Swab PCR/Rapid Antigen untuk Kemanfaatan atau Kepentingan Bisnis?

oleh -
Transportasi udara selama masa PPKM. (Foto: https://beritadiy.pikiran-rakyat.com/)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) resmi melakukan penyesuaian syarat perjalanan orang dalam negeri baik transportasi udara, laut, darat, dan perkeretaapian. Hal itu seiring dengan terbitnya Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 57 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 3, Level 2, dan Level 1 Covid-19 di Wilayah Jawa dan Bali.

Ketentuan baru perjalanan dalam negeri itu diatur dalam SE Kemenhub Nomor 96 Tahun 2021, SE Kemenhub 95/2021, SE Kemenhub 96/2021, dan SE Kemenhub 97/2021.

“Keempat SE ini terbit pada Selasa, 2 November 2021, menggantikan empat SE sebelumnya yang sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku,” ujar Adita melalui keterangan tertulisnya, pada Selasa (2/11/2021).

Dikatakannya, secara umum, pelaku perjalanan wajib menunjukkan kartu vaksin minimal dosis pertama, serta wajib menunjukkan surat keterangan hasil tes negatif Covid-19.

Untuk transportasi udara atau perjalanan yang menggunakan pesawat, aturan yang berlaku yakni selain menunjukkan kartu vaksin minimal dosis pertama, bagi penumpang yang baru vaksin dosis pertama, wajib menunjukkan hasil negatif tes RT-PCR yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 3×24 jam sebelum keberangkatan.

Sedangkan untuk penumpang yang sudah melakukan vaksin dosis kedua, bisa menunjukkan surat keterangan negatif Covid-19 dari hasil rapid test antigen yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 1×24 jam sebelum keberangkatan.

Aturan ini berlaku untuk penerbangan domestik antar bandara di wilayah Jawa-Bali dan antar bandara di luar wilayah Jawa-Bali. Serta berlaku untuk penerbangan dari luar wilayah Jawa-Bali ke bandara di Jawa-Bali, maupun sebaliknya.

Namun, pertanyannya, bagaimana penerapannya di lapangan?

Praktisi Hukum Francisca Romana, SH, MH mempunyai pengalaman tersendiri saat menggunakan transportasi udara tersebut.

Hal tersebut, kata DPP ISKA bidang Bantuan Hukum itu, terjadi pada Selasa pagi (2/11/2021). Saat itu dirinya akan menuju Makasar menggunakan pesawat udara dengan membeli ticket secara online.

“Sesuai panduan persyaratan perjalanan dari online tersebut maka saya melakukan test antigen sebelum keberangkatan. Untuk diketahui saya sudah vaksin 2 kali,” ujarnya melalui siarna pers yang diterima redaksi Jendela Nasional, di Jakarta, Kamis (4/11).

Ia mengatakan, pada saat chek-in di Bandara Soekarno Hatta Terminal 2, oleh petugas check-in, dirinya dinyatakan tidak layak terbang karena tidak melakukan SWAB PCR dan hanya Rapid Antigen. Karena itu, dia harus menunda penerbangan karena harus melakukan PCR terlebih dahulu di Bandara.

Namun, pada Rabu 3 Nopember 2021 saat dia pulang ke Jakarta, seperti pada waktu keberangkatan, Francisca memesan tiket secara online. Panduan persyaratan penerbangan yang berlaku saat itu dirinya diwajibkan hanya melakukan Rapid Antigen dan tidak diwajibkan PCR sesuai Surat Edaran Satgas Covid 19 No. 22 Tahun 2021, Instruksi Mendagri No. 57 Tahun 2021 dan Surat Edaran Kemehub. No. 96 Tahun 2021.

“Di Bandara Sultan Hassanudin saya diwajibkan oleh seorang petugas mengisi data nama dan NIK saya dimonitor yang disediakan. Data tersebut tidak diprint tapi diminta difoto melalui handphone saya. Foto tersebut yang harus ditunjukkan kepada petugas sebagai kelengkapan check-in. Ketika saya check-in, petugas hanya meminta foto tersebut,” jelasnya.

 

Ada Kejanggalan

Dari perjalanan tersebut, Francisca menemukan ada kejanggalan-kejanggalan yang perlu disampaikan:

Pertama, di Bandara Soekarno Hatta Terminal 2 dan Bandara Sultan Hassanudin aplikasi Peduli.Lindungi.Id tidak digunakan.

Kedua, petugas bandara hanya mengecek hasil test PCR/Rapid antigen, tidak mengecek pelaku perjalanan sudah tervaksin dosis 1 atau dosis 2.

Ketiga, pengisian data melalui monitor dan difoto sebagai salah satu persyaratan check in itu sangat aneh.

Tren penyebaran COVID-19 di seluruh Indonesia secara statistik menurun dan diikuti dengan pelonggaran aturan kegiatan baik di sektor umum maupun industri. Namun tidak selaras dengan informasi peraturan pemerintah bagi masyarakat umum terutama tentang perjalanan (SWAB PCR/Rapid Antigen).

“Simpang siur dan tidak jelasnya informasi persyaratan perjalanan baik darat, laut maupun udara akan menimbulkan celah untuk menggunakan kesempatan meraih keuntungan,” ujarnya.

Bayangkan saja, jika harga Swab PCR pada saat ini mencapai Rp. 275.000,-, sedangkan Rapid Antigen Rp. 75.000,-  “Dengan angka ini saya membayangkan biaya yang jumlahnya cukup fantastis hanya untuk persyaratan perjalanan,” katanya.

“Terlebih lagi apabila kita melihat kewajiban rutin bagi para crew penerbangan, crew kapal laut, driver online, pegawai pemerintahan, karyawan swasta dan banyak lagi yang lainnya. Yang jumlahnya bisa mencapai trilyunan rupiah per minggunya. Untuk penggunaan per 10 juta saja per minggunya sudah mencapai angka hampir 3 Triliun Rupiah.  Big Business, Sungguh fantastis bukan? Pertanyaannya, SWAB PCR atau Antigen sebagai persyaratan dan kewajiban, itu untuk kemanfaatan atau kepentingan pelaku bisnis?,” ujarnya. ***