Belum Diikuti Semua Perusahaan, BPJSTK Masih Jauh dari Sukses

oleh -
Direktur Jaminan Sosial, Ditjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI) dan Jamsos, Wahyu Widodo dalam acara Sarasehan Masalah Ketenagakerjaan dan Rapat Kerja Forum Wartawan Ketenagakerjaan (Forwarker) – Persatuan Wartawan Ketenagakerjaan Indonesia (PWKI) di Ciloto, Jawa Barat, Sabtu (23/3/2019). (Foto: Ist)

Ciloto, JENDELANASIONAL.ID —- Penyelenggaraan jaminan sosial yang diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJSTK) masih jauh dari sukses. Pasalnya, sampai ini masih sangat banyak perusahaan yang belum mengikutsertakan karyawan atau buruhnya untuk menjadi peserta BPJSTK.

Hal itu dikatakan Direktur Jaminan Sosial, Ditjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI) dan Jamsos, Wahyu Widodo dalam acara Sarasehan Masalah Ketenagakerjaan dan Rapat Kerja Forum Wartawan Ketenagakerjaan (Forwarker) – Persatuan Wartawan Ketenagakerjaan Indonesia (PWKI) di Ciloto, Jawa Barat, Sabtu (23/3/2019).

Wahyu Widodo mengatakan, permasalahan lain kenapa dikatakan penyelenggaraan jaminan sosial yang diselenggarakan BPJSTK belum sukses karena sampai saat ini masih banyak perusahaan yang hanya mengikutsertakan sebagian dari seluruh karyawannya dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan.

Padahal, kata Wahyu Widodo, jaminan sosial merupakan hak seluruh warga Indonesia yang diatur dalam Pasal 34 ayat (2) UUD 1945, yang berbunyi, ”Negara mengembangkan sistem jaringan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”.

Amanat Pasal 34 ayat (2) UUD 1945 itu kemudian tertuang dalam UU 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

UU 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam pertimbangannya menyatakan bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhana dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur.

Selain itu, untuk memberikan jaminan sosial yang menyeluruh, negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional bagi seluruh rakyat Indonesia.

BPJS terdiri dari dua jenis yakni BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. Menurut Wahyu Widodo penyelenggaraan jaminan sosial yang diselenggarakan dua BPJS itu jauh dari sukses.

Wahyu lebih menyoroti BPJSTK. Ia mengatakan, sampai saat ini anggota BPJSTK sebanyak 29 juta orang. Jumlah ini pun karena termasuk tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri.

Walaupun demikian, kata Wahyu Widodo, saat ini BPJSTK menyelenggarakan pelatihan vokasi. “Ini program pilot project dengan anggarakan Rp 294 miliar,” kata Wahyu Widodo.

Sedangkan pengamat ketenagakerjaan, Timboel Siregar mengatakan, belum majunya penyelenggarakan jaminan sosial yang diselenggarakan BPJSTK karena pengawasan ketenagakerjaan tidak jalan. “Keberadaan Ditjen Pengawas Ketenagakerjaan di Kemnaker sepertinya kurang berfungsi,” kata dia.

Sebelumnya pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio menilai penerapan sistem jaminan sosial di Indonesia masih kalah jauh dibanding negara lain, seperti Singapura dan Jerman. Penyebabnya karena kondisi keuangan negara yang berbeda ditopang penerimaan pajak yang memadai.

“Di Singapura dan Jerman punya jaminan sosial yang baik. Untuk pengangguran saja ditanggung 30-40%, karena sistem perpajakannya bagus. Di kita susah, wong pegawai pajaknya saja nilep duit pajak, antara wajib pajak dan pegawai pajak tidak ada trust,” jelas Agus.

Ia menilai, sistem perpajakan di Indonesia sangat rumit sehingga wajib pajak malas menghitung sendiri setoran pajaknya. Parahnya lagi, budaya kerja pegawai pajak yang merugikan masyarakat atau wajib pajak. (Ryman)