Trauma Disalahgunakan Rezim, Pancasila Hilang dari Wacana Publik

oleh -
Seminar "Pancasila dalam Tindakan, Peran Pendidik dalam Pandemi Covid-19" yang dilaksanakan di Aula SMPN 2 Klaten Jawa Tengah (17/06/2021). (Foto: ist)

Klaten, JENDELANASIONAL.ID — Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Antonius Benny Susetyo mengatakan pendidik harus menjadi teladan pengamalan Pancasila untuk anak peserta didik.

Hal itu dikatakannya dalam acara Seminar “Pancasila dalam Tindakan, Peran Pendidik dalam Pandemi Covid-19” yang dilaksanakan di Aula SMPN 2 Klaten Jawa Tengah (17/06/2021).

Acara ini dihadiri juga oleh Direktur Evaluasi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Edi Subowo, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten, Wardhani Sugianto, Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten, moderator Yunanta serta dihadiri secara daring dan luring oleh kurang lebih 1.260 peserta yang terdiri dari guru-guru dan pendidik dalam lingkungan Kabupaten Klaten.

Acara dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya 3 stanza. Peserta pun diajak untuk menghayati setiap lirik dan merenungkannya.

Dalam kata sambutannya, Edi Subowo mengajak untuk seluruh elemen bangsa, tetutama peserta, untuk bersatu menghadapi permasalahan COVID-19.

“Mari Indonesia bersatu, kita bersatu, salah satunya mencegah COVID. Bersama-sama, dari pusat dan daerah, sehingga (penanganan) cepat,” ujarnya.

Dalam sesi pemaparan, Benny mengatakan bahwa Indonesia memiliki kesadaran Bhinneka Tunggal Ika. “Sudah menjadi sebuah kebiasaan bahwa Indonesia hidup majemuk. Nilai inilah yang sudah ada dari dulu,” katanya.

Namun, menurutnya, bangsa Indonesia kehilangan bintang penuntun untuk tujuan hidup, dan hal itu didasari karena Pendidikan Pancasila dihilangkan setelah zaman Reformasi.

“Pancasila hilang dalam wacana publik, karena trauma akibat disalahgunakan oleh rezim,” tegasnya.

Padahal, nilai Pancasila adalah nilai dasar hidup yang tidak boleh disalahgunakan oleh pihak manapun.

Permasalahan berikutnya, kata Benny, yang dialami bangsa Indonesia adalah tidak adanya keteladanan. Oleh karena itu, Pancasila harus diajarkan dalam pendidikan untuk menjadi tujuan hidup dan keteladanan.

“Pancasila harus masuk dalam ekosistem pendidikan, masuk dalam materi pelajaran. Dalam dunia pendidikan, Pancasila harus masuk dan dikaitkan,” katanya.

Berkembangnya paham yang tidak berasal dari Indonesia, menurutnya, juga adalah permasalahan. Radikalisme, individualisme, kosmopolitan, adalah beberapa hal yang beredar. Pendidikan Pancasila, lanjutnya, hanya menjadi selera politik.

“Internalisasi Pancasila tidak berjalan jika seperti ini. Pendidik menjadi kebingungan,” katanya.

Padahal, anak-anak membutuhkan pemahaman nilai yang satu kata dan mendalam, sehingga pendalaman nilai Pancasila tidak terjadi.

“Pendidikan Pancasila menjadi penting agar orang memiliki mental sehat, dengan ideologi milik sendiri, yaitu Pancasila,” katanya.

Pancasila dibutuhkan untuk diajarkan kepada anak-anak peserta didik agar mereka merasa memiliki Pancasila.

“Pendidikan lebih kreatif, lebih inovatif, dalam pengajaran Pancasila. Bagaimana membangun kesadaran Pancasila adalah miliknya, bukan milik pihak lainnya,” ujarnya.

Keberhasilan pendidikan adalah saat anak-anak dapat mengamalkan nilai Pancasila dalam tindakan. “Nilai kemanusiaan, kebangsaan, persatuan, akan dapat diamalkan oleh anak-anak secara langsung dan menjadi sebuah kebiasaan,” katanya.

Dalam penutupan, Romo Benny meminta guru-guru untuk melahirkan semangat Pancasila dalam hati anak-anak. Karena itu, peserta juga butuh untuk memahami dan mengamalkan nilai Pancasila untuk dapat menjadi teladan.

Wardani Sugianto menyatakan bahwa anak-anak memiliki nilai-nilai Pancasila yang terpancar dalam kehidupan sehari-hari mereka. Dengan menggunakan nilai-nilai seperti nilai kemandirian, kreatif, gotong-royong, dan kebhinekaan global.

“Semua nilai-nilai ini dibutuhkan. Kita harus kuat mengajarkan hal-hal ini, sehingga anak-anak dapat meneladaninya,” tutupnya. (Ryman)