Kriminalisasi Christea, Kejaksaan Negeri Sidoarjo Tidak Hormati Putusan Hakim

oleh -
Christea Frisdiantara, Ketua PPLP-PTPGRI. (Foto: Ist)

Malang, JENDELANASIONAL.COM — Kejaksaan Negeri Sidoarjo diduga keras menodai keadilan karena tidak menghormati keputusan hakim yang memerintahkan membebaskan terdakwa Christea Frisdiantara, Ketua PPLP-PTPGRI.  Sekalipun oleh Divisi Propam dipastikan Christea Frisdiantara adalah korban kriminalisasi, Ketua PPLP-PTPGRI Malang, Christea  Frisdiantara dijatuhi hukuman 1 tahun penjara dengan masa percobaan 6 bulan.

Keputusan yang dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Djoni Iswantoro pada Selasa (26/02/2019) itu diikuti juga dengan perintah membebaskan terdakwa sejak amar putusan dibacakan.

Demikian ditegaskan oleh Ketua Umum Jaringan Kemanusiaan Jawa Timur (JKJT), Agustinus Tedja Bawana merespon Kejaksanaan Negeri yang diduga mempersulit keluarnya Christea Frisdiantara dari tahanan. Ketua PPLP-PTPGRI itu ditahan sejak 1 September 2018 oleh Unit V Harda Satreskrim Polresta Sidoarjo Polres Sidoarjo dan kemudian dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri dengan tuduhan pemalsuan surat domisili.

Dalam putusannya, hakim menyatakan terdakwa bersalah, dan menjatuhkan hukuman pidana 1 (satu) tahun. Selain itu, hakim juga menetapkan pidana tidak perlu dijalani sebelum masa percobaan 6 bulan dan memerintahkan  terdakwa dibebaskan segera setelah putusan ini diucapkan.

“Apapun alasannya, Christea Frisdiantara harus dibebaskan. Kalau tidak dibebaskan artinya, jaksa melawan perintah pengadilan. Alasan Jaksa tidak mau membebaskan karena mengajukan banding. Ini agak aneh. Bagaimana jaksa bisa melawan keputusan pengadilan. Ada apa ? Tadi ada pihak Soedjai berada di kejaksaan,” ujar Tedja Bawana.

Menurut Tedja Bawana, hingga berita ini dibuatnya pukul 17.28, belum ada tanda-tanda kejaksaan negari Sidoarjo akan membebeaskan Christea.  Pihak keluarga sudah menjemput sejak  Rabu pagi namun tidak ada tanda-tanda dari Kejaksanaan Negeri Sidoarjo akan membebaskan Christea. Bahkan terkesan, proses pembebasan Christea dipersulit. Padahal hakim sudah jelas memerintahkan agar terdakwa segera dibebaskan dari tahanan sejak amar putusan dibacakan. Keluarga menjemput satu hari setelah putusan pengadilan, namun pada kenyataannya hal ini dipersulit oleh Kejaksanaan Negeri.

“Kami memantau dengan ketat pelaksanaan keputusan hakim yang memerintahkan agar Christea segera dibebaskan sejak putusan dibacakan. Jika Kejaksaan Negeri Sidoarjo tidak membebaskan Christea akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum dan sekaligus keadilan di Indonesia. Kejaksaan Negeri Sidoarjo akan menjadi sorotan seluruh Indonesia?” ujar Tedja.

Tedja juga mengaku kecewa dengan putusan hakim yang menjatuhkan hukuman 1 tahun penjara dengan masa percobaan 1 tahun dan 6 bulan kepada Christea Frisdiantara.  Karena keputusan tersebut seperti dipaksakan karena tidak mempertimbangkan fakta persidangan termasuk para saksi yang meringankan. Selain itu, Jaksa ataupun hakim tidak mempertimbangkan juga pendapat Divisi Propram Polri yang memastikan Christea Frisdiantara adalah korban kriminalisasi dengan aktor intelektualnya adalah Soedjai yang ingin menguasai Univeristas Kanjuruan Malang (UNIKAMA).

“Saya prihatin setelah mengetahui pada tingkat P21 saja seharusnya jaksa menolak dan tidak bisa meneruskan ke ranah persidangan karena ada cacat dalam kelengkapan P21. Hakim pun sejogjanya sudah mendeteksi adanya kriminalisasi pak Tea yang dilakukan oleh orang yang seharusnya bisa dituntut,” kritiknya.

Tedja Bawana juga menegaskan pihaknya masih memikirkan langkah apa yang akan diambil terkait dengan putusan hakim tersebut. Yang sudah pasti, menurut Tedja Bawana, dengan bebasnya Christea Frisdiantara, diduga akan ada berbagai upaya lain dari pihak lawan sebagai respon putusan tersebut.

“Kami akan berhati-hati dan sangat mencermati, tindakan apa yang akan dilakukan oleh pihak Soedjai setelah putusan hakim ini. Jaksa ada kemungkinan akan melakukan upaya lain jika tidak puas dengan keputusan hakim PN Sidoarjo. Soedjai sendiri sudah dlaporkan ke Bareskrim Polri di Jakarta pada Januari lalu dan kami memantau juga tindak lanjut  dari laporan tersebut.,” ujar Ketua Umum JKJT tersebut.

Tedja Bawana  tetap bersikukuh atas pendapat Divisi Propam Polri yang memastikan Christea Frisdiantara adalah korban kriminalisasi. Dan, seharusnya hakim sebelum memutuskan dan terutama jaksa sebelum melimpahkan kasus tersebut melihat perkembangan yang ada di Malang dan Sidoarjo terkait dengan kasus kriminalisasi ini.

“Kita sama-sama tahulah apa yang terjadi dengan kasus kriminalisasi ini. Jika hati nurani saja tidak ada di antara kita semua, lalu apa yang akan ditawarkan kepada rakyat atau masyarakat terkait dengan keadilan,” tegasnya.

Dalam pelimpahan kasus Christea ini, jaksa Penuntut Umum (JPU) terdiri dari Andik Susanto SH, Guruh Wicahyo P, dan SH, Wahyu Wasono SH. Sementara Kasipidum Kejari adalah Gatot Haryono SH. (Ryman)