Ulama Dapat Berperan dalam Deteksi Dini Paham Radikalisme dan Kekerasan

oleh -
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (Sekjen MUI) Dr. H. Amirsyah Tambunan, M.A. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Terorisme selain sebagai aksi kekerasan, harus juga dipahami bahwa hal tersebut juga dapat mempengaruhi siapapun untuk melakukan tindakan kekerasan. Karena itu, upaya untuk mendeteksi rencana aksi hingga paham dan gerakan yang dapat mengfiltrasi masyarakat juga harus dilakukan. Maka diperlukan deteksi dini terhadap radikalisme dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat.

Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (Sekjen MUI) Dr. H. Amirsyah Tambunan, M.A, mengatakan terkait hal tersebut maka diperlukan juga peran ulama. Pertama, peran ulama dalam kehidupan beragama. Kedua, peran ulama untuk melindungi umat dari paham-paham tersebut.

”Ulama harus bisa mengajak umat agar senantiasa menjadikan Islam sebagai agama untuk mewujudkan Islam sebagai rahmat bagi sekalian alam dan bukannya mengedapankan kekerasan,” ujar Dr. H. Amirsyah Tambunan, M.A, di Jakarta, Rabu (27/01/2021).

Amirsyah juga menyebut bahwa ulama juga harus mengerti tentang pentingnya himayatul ummah dalam berbangsa dan bernegara. Sehingga menurutnya ketika ada suatu masalah pada bangsa ini, umat juga harus menjaga negara (himayatuddaulah). Ulama, menurutnya harus memberikan contoh kepada umat agar tidak sampai terpengaruh oleh paham ekstrimisme kekerasan.

”Ulama sebagai negarawan harus berdiri kokoh membela negara dengan istiqamah tanpa mempolitisi agama. Jadikan agama sebagai landasan dalam membangun politik Adiluhung, sehingga mewujudkan  negara yang aman dan damai jauh dari kekerasan,” tutur Amirsyah.

Pria kelahiran Padang Gala-Gala, 27 Mei 1963 ini juga menyampaikan bahwa sesuai dengan Pasal 29 UUD 1945, negara menjamin kemerdekaan tiap orang untuk memeluk agama masing-masing. Sehingga menurutnya, ulama sudah seharusnya bersinegri dengan umara.

Selain itu, katanya, Peraturan Presiden tentang Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Ekstrimisme berbasis kekerasan (RAN-PE) ini dikeluarkan demi kemaslahatan umat dan masyarakat pada umumnya.

”Karena negara harus melindungi dan menjaga agama dan setiap pemeluknya. Dan dalam beragama, para umat beragama harus juga mampu menjaga negara. Jadi agama harus menjadi landasan etika dalam berbangsa dan bernegara agar tidak terjadi radikalisme sekuler,” ucap Dosen Komunikasi dan Penyiaran Islam Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) itu.

Lebih lanjut, lulusan Pascasarjana Universita Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu juga menyebut bahwa ada tanggung jawab (masuliyah) baik dari umat beragama maupun aparat negara dan dalam menjalankan tanggung jawab tersebut  harus dilakukan secara bersamaan.

”Sehingga nantinya para ulama mampu memberikan nasehat kepada kepala negara dan aparat negara dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sesuai peraturan perundang-undangan,” jelas pria yang pernah menjadi Wakil Sekjen (Wasekjen) bidang Pendidikan dan Kaderisasi MUI ini.

Selain itu, pria yang juga aktif di Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah ini juga menyampaikan bahwa pemerintah sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945 yaitu harus mampu melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia. Oleh karena itu ia menyebut bahwa dengan adanya Perpres tersebut pemerintah jangan sampai melakukan abuse of power atau yang diluar kewenangannya.

”Maka antara ulama dan umara’ ini harus ada hubungan simbolis mutualisme demi mewujudkan trilogi kerukunan umat beragama. Dan semoga dengan adanya Perpres RAN-PE ini dapat semakin memperkuat hal tersebut,” ujar mantan Wasekjen bidang Informasi dan Komunikasi MUI ini. (Ryman)