Tolak Pembangunan Gereja di Cilegon, PGI: Kehadiran Pemerintah Mutlak Diperlukan

oleh -
Kantor PGI di Salemba, Jakarta Pusat. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID – Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) mengecam keras aksi penolakan perizinan pembangunan gereja yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat di Kota Cilegon, Provinsi Banten.

Kepala Humas PGI, Jeirry Sumampow menegaskan bahwa peristiwa ini membuktikan bahwa politisasi identitas semakin mengkhawatirkan dan mengancam jalinan keragaman yang wajib kita syukuri sebagai anugerah Tuhan bagi bangsa ini.

“Sungguh mengenaskan bahwa di tengah berbagai bencana yang melanda negeri ini, dan menuntut diperkuatnya solidaritas kebangsaan, masih saja ada kelompok-kelompok masyarakat yang menyakiti saudara sebangsanya,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (9/9).

PGI menyatakan bahwa peristiwa ini sungguh mencederai amanat Konstitusi RI yang memberikan garansi kesetaraan bagi setiap warga negara untuk memeluk dan beribadah secara bebas, menurut agama dan keyakinan yang dianutnya.

“Berhadapan dengan situasi ini, kehadiran pemerintah mutlak diperlukan, sehingga tidak terkesan membiarkan jiwa konstitusi dilecehkan di hadapan para penguasa daerah,” katanya.

Jeirry menegaskan, peristiwa ini sangat berlawanan dengan semangat moderasi beragama yang sedang diarus-utamakan pada semua level pemerintahan dan masyarakat. Peristiwa ini juga sangat bertentangan dengan nilai-nilai Gerakan Nasional Revolusi Mental yang tengah digalakan oleh pemerintah.

“Kita tak boleh lelah mengupayakan dialog dan kerjasama sebagai cara bermartabat untuk mengelola perbedaan dan mengembangkan kerukunan di bangsa ini. Sekalipun begitu, kita tak boleh mengesampingkan terjadinya ketidak-adilan, sekalipun atas nama kerukunan. Kebebasan beragama yang bertumpu pada keadilan bukanlah paradoks terhadap kerukunan, namun keduanya harus terintegrasi karena menerjemahkan perintah etis setiap agama,” ujarnya.

Karena itu, Jeirry meminta umat Kristen untuk tetap mengedepankan nilai-nilai kasih dalam menyikapi peristiwa seperti ini. “Hendaklah kita tidak goyah di dalam iman dan keyakinan kita, juga tidak terjebak di dalam kebencian dan dendam, serta generalisasi yang keliru, namun ‘bertambah-tambah dan berkelimpahan dalam kasih seorang terhadap yang lain, dan terhadap semua orang’ (Band. I Tes 3: 11-13),” ujarnya.

Dia meminta semua pihak untuk terus mengulurkan tangan persaudaraan sebagai sesama anak bangsa dan terus berjuang bersama untuk memelihara nilai-nilai luhur dan persaudaraan di negeri ini.

Seperti diberitakan sebelumnya, Wali Kota Cilegon Helldy Agustian buka suara terkait penolakan perizinan pendirian gereja bersama Wakil Wali Kota Cilegon Sanuji Pentamarta.

Massa yang menamakan diri Komite Penyelamat Kearifan Lokal Kota Cilegon awalnya mendatangi gedung DPRD Cilegon untuk menyampaikan aspirasi soal penolakan rencana pendirian gereja Maranatha di Cikuasa, Gerem, Kota Cilegon.

Setelah itu, massa aksi datang ke kantor Wali Kota Cilegon. Massa diterima oleh Wali Kota dan Wakil Wali Kota di ruang rapat. Massa kemudian mendesak wali kota dan wakil wali kota untuk ikut menandatangani kain putih sebagai bentuk penolakan.

“Terkait dengan penandatangan bersama yang dilakukan pada hari Rabu, tanggal 7 September tahun 2022, perlu disampaikan bahwa hal tersebut adalah memenuhi keinginan masyarakat Kota Cilegon yang terdiri dari para ulama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, dan organisasi masyarakat,” kata Helldy melalui keterangan tertulis, Kamis (8/9/2022).

Helldy kemudian berbicara soal rencana pendirian gereja. Dia mengatakan Pemkot Cilegon belum pernah menerima permohonan pendirian rumah ibadah.

“Pemerintah Kota Cilegon belum pernah menerima permohonan pendirian rumah ibadah,” ujarnya.

Kementerian Agama (Kemenag) terus berupaya melakukan pendekatan dengan sejumlah pihak terkait penolakan atas permohonan pendirian gereja di Kota Cilegon, Banten. Pasalnya, hingga saat ini tak ada satu pun rumah ibadah gereja kendati populasi umat Kristen di Cilegon sudah mencapai ribuan orang dari ragam denominasi.

“Kami sudah dan masih melakukan beberapa pendekatan. Bahkan saya langsung ketemu dengan Wali Kota [Helldy Agustian] sejak April lalu. Dan masih terus berkomunikasi,” kata Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama Kementerian Agama, Wawan Djunaedi Senin (5/9/2022).

Kepada Wawan, Wali Kota Helldy bercerita jika penolakan pendirian gereja di Cilegon datang dari masyarakat yang masih berpegang teguh pada perjanjian Bupati Serang Ronggo Waluyo dengan PT Krakatau Steel pada tahun 1975. Saat itu, Cilegon masih di bawah administrasi Kabupaten Serang.

Isi perjanjian itu kurang lebih soal diperbolehkannya berdiri PT Krakatau Steel, namun di saat yang bersamaan pendirian gereja tak diperbolehkan.

Menurut Wawan, perjanjian tersebut bertentangan dengan konstitusi, terutama UUD 1945 Pasal 28 E soal kebebasan beragama dan beribadah.

“Termasuk soal mendirikan rumah ibadah. Oke, perjanjian 1975 itu fakta sejarah. Tapi enggak bisa terus-menerus karena bertentangan dengan regulasi yang berlaku,” kata Wawan.

 

Tanggapan Menteri Agama

Penolakan izin mendirikan gereja tersebut sudah sampai ke telinga Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas. Melalui video yang diunggah Twitter @Habieb, Gus Yaqut menentang penolakan pendirian gereja di Lingkungan Sumur Wuluh, Cikuasa, Kelurahan Gerem, Kecamatan Grogol, Kota Cilegon, Banten.

Gus Yaqut meminta Wali Kota Cilegon agar mengeluarkan surat izin pembangunan gereja di Kota Baja.

“Tidak ada lagi gara-gara pilihan politik kemudian agamanya berbeda jadi musuh-musuhan ndak ada pak. Tidak ada lagi penolakan pendirian rumah ibadah sebagaimana gereja HKBP di Cilegon,” kata Gus Yauqut.

“Kami di Kementerian Agama sudah berkali-kali menyampaikan dan mendatangi pak wali kota supaya izin dikeluarkan,” ujar Menag RI itu.

Bahkan Gusmen – sapaan Gus Yaqut – berjanji untuk mendatangi sendiri ke Cilegon jika urusannya belum beres.

“Tidak ada lagi penolakan pendirian rumah ibadah sebagaimana gereja HKBP di Cilegon.. rencananya Minggu depan saya akan datang sendiri (ke Cilegon) klo belum beres,” ujar Gusmen. ***