Keagungan Budaya Dalam Dieng Culture Festival

oleh -
Kirab Budaya Dieng

DIENG-Pengunjung Dieng Culture Festival  (DCF) 2017 disuguhi 17 kesenian asli Dieng dalam pertunjukan Kirab Budaya, Sabtu (5/8).

Pertunjukan tersebut dilakukan di dua lokasi panggung dalam kompleks Candi Arjuna. Koordinator Bidang Kesenian DCF, Yuna, mengatakan bahwa kesepuluh kesenian tradisional itu terbagi menjadi tiga kategori, yakni sendratari, pagelaran musik tardisional, hingga seni bela diri.

Kesenian tradisional yang sedianya ditampilkan antara lain Tari Topeng Karangsari, Tari Lengganis, Tari Wakayu, Tari Gendek, Tari Gobyok Jaranan, Tari Topeng Ireng, Tari Lengger Sriwidodo, Sri Aji Senggani, Anggok Dieng Wetan, Cepin Tambak Sari Sidengok, Kubro Siswo Kejajar.

“Malamnya akan ada sendratari anak gembel, intinya tentang kisah legenda asal muasal anak gembel,” kata Yuna.

Selain tari, ada seni bela diri Rampak Yakso dan Rodhad Siglagah. Drama Kuda Kepang Condong dan Panji Cakil juga meramaikan agenda parade budaya Dieng.

“Seni musik tradisional gamelan menjadi pengiring, juga ada musik Kecapi Banjarnegara,” ujarnya.

Krisis kader muda seperti yang terjadi pada daerah lain, ternyata juga memengaruhi nasib kearifan lokal Dieng yang seakan telah memasuki masa senja. Salah satu penyebabnya yakni, minat pemuda Dieng yang semakin surut untuk melesatrikan budaya kesenian setempat.

Hal ini diungkapkan oleh ketua kelompok sanggar tari Kecamatan Kejajar, Sugiyo Ma’rifat (38). Menurutnya, perlu strategi dalam pengkaderan seniman muda, diantaranya yakni memainkan isu.

“Jadi saya janjikan ketika ada pemuda yang mau ilmu pengasih dan kebal, harus belajar tari Kubro Siswo dulu,” katanya.

Walaupun menyertakan klenik, sepanjang pengalamannya, cara ini dinilai jitu dan memiliki pengaruh beruntun yang positif.

“Ilmu kebatinan kan punya pantangan, kebanyakan yang negatif-negatif seperti mabuk-mabukan dan zina, jadi lebih baik lah kelakuannya,” ujarnya.

Terkait dengan makna tarian, Kubro Siswo adalah tarian magis yang menceritakan perjuangan Kiai Kolodete saat membuka tanah perdikan di Dieng. Ada beberapa karakter antagonis seperti Buto, Macan, Banteng dari bangsa lelembut.

“Di akhir tarian, ada anak-anak kecil menari sebagai simbol perayaan atas kemenangan Kiai Kolodete melawan bangsa lelembut Dieng,” pungkasnya.

 

Sumber: kompas.com