Tokoh Agama Berperan Penting dalam Mengarusutamakan Kesesuaian Pancasila dan Agama

oleh -
Ketua Komisi Kerukunan Antar Umat Beragama Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dr. KH. Abdul Moqsith Ghazali, M.Ag. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Semangat kebangsaan dan keagamaan hendaknya bukan sesuatu yang perlu dipertentangkan. Praktik melaksanakan upacara bendera, hormat kepada bendera Merah Putih dan aksi yang memuat kecintaan terhadap negara dan dasar negara Pancasila bukanlah sesuatu yang bertentangan dengan ajaran agama.

Bahkan Pancasila yang lahir sebagai dasar negara bangsa Indonesia ini merupakan hasil dari nilai-nilai ajaran agama dan kebudayaan yang dirumuskan oleh para pemimpin terdahulu, sehingga menyatukan bangsa Indonesia. Namun demikian, perlu juga pengarusutamaan Pancasila dalam ajaran keagaamaan.

Ketua Komisi Kerukunan Antar Umat Beragama Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dr. KH. Abdul Moqsith Ghazali, M.Ag, mengungkapkan bahwa untuk  pengarusutamaan kompabilitas (kecocokan atau kesesuaian) Pancasila dan ajaran agama di masyarakat dibutuhkan peran serta dari para tokoh agama.

“Tokoh agama ini memiliki peran yang besar dalam pengarusutamaan kompabilitas Pancasila dan ajaran agama. Karena merekalah yang sehari-harinya bertemu langsung dengan masyarakat sehingga harus bisa mengkampayekan Pancasila tidak bertentangan dengan ajaran agama,” ujar Dr. KH. Abdul Moqsith Ghazali, M.Ag, di Jakarta, Jumat (4/6/2021).

Apalagi, menurutnya banyak bermunculan propaganda yang dilancarkan oleh oknum serta kelompok-kelompok yang tak bertanggung jawab berupa indoktrinisasi yang mengatakan bahwa Pancasila adalah biang masalah bangsa sehingga tidak relevan dengan ajaran agama khususnya Islam.

“Kelompok tersebut getol mengampanyekan bahwa Pancasila adalah buatan manusia sehingga disebut sebagai produk kafir dan lain sebagainya. Padahal bagi umat Islam, Pancasila adalah perasan dari ajaran Islam. Oleh karena itu tidak ada sila-sila dalam Pancasila ini yang bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam,” kata Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) ini.

Peraih Doktoral di bidang Tafsir Al-Qur’an dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini mengungkapkan, bahwa jika masih ada kelompok-kelompok yang sering membenturkan antara Pancasila dan agama, menurutnya, tentu memiliki perspektif serta pandangan keagamaan yang sempit.

“Padahal dengan mengamalkan nilai-nilai dari Pancasila itu sendiri pada hakekatnya juga sudah mengamalkan ajaran Islam yang rahmatan lil alamin,” ungkapnya.

Moqsith mengatakan bahwa di dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama (NU) yang membahas masalah keagamaan yang digelar di Situbondo pada tahun 1983 silam, salah satunya keputusanya bahwa sila pertama dalam Pancasila itu mencerminkan tauhid dalam Islam.

“Tentunya ini sangat menjiwai sila-sila lainnya yang ada di dalam Pancasila itu sendiri. Jadi jangan dipertentangkan atau diperdebatkan lagi relevan atau tidak. Sudah dijelaskan di Munas Alim Ulama NU tahun 1983 lalu yang melahirkan deklarasi tentang hubungan Pancasila dengan Islam. Dalam deklarasi itu juga dijelaskan bahwa penerima dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dari upaya umat Islam di Indonesia untuk menjalankan syari’at agamanya,” kata Kiai Moqsith, panggilan karibnya.

Selain itu ia juga meminta keterlibatan seluruh lapisan bangsa khususnya pemerintah untuk memperkuat relasi harmoni antara Pancasila dan agama sebagai upaya penolakan terhadap oknum-oknum dan kelompok yang membenturkan antara keduanya.

“Ini perlu dilakukan demi menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia agar tidak terpecah belah. Aparatur pemerintah perlu menjadi ujung tombak dan menjadi uswatun hasanah menyangkut pengamalan Pancasila dalam pengelolaan pemerintahan dari atas sampai ke bawah,” pungkasnya. (Ryman)