Tokoh Agama yang Pemahaman Agamanya Utuh Malah Tersingkir dari Ruang Publik

oleh -
Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP Antonius Benny Susetyo. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menjadi pembicara dalam seminar virtual lintas iman dengan tema “Radikalisme dan Intoleransi” pada Minggu (6/12/2020).

Benny menjelaskan setelah reformasi yang menjadi masalah adalah kurangnya moral Ideologi Pancasila khususnya bagi generasi muda.

“Setelah masa reformasi yang terlihat adalah semakin terkikis dan berkurangnya pengaman dan pembelajaran moral Pancasila ini harus segera diatasi,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta.

Selain itu, pemahaman agama sempit, dikatakan Benny, menjadi menjamurnya ragam radikalisme dan intoleransi.

“Radikalisme dan intoleransi salah satunya disebabkan oleh pemahaman agama yang sempit dan biasanya digunakan untuk kepentingan ideologi global atau kepentingan tertentu,” jelas Benny.

Selanjutnya disampaikan Benny, saat ini kita sedang menghadapi fenomomena tokoh yang pemahaman agamanya utuh tersingkir dari ruang publik. Negara tidak boleh tunduk terhadap pihak yang ingin menggantikan idelogi Pancasila dan mengganti dengan ideologi berdasarkan kepentingannya masing-masing.

“Masyarakat harus memahami secara utuh bahwa ideologi Pancasila adalah ideologi yang dibutuhkan bangsa ini,” ujarnya.

Aktivis dan Pemerhati Sosial Rapindo Hutagalung mengatakan seharusnya pemerintah menindak tegas gerakan anarkis dan terorisme.

“Eksistensi kehadiran Pemerintah harus terasa ditengah masyarakat dengan penegakan aturan berbangsa dan bernegera,” kata Rapindo.

Radikalisme dan toleransi di negara ini dari aspek sosial disebabkan oleh kondisi mayoritas dan minoritas.

“Seharusnya di dalam masyarakat tidak perlu diprogandakan antara minoritas dan mayoritas yang terjadi pemisahan,” ujarnya.

Rapindo menambahkan bahwa bentuk diskriminasi juga dirasakan dalam kebijakan, izin rumah ibadah, dan lainnya. Bentuk diskiriminasi ini menjadi akar masalah yang menimbulkan kebencian di dalam masyarakat.

“Diskriminasi ini akan mewujudkan sikap intoleransi terhadap kelompok lain yang berbeda dan menganggap kelompoknya paling benar,” jelasnya.

Rapindo mengatakan kurangnya edukasi terhadap agama yang benar sehingga menjadikan sikap intoleran.

Hal lain disampaikan oleh Centre of Sustainable Nusantara Buddhism, Surtisno Wijaya Kusuma. Menurutnya  radikalisme bertentangan dengan cita-cita bangsa yang ingin terus maju dalam kebhinnekaan. Tantangan bangsa ini ada dua yaitu membina bangsa, tetapi juga ada bina negara.

“Kita menghadapi satu tantangan yaitu keamanan nasioanal. Ada ancaman nyata dan tidak nyata yaitu terorisme, radikalisme, sparatisme, dan  masih banyak lagi. Sedangkan yang belum nyata adalah yang laten dipikirkan,” jelas Sutrisno.

Ke depannya aparatur negara  harus bertindak profesional dan bersih diri dalam menegakan aturan.

“Aparatur negara harus taat dan patuh dalam melaksanakan tugasnya harus bersih dari dalam,” pungkasnya. (Ryman)