Warga Negara yang Tidak Setia pada Pancasila Harus Kehilangan Hak Pilih

oleh -
Wakil Ketua Badan Advokasi Hukum (BAHU) Partai Nasdem, Hermawi Taslim. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Badan Advokasi Hukum (BAHU) DPP Partai Nasdem menegaskan, kesetiaan terhadap Pancasila adalah pertama dan utama bagi warga negara Indonesia.

Hal ini mengingat Pancasila tidak hanya sebagai dasar negara ataupun falsafah hidup bangsa saja, tetapi Pancasila adalah ideologi negara. Siapapun yang tidak setia terhadap Pancasila harus merelakan dirinya untuk kehilangan hak sebagai warga negara Indonesia termasuk hak untuk memilih ataupun dipilih dalam pemilu yang berlangsung.

Demikian penegasan yang disampaikan Wakil Ketua BAHU, Hermawi Taslim kepada media, Senin (01/02/2021). Karena pemahaman tersebut, BAHU DPP Partai Nasdem mendukung draf RUU tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu dan Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pilkada ( RUU Pemilu ) yang  menghapus hak elektoral untuk memilih maupun dipilih bagi eks anggota ormas yang dilarang oleh negara.

Menurut Taslim, penghapusan hak konsitusional tersebut merupakan konsekuensi logis dari sikap penolakan para ormas dan anggota  terhadap Pancasila.

Dikatakannya, adalah hal penting disadari oleh seluruh warga negara bahwa Pancasila merupakan dasar negara dan sekaligus ideologi negara yang merupakan landasan konsitusional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Saya mendukung pernyataan Sekretaris Fraksi Nasdem di DPR-RI, Saan Mustopa, yang menegaskan wacana pelarangan terhadap para eks ormas yang dilarang oleh negara seperti anggota FPI dan HTI. Pelarangan tersebut tidak hanya berlaku bagi organisasi FPI – Front Pembela Islam ataupun HTI – Hizbut Tahrir Indonesia, tetapi terhadap semua organisasi dan individu yang tidak mau mengakui Pancasila,” ujar Taslim yang juga Wakil Ketum Persaudaraan Penasehat Hukum Indonesia (PERADI PERGERAKAN).

Menurut Taslim, melihat apa yang terjadi dalam beberapa tahun belakangan, pemerintah dan bangsa Indonesia harus belajar dari pengalaman yang lalu. Pembiaran atas tumbuh suburnya ideologi atau nilai lain selain Pancasila menempatkan negara dalam keadaan terpecah belah.

Dia menegaskan bahwa ancaman konflik horisontal yang berbasiskan pada perbedaan ideologi disebabkan oleh pembiaran oleh pemerintah sebelum ini. Karena muncul sikap pembiaran itu, nilai-nilai yang menolak Pancasila akhirnya tumbuh subur dan masuk di berbagai sendi kehidupan bermasyakarat, berbangsa dan bernegara.

“Kita bisa melakukan tracking atas apa yang terjadi dan bagaimana sikap antiPancasila dengan gagahnya tumbuh dalam masyarakat. Siapa saja yang melakukan pembiaran dapat ditemukan dengan mudah kalau kita melihat di internet. Semoga ini menjadi pelajaran yang baik buat bangsa, negara, para pemimpin dan warga negaranya. Sangat disayangkan, sebagian masyarakat tidak pernah belajar dari pengalaman sejarah dan menjerumuskan diri untuk menolak Pancasila,” tegasnya.

Draf RUU Pemilu yang sedang dibahas oleh Komisi 2 DPR-RI saat ini menjadi perdebatan ramai di kalangan masyarakat. Hal ini terkait dengan pernyataan Saan Mustopa pada pekan lalu.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI ini menegaskan bahwa apa yang diatur dalam draf RUU Pemilu telah sesuai dengan konstitusi dan sifatnya normatif. Diuraikannya, siapa saja yang tidak mengakui ideologi dasar negara yakni Pancasila, tidak memiliki hak untuk dipilih sebagai perwakilan legislatif ataupun eksekutif.

Semua warga negara Indonesia, lanjut Saa Mustopa, tanpa terkecuali harus patuh dan setia dengan konstitusi. Jika ada pihak-pihak yang tidak mengakui Pancasila sebagai ideologi serta dasar negara dan  bahkan mau mengubah dasar negara tersebut, para penolak Pancasila itu tidak diberi kesempatan untuk mencalonkan diri baik di eksekutif ataupun legislatif. (Ryman)