Airlangga Hartarto Figur Tepat Menggantikan Setya Novanto

oleh -
Calon kuat Ketum Golkar, Airlangga Hartarto

JAKARTA-Partai Golkar harus segera menetapkan dan mendeklarasikan sosok Ketum dan Sekjen Golkar pasca Setya Novanto-Idrus Marcham (IM). Pasalnya, mempertahankan posisi Setnov menjadi beban bagi partai beringin.

Direktur Eksekutif EmrusCorner, Emrus Sihombing duet yang tepat untuk menggantikan Setnov-IM adalah pasangan Airlangga Hartarto (AH) dan Ahmad Doli Kurnia (ADK).

Ketum dan Sekjen Golkar ke depan, harus sosok yang mampu merangkul sekaligus mempersatukan semua faksi di internal Golkar.

“Pasca penetapan SN sebagai tersangka untuk kali kedua menjadi momentum bagi Golkar harus berbenah diri lebih cepat lebih baik. Harus berpacu dengan waktu. Politik itu juga menyangkut timing. Sekarang atau tidak sama sekali,” terangnya.

Menurutnya, Ketum Golkar yang baru harus mampu menjalin komunikasi politik dengan pemerintahan Jokowi. Sebab, Golkar sudah mendeklarasikan mendukung pemerintahan Jokowi. Bahkan telah menyatakan mengusung dan memenangkan Jokowi menjadi Capres pada Pilpred 2019.

“Menurut saya, sosok pemimpin Golkar pasca SN-IM yang paling mendekati, ada pada AH. AH yang saat ini menjadi menteri bisa sebagai Ketum Golkar dan ADK sebagai Sekjen Golkar, yang selama ini menggelorakan gerakan moral untuk perubahan di internal Golkar,” terangnya.

Bila melihat kilas balik jelasnya konflik internal Golkar ibarat api dalam sekam.

Konflik internal ini menghasilkan kepengurusan ganda, Aburizal Bakrie (ARB) – Idrus Marham (IM) dan Agung Laksono (AL)-Zainudin Amali (ZA). Kemudian, terjadi Munaslub menetapkan kepengurusan SN-IM, sebagai Ketum dan Sekjen. Karena itu, tak terhindarkan di internal Golkar muncul setidaknya tiga faksi arus utama.

“Belum lagi ada faksi dan atau sub faksi atas dasar pengaruh dari tokoh-tokoh senior, seperti JK, AT, AL, LBP dan ARB,” terangnya.

Sebenarnya terangnya, duet kepengurusan SN-IM ini bisa menyatukan Golkar. Namun, gejolak politik di internal Golkar terus berlangsung di tengah wacana SN terkait dengan kasus E-KTP. Bahkan SN pun menjadi tersangka yang berujung proses praperadilan yang memenangkan SN dari status tersangka.

Gejolak politik di internal Golkar terus terjadi pada kepemimpinan SN-IM. Bahkan pecat memecatpun dilakukan seperti yang terjadi pada kepengurusan sebelumnya. Karena itulah, persepsi publik terhadap partai ini pun sangat tidak produktif.

“Di tengah SN menjadi tersangka kali kedua ini, secara teoritis, ini akan menjadi beban bagi Golkar dan juga bagi SN sendiri untuk mengikuti proses hukum selanjutanya,” ulasnya.

Melihat beban berat ini, Golkar sebagai lembaga partai politik yang lebih “dewasa” dengan kader yang mumpuni, sudah waktunya Golkar mengambil garis tegas, terutama bagaimana menyelamatkan Golkar dari kekuatan dan kepentingan politik seseorang atau dari sekelompok yang sangat sedikit di Golkar itu sendiri.

“Intinya, jangan sandera Golkar pada persaingan Pilkada 2018 dan Pileg serta Pilpres 2019 dan kerja-kerja politik untuk kepentingan bangsa dan negara.

Untuk itulah, seseorang yang merasa menjadi beban politik bagi Golkar, sebaiknya mengambil sikap legowo untuk mundur dari sentral kekuasaan di tubuh Golkar. Lebih cepat lebih baik,” pungkasnya.