Wasiat Rohani Mendiang Paus Emeritus Benediktus XVI: Berdirilah Teguh dalam Iman!

oleh -
Paus Emeritus Benediktus XVI. (Foto: Vaticannews)

JAKARTA, JENDELANASIONAL.ID- Mendiang Paus Emeritus Benediktus XVI ketika masih hidup pernah menulis sepucuk surat wasiat rohani. Wasiat rohani itu ditulisnya dalam Bahasa Jerman yang berjudul “Mein Geistliches Testament” atau Wasiat Rohani Saya.

Wasiat rohani itu dibagikan oleh Anggota Dewan Kepausan Dikasteri untuk Dialog Antar Umat Beragama di Takhta Suci Vatikan, Pastor Markus Solo Kewuta, SVD pada Selasa (3/1).

“Surat wasiat rohani itu ditulis Paus Benediktus XVI pada 26 Agustus 2006 atau setahun setelah resmi diangkat menjadi Pemimpin Gereja Katolik Sedunia,” ujar Padre Marco, sapaan Pater Markus Solo, dalam video yang diterjemahkannya dalam Bahasa Indonesia.

Berikut isi wasiat rohani Paus Emeritus Benediktus XVI tersebut.

Wasiat Rohani Saya

Di saat-saat akhir hidup ini, ketika saya melihat ke belakang selama beberapa dekade yang telah saya lalui, hal pertama yang saya lihat adalah betapa saya harus berterima kasih.

Di atas segalanya, saya berterima kasih kepada Tuhan, Pemberi segala anugerah yang baik, yang memberi saya hidup dan memimpin saya melewati banyak kesengsaraan, mengangkat saya kembali dan juga di saat saya hendak tergelincir.

Ia memberikan saya cahaya wajah-Nya berulang kali. Menengok ke belakang, saya melihat dan memahami bahwa bahkan jalan yang gelap dan sulit adalah keselamatan bagi saya dan bahwa di sana Dia membimbing saya dengan baik.

Saya ingin berterima kasih kepada orang tua saya, yang memberi saya hidup di masa-masa sulit dan dengan pengorbanan besar, memberi saya rumah yang indah dengan cinta mereka, yang bersinar sepanjang hari ibarat cahaya yang benderang hingga hari ini.

Iman ayah saya yang jelas mengajari kami anak-anaknya untuk percaya dan tegak berdiri sebagai penuntun di tengah semua pergelutan pengetahuan ilmiah saya. Kesalehan yang tulus dan kebaikan hati ibu tetap menjadi warisan yang tidak pernah cukup saya syukuri.

Kakak perempuan saya telah melayani saya tanpa pamrih dan dengan perhatian yang baik selama beberapa dekade. Saudara laki-laki saya berulang kali membuka jalan dengan penilaiannya yang mencerahkan, dengan tekadnya yang kuat dan dengan keceriaan hatinya. Tanpa tuntunan dan pendampingan mereka yang setia itu, saya tidak mungkin bisa menemukan jalan yang benar.

Saya berterima kasih kepada Tuhan dari lubuk hati saya untuk banyak sahabat, pria dan wanita, yang selalu ditempatkan-Nya di sisi saya. Untuk para mitra kerja di semua tahap perjalanan saya, untuk guru dan siswa yang Dia berikan kepada saya.

Saya dengan penuh syukur mempercayakan Anda semua pada kebaikan-Nya. Dan saya ingin berterima kasih kepada Tuhan atas tanah air saya yang indah di kaki pegunungan Alpen Bavaria, di mana saya diijinkan untuk berulang kali melihat kemuliaan Sang Pencipta sendiri yang bersinar.

Saya berterima kasih kepada orang-orang di Tanah Air saya karena telah mengizinkan saya mengalami keindahan iman mereka berulang kali. Saya berdoa agar negara kita tetap menjadi negara yang beriman dan saya meminta Anda, saudara-saudari yang terkasih: jangan biarkan diri Anda dijauhkan dari iman.

Akhirnya, saya berterima kasih kepada Tuhan atas semua hal indah yang saya alami di berbagai tahapan perjalanan saya, terutama di Roma dan Italia, yang telah menjadi Tanah Air kedua saya. Saya dengan tulus meminta maaf kepada siapa pun yang mungkin telah saya perlakukan secara tidak adil.

Apa yang saya katakan tadi kepada orang-orang sebangsa saya, ingin saya katakan juga kepada semua yang telah dipercayakan untuk pelayanan saya di dalam Gereja. Berdirilah teguh dalam iman! Janganlah biarkan dirimu dibingungkan!

Seringkali ilmu pengetahuan, di satu sisi ilmu alam, di sisi lain penelitian sejarah, terutama penafsiran Kitab Suci, memiliki pemikiran yang tak terbantahkan, yang bertentangan dengan iman Katolik. Saya telah menyaksikan perubahan-perubahan dalam ilmu alam dari jauh dan dapat melihat bagaimana kepastian-kepastian klise yang tampak melebur terhadap iman, terbukti sebenarnya bukan ilmu pengetahuan, melainkan hanya merupakan interpretasi filosofis yang nampak dekat dengan ilmu pengetahuan.

Seperti halnya iman, tentu saja, dalam dialog dengan ilmu pengetahuan alam, menemukan batas jangkauan pernyataannya dan dengan demikian belajar untuk lebih memahami hakikatnya. Selama 60 tahun sekarang saya telah mengikuti jalur teologi, khususnya juga studi Alkitab, dan dengan perubahan generasi saya telah melihat keruntuhan tesis-tesis yang tampaknya tak tergoyahkan yang ternyata hanyalah hipotesis belaka.

Generasi liberal seperti Harnack, Jülicher, dan lain-lain, generasi eksistensialis seperti Bultmann dan lain-lain dan generasi Marxis. Saya telah melihat dan terus melihat bagaimana nalar keimanan muncul kembali di tengah kusutan hipotesis. Yesus Kristus adalah benar-benar Jalan, Kebenaran, dan Hidup dan Gereja dengan segala kekurangannya, adalah benar-benar tubuh-Nya.

Akhirnya saya dengan rendah hati meminta: doakan saya agar Tuhan mengizinkan saya masuk ke rumah kekal, terlepas dari semua dosa dan kekurangan saya. Doa saya yang tulus, hari demi hari, ditujukan kepada semua orang yang dipercayakan kepada saya.

Benediktus Pontifex Primus ke-XVI.