Tahun Pertarungan Politik, Pemilih yang Baik Harus Memilih Orang Baik

oleh -
Para pembicara seminar yaitu Pembina ISKA, Trias Kuncahyono, Sekretaris Komisi Kerasulan Awam KWI Romo Siswantoko, dan Prasetyo Nurhardjanto dari ISKA Pusat, didampingi oleh Ketua Presidium Pusat Ikatan Sarjana Katolik Indonesia periode 2017-2021, Hargo Mandiraharjo, dalam Seminar Sosialisasi Pemilu untuk Pemilih Cerdas, di Aula Gereja St Matias, Cinere, Minggu (17/2/219). (Foto: JN)

Jakarta, JENDELANASIONAL.COM — Para pemilih terutama pemilih pemula yang merupakan kaum milenial diharapkan menjadi pemilih yang cerdas dan rasional dalam perhelatan pemilu 17 April 2019 mendatang. Karena itu, mereka harus menggunakan hak pilihnya dengan cara ikut memilih, bukannya dengan tidak menggunakan haknya pilih.

“Ada kegentingan, kepentingan pada pemilu 2019 mendatang. Karena itu kita harus memilih dulu, jangan golput. Pemilu 2019 merupakan masa peralihan menuju pemilu 2024. Karena itu, gunakan hati nurani dengan memilih orang baik. Tahun 2019 ini merupakan tahun pertarungan,” ujar Pembina Pusat Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA), Trias Kuncahyono, dalam Seminar Sosialisasi Pemilu untuk Pemilih Cerdas, di Aula Gereja St Matias, Cinere, Minggu (17/2/219). Hadir juga sebagai pembicara antara lain, Sekretaris Komisi Kerasulan Awam KWI Romo Siswantoko, dan Prasetyo Nurhardjanto dari ISKA Pusat.

Pembina Pusat Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA), Trias Kuncahyono, dalam Seminar Sosialisasi Pemilu untuk Pemilih Cerdas, di Aula Gereja St Matias, Cinere, Minggu (17/2/219). (Foto: JN)

Trias mengatakan, para pemilih diminta menggunakan akal sehat dan selalu menggunakan hati nuraninya sebelum menentukan pilihan.

Menurutnya, pemilu 2019 ini terancam terpecah karena berapa sebab. Pertama, karena merupakan warisan pemilu 2014 lalu. Trias, yang merupakan mantan Wakil Pemimpin Redaksi Harian Kompas ini mengatakan, pada 2012-2013 lalu Mesir terpecah dalam revolusi Arab Spring. Hal itu akhirnya melahirkan tentara yang kembali memimpin negara itu. “Kita tentunya tidak menginginkan hal itu (kembalinya militer) memimpin negara ini,” ujarnya.

Kedua, pemilu terancam terpecah karena agama masuk dalam ranah politik. Hal ini terjadi sejak pemilu DKI Jakarta, pada 2017. Ketiga, karena menguatnya peranan media sosial.

Para peserta seminar. Tampak Ketua Presidium Pusat Ikatan Sarjana Katolik Indonesia periode 2017-2021, Hargo Mandiraharjo duduk di jajaran depan. (Foto: JN)

Oleh karena itu, sebelum menentukan pilihanya, seseorang harus mengetahui track record seorang calon pemimpin. Selain itu, katanya, pemilih harus mengetahui partai apa saja yang mendukung sang calon yang bersangkutan, ideologi partai, dan pandangan partai tersebut terhadap Pancasila.

Terakhir, Trias menguraikan bahwa pemilih di Indonesia saat ini dipengaruhi oleh lima hal yang disebutnya dengan 5M yaitu Money Politics, Muslim, Media Massa, Militer dan Masyarakat.

Romo Siswantoko mengatakan bahwa politik pada dasarnya baik. Namun politik itu bisa menjadi tidak baik jika ditempati oleh orang-orang yang tidak baik. Karena itu, Romo Koko – begitu Romo Siswantoko biasa disapa – mengajak agar pemilih hati-hati memilih agar tidak salah pilih. “Saya mengajak para pemilih untuk memilih pemimpin yang mau menghidupi nilai-nilai dalam politik. Nilai tersebut yaitu membangun kesejahteraan bersama (bonum commune),” ujarnya.

Mengutip Paus Fransiskus, Romo Koko mengatakan bahwa politik itu merupakan perwujudan cinta kasih yang tertinggi. Romo Koko juga mengajak pemilih untuk berani memilih kandidat yang tidak ideal, atau menggunakan prinsip “minus malum” yaitu memilih calon yang buruknya paling sedikit di antara para calon yang lain.

Prasetyo Nurhardjanto dari ISKA Pusat saat menjadi pembicara. (Foto: JN)

Bagi Romo Koko, orang yang tidak memilih merupakan orang egois yang tidak ikut memikirkan nasib sesama saudaranya.

Sedangkan Prasetyo Nurhardjanto mengajak pemilih untuk melihat rekam jejak para anggota calon legislatif. Menurutnya, orang juga mesti mempertimbangkan Parliamentary Threshold (PT) sebesar 4 persen, yaitu angka untuk menentukan masuk-tidaknya sebuah partai politik dalam keterwakilan di parlemen (DPR RI).

Prasetyo mengatakan, tidak menjadi soal apakah seseorang memilih partai yang berbeda. “Saya tidak menginginkan agar seseorang yang kita pilih itu dari satu partai dengan partai pendukung Presiden. Karena jika semua pilihan itu sama, maka di DPR tidak ada yang mengawasi kinerja Presiden. Jadi fungsi kontrol nanti tidak ada di DPR. Karena kalau partai yang kita pilih itu berasal dari partai pendukung Presiden semua, maka negara itu hanya akan menjadi sebuah paguyupan,” ujarnya.

Usai acara, para peserta seminar foto bersama di depan gedung Pancasila. (Foto: JN)

Sementara itu,  Ketua Presidium Pusat Ikatan Sarjana Katolik Indonesia periode 2017-2021, Hargo Mandiraharjo mengharapkan anak-anak muda terlihat aktif dalam berbagai aksi yang dilakukan DPP ISKA, seperti seminar tentang Sosialisasi Pemilu untuk Pemilih Cerdas. Namun, kata Hargo, hal itu memang tidak mudah.

Maksud dari kegiatan sosialisasi pemilu itu, kata Hargo, adalah untuk memberi pemahaman kepada generasi milenial agar mereka tidak berpikir secara pragmatis. “Generasi milenial yang berpikir secara pragmatis itu sangat berbahaya bagi bangsa dan negara ini,” ujarnya.

Hargo mengatakan, kecenderungan golput itu sangat kuat dalam diri kaum milenial. Karena itu, ISKA mengajak kaum milenial agar tidak hanya asyik dengan dirinya sendiri, tapi juga serius memikirkan nasib bangsa dan negara ini. “ISKA juga memiliki apa yang disebut dengan Sekolah Kebangsaan, yaitu sebuah kegiatan untuk memberi pendidikan politik kepada anak-anak muda kita agar mereka terlibat aktif memikirkan nasib bangsa dan negara ini,” ujarnya.

Seminar itu dihadiri oleh ratusan perwakilan paroki yang ada di Keuskupan Bogor. Hadir juga para calon anggota legislatitif, baik DPR RI, DPR Provinsi dan DPR Kabupaten/Kota, anggota Panitia Pengawas Pemilu, tokoh masyarakat, dan kaum milenial. (Ryman)