Vivick Tjangkung Raih Doktor Komunikasi dari Universitas Sahid  

oleh -
Vivick Tjangkung meraih doktor Komunikasi dari Universitas Sahid. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Josephin Vivick Tjangkung (50) meraih gelar doktor Komunikasi dari Universitas Sahid, Jakarta hari ini, Rabu (7/4).

Hal itu setelah Vivick – panggilannya- berhasil mempertahankan disertasi dengan judul “Perubahan Pola Komunikasi Organisasi Polri Dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Sadar Narkoba Melalui Sistem Pelaporan Qlue (Studi Fenomenologi pada SAT RESNARKOBA POLRES Metro Jakarta Selatan)”.

Kasubbid Multimedia Bidang Humas Polda Metro Jaya ini mempertahankan disertatasinya di hadapan Direktur Pascasarjana Program Doktor Ilmu Komunikasi Universitas Sahid, Dr. Marlinda Irwanti Purnomo, M.Si selaku Ketua Sidang; Prof. Dr. Alo Liliweri, MS selaku Promotor, dan Dr. Mirza Ronda, M.Si selaku Co-Promotor. Sementara para pengujinya yakni Prof. Dr. Ahmad Sihabudin; Dr. Alexander Seran, MA; Dr. Udi Rusadi, MS.; Dr. Titi Widaningsih, M.Si; dan Dr. Rahtika Diana, M.Si selaku sekretaris sidang.

Dalam pemaparannya, perempuan kelahiran Ende Flores, Nusa Tenggara  Timur 15 Maret 1971 mengatakan, penyalahgunaan dan peredaran NARKOBA saat ini sudah menjadi permasalahan regional, nasional, bahkan internasional. Sampai sekarang permasalahan NARKOBA tidak pernah ada habisnya.

“Peredaran NARKOBA ibarat rantai ekosistem yang terus berputar dan tidak diketahui akarnya. Bahkan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menjadi sasaran potensial bagi peredaran NARKOBA untuk tetap hidup terlebih ditunjang perkembangan teknologi yang semakin meningkat,” ujarnya.

Kejahatan NARKOBA merupakan kejahatan serius yang bersifat lintas negara (transnational crime), kejahatan terorganisir (organized crime), yang dapat menimpa dan mengancam setiap negara dan bangsa serta dapat mengakibatkan dampak buruk yang sangat masif. Oleh karena itu Indonesia menetapkan kejahatan narkotika sebagai kejahatan luar biasa dengan ancaman hukuman mati bagi pengedarnya.

Alumnus Pendidikan S1 di Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) jurusan Ilmu Komunikasi yang lulus tahun 1998 ini mengatakan, penelitian tersebut berfokus pada organisasi kepolisian yang melakukan persuasi kepada masyarakat agar memaksimalkan peranan media baru untuk bersama-sama membangun masyarakat anti NARKOBA.

Unsur persuasif yang diperankan oleh aparat POLRI adalah mendorong masyarakat dan seluruh stakeholder di lapangan agar berpartisipasi secara aktif dalam memerangi segala bentuk penyalahgunaan NARKOBA di tengah masyarakat.

“Jika sebelumnya POLRI hanya mengandalkan laporan lisan/verbal dengan menggunakan media komunikasi konvensional maka di era revolusi teknologi baru POLRI menerapkan pola komunikasi organisasi dengan menyesuaikan situasi dan kondisi baru. Termasuk di sini POLRI juga memaksimalkan pelayanan publik termasuk dalam penanganan penyalahgunaan NARKOBA dari analog ke digital yaitu berbasis media baru,” ujar alumus pendidikan S2 di Universitas Mercu Buana jurusan Ilmu Komunikasi lulus tahun 2010 itu.

Pada era revolusi teknologi informasi POLRI bersama masyarakat perlu membangun persepsi yang sama mengenai digitalisasi informasi untuk kepentingan bersama. POLRI tidak dapat berkerja sendiri mengandalkan sumber daya yang ada. POLRI, katanya, membutuhkan masyarakat sebagai mitra utama untuk membentuk perilaku antinarkoba.

Anggota Polri yang terangkat namanya saat peristiwa penangkapan Zarima dalam Kasus Narkotika Bersama Tim tahun 1996 di Houston USA itu mengatakan, berdasarkan penelusuran studi terdahulu maka dia berkesimpulan bahwa masyarakat adalah pihak yang mudah dilibatkan dalam menjaga ketertiban dan keamanan bersama.

“Pihak yang paling menentukan untuk membangun partnership yang harmonis termasuk dalam memberantas penyalahgunaan NARKOBA adalah POLRI. Namun upaya berat ini tidak mungkin terwujud tanpa peran serta dan partisipasi masyarakat. Satu hal yang harus disadari bahwa dinamika masyarakat kian cepat sehingga mendorong POLRI meningkatkan profesionalisme dan sinerginya dengan masyarakat,” ujar pembuat Program Lapor Narkoba melalui Aplikasi Qlue untuk Masyarakat DKI Jakarta tahun 2016 ini.

Hasil Penelitian

Vivick, yang memulai karir sebagai Wakasat Narkoba Polres Metro Jaksel Polda Metro Jaya ini, mengatakan bahwa cara penanganan model lama dalam mengatasi NARKOBA membutuhkan banyak personel POLRI, biaya yang besar dan waktu penanganan yang lama.

Karena itu, seiring perkembangan teknologi umumnya dan revolusi teknologi informasi yang didukung oleh kehadiran media baru, SAT RESNARKOBA POLRES Metro Jakarta Selatan pun berinovasi berbasis IT.

POLRI, katanya, membangun pola komunikasi organisasi dan komunikasi antarpribadi degan masyarakat.

Keputusan menerapkan pola komunikasi analog menjadi komunikasi digital yaitu dari komunikasi konvensional ke komunikasi digital itu, katanya, memiliki banyak benefit dan keunggulan serta berkonsekuensi kepada pengurangan jumlah personel POLRI, kecepatan respons dan viliditas pesan serta penanganan real time.

“Kuncinya tetap pada POLRI yang proaktif membangun jembatan komunikasi yang menurut teori Elaboration Likelihood Model melibatkan jalur sentral dan peripheral,” ujar perempuan yang berhasil mengungkap sejumlah kasus Narkoba itu.

Untuk menarik respon masyarakat maka SAT RESNARKOBA POLRES Metro Jakarta Selatan lebih banyak menggunakan jalur periferal setelah mempertimbangkan perilaku masyarakat Jakarta Selatan.

“Pesan dibuat sedemikian sederhana dan menghibur masyarakat memanfaatkan even-even rutin yang melibatkan masyarakat banyak, dan ini sesuai dengan prinsip interpersonal diception theory dimana sender berusaha sedemikian rupa sehingga receiver dapat diyakini bahwa informasi atau pesan yang ditterima bukan informasi atau kabar bohong,” kata mantan Kasat Resnarkoba Polresta Depok Polda Metro Jaya ini.

Perkembangan teknologi yang memudahkan komunikasi antar manusia juga telah menyentuh institusi kepolisian. Patut diakui bahwa adopsi inovasi berbasis IT telah membantu kinerja POLRI dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, tidak terkecuali dalam penanganan penyalahgunaan Nakoba.

Perbandingan benefit yang didapat dari pola komunikasi baru dengan pola lama, katanya, diharapkan membawa situasi dan kondisi yang lebih manusiawi dalam penanganan narkoba.

Karena itu, mantan Kasat Resnarkoba Polres Metro Jaksel Polda Metro Jaya ini menegaskan bahwa POLRI dalam hal ini POLRES Metro Jakarta Selatan memberikan sebuah temuan baru bahwa mengajak masyarakat untuk berpartisipasi berbasis aplikasi membuahkan hasil yang menggembirakan.

Dikatakannya, pendekatan lama yang dijalani POLRI guna membangun partisipasi masyarakat untuk membangun masyarakat antinarkoba belum menggunakan aplikasi berbasis IT.

“Kini POLRES Metro Jakarta Selatan boleh berbangga karena model komunikasi persuasif baru berbasis aplikasi Qlue telah membawa perubahan dimana masyarakat sadar dan terwujud kerelaan mengoperasikan aplikasi Qlue untuk setiap bentuk penyalahgunaan narkoba di Jakarta Selatan,” urai pembuat aplikasi pelaporan Narkoba lewat aplikasi Qlue  tahun 2018 berupa Pin Emas tersebut.

Mantan Penyidik Madya 1 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya ini mengatakan bahwa teknologi digital yang dalam penelitian ini mengambil Aplikasi Qlue sebagai medium komunikasi, turut memperkuat pelayanan publik POLRI dan memungkinkan terbentuknya citizen control.

“Penelitian ini dapat memperkuat peran POLRI dalam menjalankan ide Virtual Police yang sedang dikembangkan saat ini,” ujar Pembina Yayasan Bakti Pertiwi Negeri yang bergerak masalah penyalahguna narkoba tahun 2021 ini.

“Dapat disimpulkan bahwa POLRI tengah berubah dalam pola persuasi kepada masyarakat, memanfaatkan media baru yang lebih humanis dan murah tetapi menghasilkan impact yang besar. POLRI diharapkan tetap mengembangkan inovasi baru dalam pelayanan kepada masyarakat khususnya dalam membentuk perilaku antinarkoba,” ujar penulis buku “Melawan Teror Narkoba 8 Penjuru” yang di terbitkan oleh Grasindo tahun 2019. (Ryman)