Tempo Beritakan Akurasi Tes Usap, Ini Jawaban BIN  

oleh -
Tes Usap. (Foto; Ilustrasi)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Majalah TEMPO edisi 28 September 2020 menurunkan berita tentang hasil tes usap (SWAB) yang dilakukan oleh Badan Intelijen Negara (BIN) yang diduga tidak akurat. Hal itu, menurut Tempo, diketahui dari tes usap yang mereka lakukan terhadap 16 pegawai Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan sejumlah pegawai swasta.

Selain itu, Majalah Tempo juga memberitakan masalah koordinasi dengan otoritas kesehatan, dan kewenangan BIN dalam penanganan pandemi Covid-19.

Deputi Bidang Komunikasi dan Informasi BIN Wawan Hari Purwanto menjawab tudingan tersebut.

Pertama, terkait masalah akurasi hasil tes, kata Wawan, laboratorium BIN dalam melakukan proses uji spesimen menggunakan dua jenis mesin RT PCR, yaitu jenis qiagen dari Jerman dan jenis thermo scientific dari Amerika Serikat serta memiliki sertifikat lab BSL-2 yang telah didesain mengikuti standar protokol laboratorium.

Selain itu, kata Wawan, laboratorium BIN telah melalui proses sertifikasi oleh lembaga sertifikasi internasional, World Bio Haztec (Singapura) serta melakukan kerjasama dengan Lembaga Biologi Molekular Eijkman.

“BIN menerapkan ambang batas standar hasil PCR tes yang lebih tinggi dibandingkan institusi/lembaga lain yang tercermin dari nilai CT qPCR (ambang batas bawah 35, namun untuk mencegah OTG lolos screening maka BIN menaikkan menjadi 40) termasuk melakukan uji validitas melalui triangulasi 3 jenis gen yaitu RNP/IC, N dan ORF1ab,” ujar Wawan melalui keterangan tertulis, Rabu (30/9).

Menurut Wawan, dewan analis strategis medical intelligence BIN termasuk jaringan intelijen di WHO menjelaskan fenomena hasil test swab positif menjadi negatif bukan hal yang baru dan dapat disebabkan oleh beberapa hal.

Pertama, RNA/protein yang tersisa (jasad renik virus) sudah sangat sedikit bahkan mendekati hilang pada treshold sehingga tidak terdeteksi lagi. Apalagi subjek tanpa gejala klinis dan di test pada hari yang berbeda. Otg/asimptomatik yang mendekati sembuh berpotensi memiliki fenomena tersebut.

Kedua, terjadi bias pre-analitik yaitu pengambilan sampel dilakukan oleh 2 orang berbeda, dengan kualitas pelatihan berbeda dan SOP berbeda pada laboratorium yang berbeda, sehingga sampel swab sel yang berisi virus Covid tidak terambil atau terkontaminasi.

Ketiga, sensitivitas reagen dapat berbeda terutama untuk pasien yang nilai cq/ct-nya sudah mendekati 40. Dalam kaitan ini, BIN menggunakan reagen perkin elmer (USA), a-star fortitude (Singapore), Wuhan easy diag (China). Reagen ini lebih tinggi standar dan sensitivitasnya terhadap strain Covid-19 dibandingkan merk lain seperti genolution (Korea) dan liferiver (China) yang digunakan beberapa rumah sakit.

“Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perbedaan uji swab antara lain adalah kondisi peralatan, waktu pengujian, kondisi pasien, dan kualitas test kit. BIN menjamin kondisi peralatan, metode, dan test kit yang digunakan adalah gold standard dalam pengujian sampel covid-19. Kasus false positive dan false negatif sendiri telah banyak dilaporkan di berbagai negara seperti amerika serikat, china, dan swedia.

Kedua, terkait masalah pelaporan, menurut Wawan, dalam menggelar kegiatan tes massal di berbagai titik, BIN berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat termasuk di dalamnya dinas kesehatan serta gugus tugas daerah untuk membantu menentukan titik-titik lokasi yang menjadi klaster penyebaran covid-19.

Sejak satgas intelijen medis beroperasi pada April 2020, BIN selalu melaporkan hasil tes swab yang selama ini dilakukan kepada Kemenkes dan gugus tugas penanganan Covid-19.

Ketiga, terkait keterlibatan BIN dalam penanganan covid-19, menurut Wawan, BIN diberikan kewenangan oleh uu no. 17 tahun 2011 tentang intelijen negara untuk membentuk satgas dalam pelaksanaan aktivitas intelijen (pasal 30 huruf d).

Dia mengatakan, ancaman kesehatan juga merupakan bagian dari ancaman terhadap keamanan manusia yang merupakan ranah kerja BIN, sehingga dengan dasar tersebut BIN turut berpartisipasi secara aktif membantu satgas penanganan Covid-19 dengan melakukan operasi medical intelligence (intelijen medis) di antaranya berupa gelaran tes swab di berbagai wilayah, dekontaminasi, dan kerjasama dalam pengembangan obat dan vaksin.

Hal seperti ini juga dilakukan di negara-negara lain seperti Amerika Serikat memiliki yang national center for medical intelligence (NCMI) yang melakukan surveillance penyakit menular di dunia, atau NATO di Eropa yang melibatkan aktivitas intelijen dalam pengkajian infrastruktur kesehatan.

“Kehadiran satgas BIN telah mendapat apresiasi positif dari K/L dan pemda yang menyampaikan permohonan kepada BIN untuk membantu pelaksanaan tracing di wilayah/institusinya dengan melakukan tes swab dengan beban anggaran operasi bin,” ujarnya.

Upaya-upaya yang dilakukan BIN semata-mata untuk membantu pemerintah dalam percepatan penanganan pandemi Covid-19 di antaranya melalui 3 T (testing, tracing dan treatment) serta untuk memperbanyak kapasitas testing di Indonesia yang saat ini masih dibawah rata-rata test harian yang ditetapkan WHO (1000 test per 1 juta penduduk).

Oleh karena itu BIN bekerjasama dengan berbagai lembaga penelitian dan universitas yang memiliki fasilitas laboratorium bsl 2 dan 3 di berbagai daerah utamanya yang masuk dalam zona merah covid-19, untuk meningkatkan kapasitas uji spesimen dengan memberikan berbagai bantuan alat laboratorium, mulai dari rt pcr hingga berbagai peralatan lainnya, seperti reagen dsb.

Selain itu, BIN juga membangun 1 lab stasioner berstandar bsl-2+ dan 4 (empat) unit lab mobile berstandar bsl-2 untuk membantu memercepat dan memperbanyak kapasitas testing, yang mampu menjangkau zona-zona merah yang sebelumnya tidak dapat dijangkau.

Upaya 3T, katanya, dimaksudkan untuk mencegah OTG /asimpotmatik agar tidak menjadi spreader merupakan perhatian kita bersama dan mengobati pasien Covid-19 kondisi ringan dan sedang yang dideteksi sejak dini dari tes swab berpeluang sembuh lebih besar serta lebih murah. Jangan sampai stigmatisasi masyarakat yang kuat melekat menjadi bagian dari polemik hasil test positif-negatif.

“Sebagai lini terdepan dalam keamanan nasional sebagaimana amanat UU no. 17 tahun 2011 tentang intelijen negara, maka BIN berkewajiban membantu pemerintah dalam mengatasi pandemi Covid-19 di Indonesia,” ujarnya. (Ryman)