Nyoblos Yukkk!!! Mau Pilih Siapa???

oleh -
Ferlansius Pangalila, adalah Direktur Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) Center. (Foto: Ist)

Oleh: Ferlansius Pangalila *)

Pemilihan umum itu adalah “Kesempatan untuk berbuat baik bagi sesama terlebih bagi rakyat”. Tidak ada topik lain selain soal kemaslahatan umum alias kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia yang terus dibicarakan bahkan didebatkan oleh semua pihak dalam perhelatan pesta demokrasi ini. Bahwa strategi sampai program kerja itu dipandang dari berbagai sudut yang berbeda tidak menjadi soal dan memang tidak perlu dipersoalkan, toh substansinya adalah perebutan kekuasaan secara legal dan damai demi kesejahteraan rakyat.

Pemilu 2019 nantinya, memang menjadi sejarah pertama bangsa Indonesia, karena untuk pertama kalinya suksesi kekuasaan legislatif dan eksekutif diselenggarakan dalam waktu yang bersamaan. Tentunya ini membawa keramaian tersendiri, seakan-akan yang paling penting adalah kekuasaan eksekutif saja, seakan pilpres jauh lebih penting dibandingkan pileg, tetapi hal ini wajar karena secara konstitusional (sejak amandemen UUD 1945) telah terjadi pergeseran dari distribution of power menuju ke separating of power walau masih dalam batas-batas tertentu.

Disisi lain, sistem pemerintahan presidenssiil menunjukan betapa besar dan menggiurkan kekuasaan presiden tersebut, maka tidak heran kampanye kali ini seakan menenggelamkan pamor dan popularitas peserta pemilu lainnya yakni partai politik dan perseorangan (caleg DPD). Walau perlu disadari bahwa kekuasaan presiden sekalipun adalah tidak tak terbatas. Terlepas dari meriahnya kampanye pilpres dan alasan logis diseputarannya, bahwa di republik ini masih ada kekuasaan lain yang sangat penting juga yakni kekuasaan legislatif dan yudikatif.

Peserta pemilu 2019 juga adalah perseorangan yakni calon DPD dan Partai Politik untuk calon DPR dan DPRD yang nantinya akan memegang kekuasaan legislatif. Oleh karena itu hendaknya kampanye tidak hanya dititikberatkan kepada siapa yang layak dicoblos untuk memimpin pemerintahan dan kepala negara. Tetapi juga perlu diperhatikan siapa yang layak dan sepantasnya dipilih/dicoblos untuk menguasai lembaga legislatif nantinya.

Penting untuk menentukan dengan bijak dan cerdas siapa yang akan kita pilih untuk menjadi wakil kita di lembaga legislatif, karena merekalah yang nantinya akan menjalankan fungsi legislasi, penganggaran dan bahkan pengawasan terhadap jalannya kekuasaan eksekutif yang dipimpin oleh Presiden. Secara demokrasi prosedural calon presiden saat ini adalah Jokowi dan Prabowo bersama pasangan mereka masing-masing, sudah pasti akan ada diantara mereka berdua yang akan menjadi presiden. Dengan tidak menafikan pentingnya pemilihan presiden, tetapi porsi kali ini juga harus diberikan secara adil kepada partai politik, artinya partai politik yang akan dicoblos harus layak dan sepantasnya.

Tugas, wewenang, fungsi dan bahkan kedudukan anggota legislatif yang merupakan representasi dari partai politik peserta pemilu yang sangat berpengaruh dalam jalannya pemerintahan republik Indonesia ini, sehingga pemilu 2019 menjadi kesempatan yang sangat bernilai bagi rakyat Indonesia sebagai pemilih untuk menentukan siapakah mereka-mereka yang layak memegang mandat kedaulatan rakyat melalui pemilihan umum ini.

Lantas siapakah yang sungguh layak dan sepantasnya untuk dipilih/dicoblos pada saat pemilihan umum 2019 nantinya? Ada beberapa pertimbangan penting yang dapat digunakan untuk menjadi acuan standard dalam menentukan siapa yang harus dipilih, adalah sebagai berikut:

 

  1. Menentukan Partai Politik

Secara aturan hukum, partai politik peserta pemilu harus mencapai minimal ambang batas parlemen atau parliamentary treshold sebesar 4% dari jumlah suara sah nasional. Ini artinya bahwa DPR RI hanya akan diduduki oleh Partai politik yang memperoleh suara sah minimal di tingkat nasional sebanyak 4% dari total suara sah nasional. Salah satu alasan ketentuan ini adalah agar pemerintahan presidensiil mendapat dukungan signifikan oleh parlemen.

Memang patokan yang sedikit dapat dipegang untuk menentukan partai apa yang layak dan sepantasnya untuk dipilih adalah hasil survey dari lembaga-lembaga terpercaya. Dari 16 Partai Politik peserta pemilu hanya beberapa partai politik saja yang diyakini berdasarkan hasil survey akan mencapai parliamentary treshold tersebut dan inipun masih didominasi oleh partai-partai lama. Namun bukan berarti bahwa partai baru tidak memiliki peluang untuk mencapai ambang batas tersebut, biarlah tanggal 17 April 2019 yang akan membuktikan hasil survey ini.

Sungguh sangat disayangkan apabila kita memilih partai politik yang tidak memenuhi ambang batas ini, suara kita akan dianggap tidak pernah ada alias hangus. Sehebat dan sebaik apapun calon legislatif yang kita pilih tidak akan pernah duduk sebagai anggota DPR RI apabila partai politik peserta pemilu yang dipakai sebagai kendaraanya secara nasional tidak mencapai 4%. Tragis bukan? Suara kita tidak akan dianggap ada kalau kita salah dan sia-sia memilih partai yang barangkali perhitungan secara logis tidak mungkin mencapai ambang batas ini. Silahkan membaca dan memperhitungkan secara logis bukan emosional berbagai hasil survey yang ada tersebut.

Selain masalah 4% ini, hal yang sangat penting untuk menjadi standard penilaian kita terhadap partai mana yang layak dan sepantasnya untuk dipilih adalah soal komitmen terhadap kebangsaan dan kemajemukan. Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ber- Bhineka Tunggal Ika.

Partai politik sebagai dapur yang memproduksi pemimpin bangsa dan negara mempunyai kewajiban untuk berkomitmen terhadap kebangsaan dan kemajemukan. Nilai-Nilai Kebangsaan (Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI) dan Kemajemukan (Bhineka) merupakan komitmen yang harus dibuktikan secara praksis dalam kegiatan-kegiatan partai politik, jika perlu ditegaskan dalam sistem kepartaian kita bahwa Pancasila adalah satu-satunya ideologi partai politik.

Pertanyaan lain yang paling sederhana adalah apakah partai politik tersebut mendukung keberagaman dengan memberikan kesempatan yang sama kepada semua orang yang berasal dari berbagai latar belakang agama untuk menduduki posisi apa saja walau paling tinggi sekalipun? Bagaimana sikap atau pandangan umum partai politik tersebut terhadap berbagai persoalan bangsa yang berkaitan dengan masalah kemajemukan suku, agama, ras dan antar golongan  (SARA) di Indonesia? Pertanyaan-pertanyaan ini sangat membantu untuk melakukan penilaian terhadap partai mana yang sungguh mempunyai komitmen kebangsaan dan kemajemukan untuk dipilih pada pemilu nanti.

Selanjutnya pertanyaan yang penting untuk diajukan adalah soal komitmen terhadap Demokrasi. Negara Indonesia adalah negara demokrasi bukan khilafah atau bentuk lainnya, oleh karena itu sikap totaliter dan bahkan cendrung diktatorian adalah nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai demokrasi itu sendiri. Partai politik peserta pemilu mestinya menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi ini, yang didalamnya antara lain penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).

Dalam menilai Partai Politik yang layak dan sepantasnya untuk dipilih, perhatikanlah soal ambang batas 4% ini, Partai politik mana yang memiliki komitmen kebangsaan dan kemajemukan serta partai politik mana yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan HAM? Bagaimana mengetahuinya? Lihat saja hasil survey dari berbagai lembaga terpercaya dan tentunya lihat juga track record partai politik tersebut, minimal 5 tahun terakhir ini.

Sedikit catatan kecil tetapi penting dalam melihat track record partai politik adalah melihat minimal pandangan atau sikap partai politik terhadap issue-issue mendasar mengenai nilai-nilai kebangsaan dan terlebih mengenai kemajemukan. Antara lain terhadap kasus-kasus HAM contoh kasus Ahmadiyah, kasus mengenai hak-hak kaum minoritas, sikap terhadap perda syariah atau juga sikap tegas terhadap persoalan eksistensi dan kedaulatan negara Indonesia. Jika semua jawaban adalah baik dan sesuai harapan, maka partai inilah yang layak dan sepantasnya untuk dipilih/dicoblos pada pemilu nanti.

 

  1. Memilih Calon Legislatif

Hal yang paling sederhana dalam memilih adalah memilih calon yang kita sudah kenal dengan baik yang tentunya juga harus memenuhi syarat utama yakni berkualitas, selain itu barangkali karena keluarga, tetangga, pertemanan dan atau karena berbagai faktor primordial lainnya.

Tetapi seperti kriteria diatas bahwa betapa sangat disayangkan apabila caleg yang kita pilih karena berbagai faktor tersebut ternyata berasal dari Partai Politik yang menjadi kendaraanya dalam Pemilu ini secara nasional tidak memenuhi ambang batas 4%. (Pemilu DPRD, ambang batas ini tidak berlaku).

Namun bukan berarti kriteria tadi menghalangi kita untuk tidak memilih orang yang sangat kita kenal apalagi berkualitas serta secara pribadi yang bersangkutan dekat dengan kita. Justru hal ini menjadi standard dalam penilaian kita untuk menentukan pilihan terbaik.

Sebaliknya, ternyata sama sekali tidak ada caleg yang kita kenal, baik pribadinya dan apalagi kualitasnya juga tidak menjadi alasan kita untuk tidak ikut serta dalam pemilihan umum. Cara satu-satunya adalah memilih atau mencoblos Partai Politik saja tanpa perlu mencoblos calon legislatifnya dengan terlebih dahulu melakukan ketentuan atau langkah-langkah seperti yang telah disampaikan di atas.

Dengan demikian memilih dengan cerdas dan bertanggungjawab adalah sikap terbaik dan bentuk tanggungjawab kita sebagai anak bangsa dan negara Indonesia. karena sikap GOLPUT atau memilih untuk tidak memilih pada pemilu nanti memang merupakan pilihan politik juga, tetapi GOLPUT adalah tidak bijak dan hanya merupakan bentuk pelarian dari tanggungjawab sebagai warga negara dalam berbangsa dan bernegara.

Sebenarnya memilih partai politik dengan calon legislatifnya yang terbaik merupakan langkah yang sama dalam memilih Presiden dan Wakil Presiden. Faktor-faktor penilaian yang dipaparkan diatas merupakan standard minimal dalam menentukan siapa dan partai apa yang akan kita pilih pada pemilu 2019 nanti.

Namun ini bukan berarti membatasi hak pilih siapapun juga, justru kami menghimbau siapaun kita yang telah memiliki hak pilih, marilah kita menggunakan hak pilih kita secara cerdas dan bertanggungjawab dengan tetap menggunakan hati yang murni sebagai acuan paling akurat dalam menentukan pilihan.

Selamat menilai!!!

*) Ferlansius Pangalila, adalah Direktur Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) Center.