Tangkal Intoleransi, Gereja Katolik Perlu Libatkan Generasi Milenial

oleh -
Forum Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI) Keuskupan Agung Jakarta
Forum Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI) Keuskupan Agung Jakarta (Foto : jendelanasional.com)

 

JAKARTA – Gereja Katolik perlu melibatkan seluruh umat, termasuk memberi kepercayaan pada orang muda (generasi milenial) guna menangkal isu intoleransi, SARA, dan informasi yang tidak terkontrol di media sosial.

Apalagi, pada saat yang bersamaan, Gereja Katolik belum menemukan “resep” yang tepat untuk menangkap fenomena generasi zaman now, dan metode yang digunakan untuk dapat bekerja sama dengan mereka dalam kehidupan bermasyarakat.

Pemikiran ini mengemuka dalam diskusi yang digelar oleh Forum Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI) Keuskupan Agung Jakarta dalam diskusi terbatas bertajuk “Komunikasi Generasi Millenia.

Diskusi yang diselenggarakan di Ruang Maria Yusuf, Gedung Yohanes Paroki Yohanes Penginjil-Blok B, Jl. Melawai Raya No. 196, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan ini menghadirkan  2 pembicara yaitu Andre Prodjo, CEO Meme Comic Indonesia dan Pencil Media, dan Dominique Nicky, Peneliti muda CSIS dan Ketua Departemen Kajian Strategis FMKI KAJ.

Dominique Nicky memaparkan kondisi masyarakat saat ini sudah memasuki situasi new normal (normal yang baru). Namun, situasi normal yang baru ini, katanya, berisi sejumlah hal yang memecah belah dan kontradiktif, termasuk kondisi yang berubah-ubah (volatile), tidak bisa diprediksi (uncertainty), kompleks (complexity), dan ambigu (ambiguity).

“Salah satu contohnya yaitu hoaks yang saat ini mudah dianggap sebagai suatu kebenaran,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Nicky juga menambahkan data mengenai pandangan generasi millenial terhadap situasi sosial politik di Indonesia.

Forum Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI) Keuskupan Agung Jakarta
(Diskusi FMKI Keuskupan Agung Jakarta, Foto : Jendelanasional.com)

Sementara itu, Andre Prodjo menjelaskan bahwa internet adalah salah satu “senjata” yang dapat digunakan oleh generasi millenial untuk terlibat aktif dalam memproduksi konten-konten positif. Generasi millenial memiliki kekuatan dan informasi yang sangat luas di dunia digital.

Namun, saat ini generasi millenial belum siap untuk menggunakan “senjata” tersebut. Selain itu, Andre juga memaparkan mengenai katakter generasi millenial serta tips-tips untuk mendekati dan menarik generasi millenial.

“Millenial memiliki bahasa slang sendiri yang berubah-ubah. Mereka suka akan sesuatu yang unik, tidak normal, dan berkarakter. Mereka senang terlibat dalam suatu kegiatan atau pengalaman yang memiliki cerita atau makna, mudah dimengerti, serta menyenangkan,” papar Andre.

Diskusi tersebut dihadiri perwakilan dari berbagai kelompok, ormas, dan komunitas yang dalam kegiatannya sering melibatkan generasi millenial dalam kegiatan sosial, kebangsaan, dan politik.

Diskusi juga diselingi sharing pengalaman serta pandangan peserta ketika berhadapan dengan generasi millenial.

Semua peserta sepakat bahwa generasi millenial membutuhkan komunitas sebagai sarana pengaktualisasian diri. Dengan bergabung dalam komunitas, karya mereka dapat diakui dan diwadahi.

Ketua Umum FMKI KAJ Yulius Setiarto mengharapkan diskusi tersebut bermanfaat bagi pembentukan karakter dan pendekatan yang tepat terhadap generasi milenial.

“Semoga para peserta yang dalam kegiatan komunitasnya bersinggungan dengan generasi millenial dapat memiliki gambaran karakter generasi millenilal serta bagaimana cara untuk berkomunikasi secara efektif dengan mereka,” ujar Yulius.