Konfernas Umat Katolik, Momentum Kembali ke Konsesus Bangsa

oleh -
Ilustrasi: Photo/Paus Fransiskus

JAKARTA-Umat Katolik Indonesia menggelar Konferensi Nasional (Konfernas) guna mempertegas kembali bahwa para Pendiri Bangsa (Founding Fathers) dengan sangat tepat dan benar telah mewariskan Pancasila kepada bangsa Indonesia.

Hanya Pancasila-lah yang dapat menjadi Dasar Negara dan Falsafah Kehidupan Bangsa Indonesia yang sangat multikultur, karena digali dari nilai-nilai luhur Nusantara.

Penegasan ini disampaikan Ketua Panitia Konferensi Nasional (Konfernas) Umat Katolik Indonesia, Muliawan Margadana di Jakarta, Jumat (11/8).

Konfernas Umat Katolik Indonesia ini akan dibuka oleh Sekretaris Jenderal Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Mgr Antonius Subianto Bunyamin OSC serta akan ditutup oleh Ketua Komisi Kerawam KWI, Mgr. Vincentius Sensi Potokota, Pr.

Selain itu, Konfernas ini akan dihadiri oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan, Menteri Pertahanan Jendral TNI (Purn) Ryamizard Riacudu, serta Menteri Komunikasi, Informasi dan Informatika  Rudiantara.

Konfernas yang diselenggarakan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) ini didukung semua elemen Katolik se Indonesia termasuk Organisasi Kemasyarakatan Katolik.

Ormas Katolik yang hadir dalam acara Konfernas ini diantaranya, Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA), Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI), Pemuda Katolik (PK), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Indonesia (PMKRI), Forum Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI), Universitas Katolik seperti Universitas Katolik Parahyangan, Universitas Katolik Atma Jaya Indonesia, Universitas Katolik Atma Jaya Yogyakarta, Universitas Katolik Soegiyopranoto, Keuskupan dan para tokoh/guru/politisi/birokrat.

“Pertentangan kuat dan keras yang muncul antara nilai mayoritas dan minoritas, antara muslim dan non muslim, intoleransi, radikalisme , pendukung Pancasila dan menolak Pancasila yang muncul seiring dengan berbagai momentum politik yang baru saja berlalu, ternyata tidak hanya memunculkan keprihatinan dan kekhawatiran, tetapi harus diakui juga, merupakan berkah (blessing in disguise) bagi bangsa, negara dan tanah air Indonesia,” ujarnya.

Hal ini jelasnya mengingatkan kembali atas Perjanjian Luhur bangsa Indonesia yang harus selalu dipelihara dan dijaga.

Diakuinya,  kondisi Nasional saat ini membantu bangsa Indonesia dan para pemimpinnya untuk terbuka matanya, melihat secara benar setelah tidur panjang karena dininabobokan oleh semangat Reformasi.

“Bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke digugah, dibangunkan dan disadarkan adanya ancaman disintegrasi yang amat serius yang dihadapi oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” terangnya.

Menurutnya, ancaman disintegrasi itu meletakkan bangsa, negara serta Kemerdekaan Indonesia pada masa depan yang kabur dan bahkan tidak jelas.

Berbagai fenomena politik yang muncul, secara tidak langsung juga memertanyakan kembali hakikat Konsensus Dasar Nasional yakni Pancasila. NKRI, Bhinneka Tunggal Ika dan UUD RI 1945.

Generasi demi generasi Indonesia yang hidup di berbagai pulau, provinsi, kabupaten, kecamatan, kelurahan, desa, dusun, hanyalah pewaris dan penerus apa yang telah dibangun oleh para pendiri bangsa .

“Bahwa ada gerakan yang ingin merobohkan negara Indonesia dengan cara menghancurkan Pancasila mengindikasikan hilangnya jati diri bangsa dari generasi-generasi Indonesia. Oleh karenanya upaya merawat nilai-nilai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ini tidak boleh di nomer duakan dan harus senantiasa di lakukan secara sistematis oleh Pemerintah dan semua komponen masyarakat dengan tanpa mengenal lelah,” tegasnya.

“Indikasi di atas sekaligus menjelaskan bagaimana pendidikan di Indonesia direncanakan dan berjalan selama ini, bagaimana partai politik di Indonesia menyiapkan para kadernya, bagaimana proses pembentukan pemimpin daerah dan pemimpin nasional, demokrasi dan politik Indonesia berjalan, serta bagaimana seharusnya peran para pemuka agama,” tuturnya.

Jika Pancasila, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika dan UUD NRI 1945 yang merupakan Konsensus Dasar Nasional diabaikan, sudah pasti Indonesia sedang berjalan menuju ke kehancuran. “Sudah saatnya momentum titik kembali itu dimulai untuk mengingatkan akan landasan konsensus kita sebagai bangsa,” imbuhnya.

Penetapan Hari Lahirnya Pancasila, Pemberlakukan PERPPU No. 2 Tahun 2017 tentang Perubahan UU No. 17 Tahun 2003 tentang Organisasi Kemasyarakatan dan pembentukan Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) harus menjadi momentum resureksi jati diri bangsa yang dijiwai nilai-nilai Pancasila.

Hal ini sebagai langkah awal membangun kembali kewaspadaan nasional atas banyaknya ancaman yang dihadapi bangsa dan negara Indonesia.

Karena itu, erilaku para pimpinan masyarakat / negara haruslah merujuk kepada nilai-nilai kebangsaan seperti musyawarah mufakat, gotong rotong, persaudaraan dan bukan mengutamakan kepentingan pribadi dan golongannya sendiri, tapi harus meletakkan kepentingan nasional diatas segala-galanya.

Ancaman yang nyata, jelas dan tak terkamuflase akan jadi penghambat cita-cita dan tujuan Nasional bangsa.

Kasus Narkoba, korupsi, radikalisme, terorisme, konflik horizontal, kemiskinan, intoleransi  hanyalah sebagian dari besarnya potensi ancaman yang ada di masa sekarang dan masa depan. “Musuh bangsa Indonesia bukanlah bangsa sendiri tetapi mereka yang menginginkan negara Indonesia dan Pancasila hancur,” terangnya.