Gunakan Pendekatan Militeristik, Viktus Murin Kecam Insiden Besipae, NTT

oleh -
Tenaga Ahli Ketua MPR RI Viktus Murin. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Tenaga Ahli Ketua MPR RI Viktus Murin menyesalkan dan mengecam insiden berindikasi kekerasan dan tendensi teror psikologis berupa bunyi tembakan senjata di tengah-tengah sekelompok warga Besipae, Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) Nusa Tenggara Timur, yang berupaya mempertahankan tanah ulayat mereka.

Viktus memastikan insiden Besipae sebagai suatu peristiwa yang tidak mengenakkan dalam suasana momentum HUT ke-75 Kemerdekaan RI itu, turut menjadi perhatian serius dari Ketua MPR RI Bambang Soesatyo yang populer atau akrab disapa Bamsoet.

“Peristiwa Besipae telah diketahui oleh Pak Bamsoet. Beliau selalu memiliki atensi humanis yang kuat terhadap permasalahan rakyat, apalagi masalah yang menyangkut hajat hidup rakyat seperti tempat tinggal atau tempat kediaman rakyat,” ujar Viktus, Rabu malam 19/8/2020 melalui ponselnya.

Portal berita Pos Kupang.com (kupang.tribunnews) pada 19 Agustus 2020 memberitakan adanya penembakan di lokasi sengketa tanah yang oleh warga Besipae diyakini telah menjadi tanah ulayat atau tanah berstatus adat. Portal berita kupang.tribunnews menurunkan berita tersebut, mengutip pernyataan Front Mahasiswa Nasional (FMN), dalam judul mencolok, “FMN: Letusan Senjata Api Menjadi Musik Kemerdekaan di Besipae”.

Viktus yang juga mantan wartawan generasi perdana koran Pos Kupang pada era awal berdirinya koran harian pertama di NTT tahun 1992 ini menyatakan, pola kekerasan psikologis, apalagi menggunakan senjata yang dibiayai oleh pajak rakyat, selain merupakan hal yang tidak patut, juga menjadi tindakan melukai hati rakyat.

Sekjen Presidium Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) periode 1999-2002 dan Sekretaris GMNI Cabang Kupang 1993-1996 itu menegaskan, di tengah zaman moderen yang berkeadaban demokrasi, semestinya otoritas kekuasaan di Propinsi Nusa Tenggara Timur selalu mengutamakan pendekatan persuasif-komunikasi, dan bukannya dengan pendekatan bernuansa militeristik yang bernuansa kolot dari perspektif budaya demokrasi.

“Kita tentu sangat prihatin dengan insiden Besipae. Apabila dicermati, tidak hanya soal Besipae, dalam cukup banyak kasus yang berkorelasi dengan pola relasi komunikasi diantara para penguasa dan rakyat sebagai pemberi mandat kekuasaan, para penguasa di Nusa Tenggara Timur seperti sedang berjalan mundur ke zaman kegelapan demokrasi,” kecam Viktus, aktivis mahasiswa angkatan 1998, yang juga mantan Wakil Sekjen DPP Partai Golkar hasil Munaslub Jakarta tahun 2017.

Mantan Tenaga Ahli Menpora RI (2004-2009) pada era Adhyaksa Dault itu mengapresiasi kepatuhan pada hukum yang telah ditunjukkan oleh warga Besipae, dengan melaporkan kejadian kekerasan disertai pengrusakan itu kepada Polda NTT, sebagai ikhtiar untuk mendapatkan keadilan hukum.

Seperti diketahui, telah beredar di media sosial copy surat laporan korban insiden Besipae yang dimediasi oleh kuasa hukum Ahmad Bumi. Ahmad Bumi menganggap aparat keamanan telah bertindak represif sehingga layak untuk diadukan secara hukum. Sedangkan otoritas kepolisian setempat yakni Polres TTS menganggap tembakan senjata berpeluru karet itu merupakan upaya shock therapy kepada warga.

Terkini, beredar video bertendensi kekerasan di tengah warga Besipae. Terlihat ada petugas keamanan yang meletuskan senjata dengan peluru karet ke arah tanah, namun di sekitarnya ada warga duduk berkerumun yang umumnya perempuan dan anak-anak. Terdengar pula bunyi tembakan dari sisi lain kerumunan warga. Dalam video itu, terdengar jelas ada suara seorang perempuan yang berteriak-teriak menyebut nama “Tuhan Yesus”.

Menanggapi video tersebut, Viktus mengatakan, harusnya aparat bisa berkomunikasi karena kondisi warga di sekitar aparat tidak menunjukkan indikasi gerakan berpotensi anarkis.

“Negara kita adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan, bukan pula negara agama. Tetapi, apabila dalam suatu peristiwa sebagaimana insiden Besipae, apabila ada orang-orang kecil yang tidak berdaya telah berteriak-teriak pasrah memanggil-manggil nama Tuhan, itu pertanda nyata bahwa hukum negara sedang tidak berfungsi menunjukkan rasa keadilan akibat salah kelola kekuasaan,” pungkas Viktus, satu dari 21 orang penerima anugerah “Tokoh Kristiani Tahun 2018 Pilihan Majalah Narwastu”. (Ryman)