Univ. Al Azhar, Univ. Qomarul Huda, Univ. Gunung Rinjani dan UIN Mataram, serta perwakilan dari HIPKINDO, Ketua SPSI Lombok Epin centrum, Federasi Serikat Pekerja Logam Elektronik Mesin, Himpunan Pengusaha Mikro dan Kecil Indonesia serta DPD SPN NTB. (Ryman)