Tugas Kita Semua Mengembalikan Keceriaan Olahraga Bukan Dukacita

oleh -
Benny Susetyo. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID – Pakar komunikasi politik, Antonius Benny Susetyo menyampaikan rasa belasungkawa atas tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Kecamatan Kepanjeng, Kabupateng Malang, pada Sabtu, 1 Oktober 2022. Ini menjadi tragedi dengan jumlah korban terbanyak dalam sejarah sepak bola Indonesia.

Dari pernyataan Kapolri Listyo Sigit Prabowo, Minggu, 2 Oktober 2022, korban meninggal akibat tragedi ini mencapai 125 orang, dan tercatat juga sebagai tragedi sepak bola kedua terbesar di dunia setelah Tragedi Estadio Nacional tahun 1964.

Sederet-sederet hal disebut-sebut sebagai penyebab timbulnya ratusan korban jiwa tersebut. Sejumlah pihak pun dituduh dan saling menuding saat publik meminta pertanggungjawaban atas tragedi ini.

“Saya berduka atas korban tragedi kemanusiaan ini. Ini tragedi yang menyebabkan nurani dan kemanusiaan terluka,” ujar Benny dalam siaran pers di Jakarta, Senin (3/1).

Benny menyesalkan terjadinya tragedi tersebut. Menurutnya, hal ini menunjukkan nilai sportivitas dan fair play yang tidak menjadi acuan dalam berpikir, bertindak dan berelasi para suporter bola.

“Seharusnya semua bisa dewasa dalam menerima kemenangan dan kekalahan. Menang dan kalah dalam pertandingan olahraga adalah sebuah dinamika dari olahraga yang akan selalu ditemui,” katanya.

Salah satu pendiri Setara Institute yang juga kelahiran Malang tersebut menyampaikan bahwa tragedi ini adalah sebuah cerminan bahwa kekerasan menjelma menjadi monstrer yang merusak kemanusiaan.

“Cerminan betapa kekerasan telah menjelma menjadi monster yang merusak peradaban kemanusiaan. Saat lingkaran tali persaudaraan diputus oleh kekerasan,” serunya.

Rohaniwan Katolik itu juga menyerukan diperlukannya upaya untuk mencegah hal serupa terjadi kembali.

“Edukasi nilai sportivitas kepada semua pihak, baik pemain, petugas, dan suporter sepak bola. Ini tanggung jawab kita semua untuk mengembalikan sepak bola sebagai olahraga yang membawa keceriaan bukan duka cita,” katanya.

Benny menyampaikan bahwa tidak lagi diperlukan saling tunjuk-menunjuk siapa yang salah, tetapi semua pihak saling introspeksi diri.

“Pengendalian diri, sistem pengamanan kegiatan dan pengendalian masa, serta manajemen penyelenggaraan acara dan tata kelola dalam menangani suporter sangat dibutuhkan. Tidak ada satupun pihak yang mau tragedi ini terjadi, jadi jangan lagi saling menyalahkan. Mari belajar dan kendalikan diri, agar tidak lagi terjadi hal seperti ini,” tandasnya.

Di kesempatan yang lain, Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM Mahfud MD sudah menegaskan bahwa tragedi tersebut tidak berkaitan dengan persaingan yang sengit antara Persebaya FC dan Arema FC yang bermain di Stadion Kanjuruhan malam naas tersebut.

“Perlu saya tegaskan bahwa tragedi Kanjuruhan ini bukan bentrok antarsuporter, karena suporter Persebaya tidak boleh ikut menonton,” serunya lewat akun instagram miliknya.

“Tidak ada korban karena penganiayaan suporter. Korban umumnya karena desak-desakan, saling himpit dan terinjak-injak, serta sesak napas,” jelas Mahfud.

Dia juga mengungkapkan bahwa aparat sebelumnya sudah mengusulkan agar pertandingan Aarema FC melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, agar dilaksanakan sore hari.

“Tapi usul-usul tersebut tidak dilakukan (Panitia). Pertandingan tetap dilanjutkan malam, dan tiket yang dicetak mencapai 42.000 tiket,” ujar Mahfud.

“Pemerintah menyesalkan atas tragedi ini dan akan menanganinya dengan baik,” tutupnya. ***