Tanpa Kehadiran Negara yang Berdaulat dan Aman, Agama Akan Hancur

oleh -
Ketua Pengurus Wilayah Nahdalatul Ulama (PWNU) Jawa Timur (Jatim) KH Marzuki Mustamar. (Foto: Ist)

Malang, JENDELANASIONAL.ID – Hadirnya negara yang aman, kokoh, dan berdaulat sangat penting untuk melindungi tanah air, tumpah darah dan rakyat, serta melindungi umat beragama dalam melaksanakan ibadah. Bila negara dicabik-cabik oleh kekuatan dan ideologi, dipastikan negara akan hancur dan umat beragama tidak bisa menjalankan ibadah dengan baik.

Karena itu, apapun bentuknya, ideologi yang tidak sesuai dengan Pancasila harus dihilangkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pun kalau belum ada regulasi yang mengatur itu, aparat penegak hukum harus tetap melakukan penindakan terhadap siapa saja yang mengusung ideologi asing, karena nyatanya mereka telah mengancam keamanan dan kedamaian negara.

“Saya gak bisa jamin umat Islam bisa Jumatan, atau bisa jamaah, apalagi orang NU, gak bisa maulid, manakib, majelis dizikir, gak bisa yang lain-lain. Pendek kata tanpa hadirnya negara yang berdaulat dan aman, maka agama hancur. Dari ini kita harus mengerti bahwa jika menjaga agama itu wajib, sejatinya menjaga negara wajib. Karena gak mungkin agama bisa terlaksana dengan baik, tanpa dijaga oleh negara yang berdaulat,” ujar Ketua Pengurus Wilayah Nahdalatul Ulama (PWNU) Jawa Timur (Jatim) KH Marzuki Mustamar di Malang, Jumat (8/7/2022).

Kiai Marzuki mencontohkan, negara Yaman  yang 100 persen warganya umat muslim. Di sana, Jumatan kesulitan karena perang saudara akibat diserang Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, yang pilotnya Israel. Libya hampir 100 persen muslim juga hancur.

“Kenapa hancur? Karena gak punya negara yang melindungi mereka. Apalagi Suriah, Irak, Palestina. Jangan main-main dengan dalil. Jangan bikin narasi dan opini atas nama agama, apalagi mendoktrin sampai melakukan gerakan yang ujungnya menggerogoti kekuatan negara, melemahkan negara. Itu haramnya sama dengan menggerogoti agamamu sendiri,” paparnya seperti dikutip dari siaran pers Pusat Media Damai (PMD) BNPT.

Begitu juga bagi non-muslim, terang Kiai Marzuki, dengan negara kokoh, non-muslim di Jawa yang minoritas, bisa kebaktian dengan aman, bisa upacara di Pura dengan aman, bisa sembahyang di Kelenteng juga dengan aman. Sebaliknya, berkahnya ada NKRI, meski muslim di Bali minoritas, tapi Jumatan lancar, makam wali aman dan tidak diganggu bahkan dijaga oleh pecalang-pecalang Hindu.

“Ketika orang Jawa menjaga keamanan harta non-muslim, maka muslim di luar Jawa pun mendapat jaminan keamanan. Gereja, Borobudur aman, di Papua, Bali, NTT, masjid aman. Jaga negaramu seperti anda menjaga agamamu jangan beda-bedakan,” papar.

Pimpinan Pondok Pesantren Sabiilul Rosyad, Gasek, Malang, Jawa Timur ini tidak bisa membayangkan, bila dilakukan pembiaran terhadap penyebar doktrin anti-Pancasila, anti-Merah Putih, anti-NKRI. Bila tidak ada tindakan tegas, ia yakin kekuatan itu akan makin kuat. Apalagi mereka didukung oleh kekuatan asing dari negara induknya.

“Mereka hanya mementingkan kelompok dan agama sendiri. Di belakang mereka ada yang meremot. Saya gak bisa membayangkan, kira-kira gak usah lama-lama, 40 tahun lagi hancur negeri ini,” tukasnya.

Ia mengajak seluruh anak bangsa, untuk tidak main-main dengan keamanan negara, kedaulatan negara. Apapun alirannya, apapun mazhab, suku, etnis, semua harus sepakat dalam dua hal yaitu sama-sama Indonesia, dan sama-sama manusia.

Podo manungsone mas, tego lorone, gak tega patine mas. Podo Indonesiane mas, beda agama, monggo nyatane sik iso rujakan bareng. Beda agama, sik iso Agustusan bareng. Ayo yang kayak begini kita lestarikan sampai kapan pun,” ajak Kiai Marzuki.

Ia mengajak seluruh bangsa untuk tidak main-main dengan keamanan negara. Apalagi mengancam keagamanan negara dengan menggunakan dalil agama.

Monggolah sampeyan gak NU monggu, gak Muhammadiyah monggo, sampeyan gak islam juga gak apa-apa, tapi ayo bersepakat, podo manusiane mas, podo Indonesiane. Ayo kita jaga negeri ini.

“Insya allah kalau negeri ini sampai kapan pun, anak cucu kita bisa hidup dengan baik, agama berjalan dengan baik, rakyat bisa bekerja dengan tenang. Akhirnya fiddunya makmur, wa fil akhiroti selamet, fiddunya hassanah, wa fil akhiroti hassanah waqinna adzabannar. Sekali lagi silakan berbeda apapun, Bhinneka Tunggal Ika, tapi negaranya tetap satu, NKRI harga mati,” katanya.

 

Waspadai Potensi yang Mengancam Keamanan Negara

Sebagai bentuk kewaspadaan, Kiai Marzuki mengajak semua pihak untuk mewaspadai potensi yang bisa mengancam keamanan negara. Antara lain adanya kelompok-kelompok yang terlalu nafsu beragama, sampai bagi mereka beragama harus menentang bangsanya. Bagi yang muslim, sebelum mengkafirkan Pancasila rasanya kurang afdol.

Kelompok begini, menurutnya, para aparat harus terus mewaspadai, melakukan penyelidikan sampai penyidikan, trekking mereka, sampai ketemu jaringan mana, kelompok mereka mana, langsung saja ‘diambil’.

“Dan nyuwun sewu, kan jejak digital tidak bisa dihilangkan. Aparat jangan takut. Apa gak kriminilasasi ulama? Gak. Kalau dikit-dikit kriminalisasi ulama, padahal nyata ceramahanya, doktrinya, mazhabnya, kedepan dalam rangka merongrong kedaulatan negara. Akhirnya mereka mendirikan cabang kemana-mana, semakin luas merongrong kedaulatan negara. Kelompok atau orang seperti itu harus cepat ditindak,” paparnya.

Menurutnya, bukan berarti bila orang berjubah tidak bisa ditindak. “Kita itu akan dibohongi oleh kelompok penjahat tapi berkamuflase seakan-akan mereka ulama. Itu banyak sekali di media sosial. Itu bukan kriminlaisasi ulama, tapi mengulamakan kriminal. Salahmu sendiri wong kriminal kok dianggap ulama. Jadi waspada, aparat waspada, warga juga waspada,” tukasnya.

Salah satu upaya untuk mewaspadai, ungkap Kiai Marzuki, para orang tua harus bisa memilih pendidikan usia, terutama dari usia dini yaitu Taman Kanak-Kanak (TK) atau Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Pasalnya banyak terungkap TK atau lembaga pendidikan usia dini malah berafiliasi dengan paham anti-NKRI.

Ia pun mengutuk keberadaan lembaga pendidikan usia dini yang menanamkan bibit radikalisme. Karena itu, lembaga-lembaga pendidikan seperti ini harus ditindak. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemenristekdikti) dan Kementerian Agama (Kemenag) harus terus berkoordinasi memantau dan menindak lembaga tersebut.

“Dari TK sudah jihad, jihad, jihad. Jihad itu kalau melawan orang kafir yang menyerang negara kita. Itu jihad yang dilakukan Nabi Muhammad melawan kafir Quraisy yang menyerang negara Madinah. Ini jihad asal jihad saja. Membunuh sesama bangsanya, itu gak pernah dicontohkan Nabi Muhammad,” jelasnya.

Sekali lagi, ia meminta semua pihak agar waspada dengan kelompok yang mengatasnamakan agama, ulama, dakwah, amar maruf nahi mungkar, atau akhir-akhir ini mengatasnamakan habaib, zuriyah keturunan Rasulullah. Tindakan hukum harus dilakukan sesuai dengan norma hukum di Indonesia.

“Saya gak peduli. Pokoknya ngesruh di NKRI, gebuk saja. Nabi memerintahkan, Alquran memerintahkan agar kita gebuk kelompok bughat,” tegasnya.

Ia juga meminta kepolisian, kejaksaan, dan hakim, harus berani pakai logika. Harus berani pakai kias bila regulasi di Indonesia belum memungkinkan untuk melakukan penangkapan. Pasalnya, kalau tidak dilakukan penindakan, mereka akan semakin berbahaya.

“Komunisme dilarang membahayakan negara, ini dilarang karena membahayakan negara, DI/TII dilarang karena membahayakan negara. Rumusnya apapun yang membahayakan negara, tindak sudah,” tandasnya. ***