IGJ: Perpres TKDN Harus Jadi Kekuatan Posisi Runding Indonesia- UE

oleh -
Direktur Eksekutif IGJ, Rachmi Hertanti

JAKARTA-Indonesia for Global Justice (IGJ) mendukung langkah Pemerintah Indonesia membuat Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN). Perppres ini diharapkan menjadi kekuatan posisi runding Indonesia dengan Uni Eropa (UE).

Saat ini, Pemerintah Indonesia sedang menyusun Peraturan presiden tentang TKDN guna mendorong pemanfaatan potensi dalam negeri serta untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor.

Direktur Eksekutif IGJ, Rachmi Hertanti, menyatakan Perpres ini adalah langkah tepat yang dilakukan Pemerintah Indonesia dalam rangka memperkuat daya saing industry nasional guna menjadi pemain dalam Global Value Chains.

“Kebijakan ini sangat strategis bagi pembangunan industry nasional dan akan memberikan efek domino yang cukup besar bagi perekonomian nasional. Sehingga, Indonesia semakin berpeluang menjadi pemain aktif dalam agenda Global Value Chains,” ujar Rachmi.

Namun, Rachmi mengingatkan Pemerintah agar kebijakan TKDN ini jangan sampai kandas ditengah jalan. Hal ini dikarenakan, perundingan Indonesia di berbagai kerjasama perdagangan internasional, khususnya dalam EU CEPA dan RCEP. Pasalnya, Perjanjian perdagangan bebas melarang ketentuan kewajiban TKDN.

Menurut IGJ, berkaca pada pengalaman Vietnam yang menandatangani CEPA dengan EU, bahwa bab investasi Vietnam-EU CEPA, khususnya aturan tentang Performance Requirements melarang Negara untuk mensyaratkan atau mewajibkan konten lokal dalam sebuah investasi atau sektor industry tertentu.

Begitu pun dalam Scooping Paper Indonesia-EU CEPA juga disebutkan bahwa coverage aturan Investasi perlu mempertimbangkan penerapan tentang ketentuan Performance Requirements yang melarang adanya kewajiban konten lokal.

Rachmi menambahkan, selama ini di dalam forum perdagangan multilateral, EU selalu menyuarakan negative terhadap kebijakan investasi Indonesia, khususnya terkait dengan kebijakan TKDN yang diterapkan baik dalam sector elektronik, telekomunikasi, sector tambang, migas, dan listrik, maupun sector retail. “EU menganggap bahwa kebijakan ini menjadi non-tarrif barriers dalam perdagangan dan merugikan investornya,” imbuhnya.

Dalam putaran perundingan ke-3 Indonesia-EU CEPA yang akan berlangsung 10-17 September 2017, di Brusels, Rachmi meminta agar kebijakan TKDN harus menjadi kekuatan posisi runding Indonesia.

“Pemerintah Indonesia harus konsisten dalam menerapkan kebijakan TKDN ini. Jangan sampai, hanya karena EU CEPA kebiijakan ini harus dibatalkan. Justru seharusnya, Kebijakan TKDN ini harus menjadi posisi runding yang kuat bagi Indonesia terhadap Uni Eropa, sehingga kerjasama ini dapat membuka ruang bagi pertumbuhan industry nasional, bukan kembali mengkerdilkan atau bahkan mematikan Industri nasional akibat pembukaan akses barang impor diseluruh aktivitas ekonomi,” tegas Rachmi.