Tak Lagi Mengabdi di Kabinet, Jonan: Saya Pamit dan Mohon Maaf

oleh -
Menteri ESDM Ignasius Jonan meminta pemerintah daerah agar permudah investasi di daerah. (Foto: esdm.go.id)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID – Hari ini Presiden Joko Widodo merampungkan perkenalan kabinetnya dengan memanggil para menteri yang akan mengisi kabinet Kerja Jilid II, ke Istana Negara. Sejak pemanggilan pertama hingga hari ini, ada beberapa nama baru namun, juga terdapat nama lama, yaitu para tokoh yang sudah mengisi Kabinet Kerja jilid I.

Beberapa nama lama tersebut antara lain, Sri Mulyani, Budi Karya Sumadi, Luhut Binsar Panjaitan, Basuki Hadimuljono, dan lain-lain. Namun ada juga beberapa nama yang tidak dipanggil kembali oleh Jokowi, antara lain Ignasius Jonan, Susi Pudjiastuti, dan Rudiantara.

Hari ini, mantan orang nomor satu (1) di Kementerian ESDM dan Kementerian Perhubungan tersebut telah menyampaikan perpisahannya.

“Bapak dan Ibu, saya pamit ya dan terima kasih atas segala bantuan dan kerjasamanya selama ini serta mohon maaf atas segala kekurangan saya. Salam hormat,” ujar Jonan melalui pesan singkat, Selasa (22/10/2019).

Perjalanan Jonan di Kabinet Kerja sebenarnya cukup unik. Sempat terkena reshuffle dari posisinya sebagai Menteri Perhubungan, Jonan justru kembali muncul sebagai Menteri ESDM.

Dilantiknya Jonan sebagai Menteri ESDM waktu itu mengejutkan publik. Pasalnya, sebelum dilantik nama Jonan jauh dari perbincangan publik maupun berbagai “bocoran” di media.

Dalam 3 tahun, Jonan behasil menorehkan beberapa capaian positif. Walau begitu, ada beberapa pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh menteri berikutnya.

Seperti dilansir Bisnis.com, di subsektor tambang, selesainya perundingan yang dilakukan dengan PT Freeport Indonesia menjadi salah satu capaian positif Jonan. Hal tersebut ditandai dengan beralihnya mayoritas saham perusahaan asal Amerika Serikat tersebut ke pihak nasional yang diwakili PT Inalum (Persero).

Status Freeport Indonesia yang sebelumnya Kontrak Karya, yang secara legal setara dengan negara sebagai pihak yang berkontrak, kini berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Selain itu, Jonan pun berhasil menyelesaikan amendemen kontrak seluruh pemegang Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).

Amanat amendemen kontrak tambang tercantum dalam Undang-Undang No. 4/2009 (UU Minerba) dengan waktu penyesuaian paling lambat 1 tahun sejak regulasi tersebut diundangkan. Namun, prosesnya terkatung-katung dan mampu diselesaikan oleh Jonan.

Penataan Izin Usaha Pertambangan (IUP) bermasalah dilakukan secara gencar. Hasilnya, dari 10.000 IUP yang mayoritas bermasalah, kini tersisa 3.112 IUP yang sudah dinyatakan clean and clear (C&C).

Di subsektor Migas, kepastian pengelolaan blok-blok raksasa seperti Mahakam dan Rokan bisa diperoleh. Selain itu, proyek Blok Masela yang ‘tertidur’ sejak 1998 pun akhirnya resmi berjalan.

Satu program yang berhasil dijalankan juga adalah BBM Satu Harga. Hingga saat ini, program tersebut telah menjangkau 170 titik dan ditargetkan ada tambahan 330 titik lagi hingga 2024.

Sementara itu, subsektor kelistrikan dan energi terbarukan masih jadi tantangan yang menyisakan banyak pekerjaan rumah untuk menteri berikutnya. Salah satunya megaproyek 35.000 MW yang harus harus menyesuaikan terus dengan kebutuhan listrik masyarakat.

Yang patut disyukuri, rasio elektrifikasi yang terus meningkat dan telah mencapai 98,81% atau telah meningkat 14,5% dalam 5 tahun terakhir.

Meskipun begitu, perlu dicatat bahwa Jonan menjadi menteri sangat ngotot untuk meningkatkan bauran energi terbarukan, meskipun pada kenyataannya banyak benturan karena keekonomian proyeknya yang masih kalah dengan pengembangan energi fosil. (Ryman)