Masyarakat Sipil Moderat Diharapkan Jaga Keharmonisan Bangsa dan Negara

oleh -
Kepala BNPT Komjen Pol. Dr. Boy Rafli Amar, M.H., saat bersilaturahmi dengan pengurus Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali di Denpasar, Kamis (17/12/2020). (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Keberadaan organisasi kemasyarakatan atau civil society berbasis Islam yang tergabung alam Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) dan Lembaga Persahabatan Ormas Keagamaan (LPOK) diharapkan dapat menjadi garda terdepan di dalam menjaga kebhinekaan, harmonisasi, kedamaian, persatuan, ketentraman terhadap bangsa Indonesia.

Hal tersebut dikatakan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid, SE, MM, saat menghadiri acara buka puasa bersama yang diadakan di sekretariat LPOI-LPOK di Jakarta pada Kamis (22/4/2021) malam.

“Dengan adanya civil society moderat yang tergabung dalam LPOI dan juga LPOK, tentu saja ini harus menjadi kekuatan bagi bangsa Indonesia untuk mempersatukan dan menjamin kebhinnekaan bangsa Indonesia,” ujar Direktur Pencegahan BNPT, Brigjen Pol Ahmad Nurwakhid.

Lebih lanjut, Direktur Pencegahan itu menjelaskan arti BNPT dalam organisasi ini yakni untuk mengajak semua ormas-ormas yang tergabung dalam LPOI maupun LPOK ini untuk sama-sama konsisten, istiqomah di dalam menjaga perjanjian-perjanjian yang sudah menjadi kesepakatan bangsa Indonesia. Seperti tertuang dalam konstitusi nasional berupa konsensus nasional Pancasila, UUD 1945 , Bhineka Tunggal Ika dan NKRI.

“Karena dengan konsisten terhadap konsensus nasional, maka bangsa kita akan bersatu, maju, damai, sejahtera, Baldatun Thayyibatun wa Robbun Ghofur,” kata perwira tinggi yang juga pernah menjadi Kapolres Jembrana ini.

Dalam kesempatan tersebut dirinya juga meminta masyarakat bangsa Indonesia untuk selalu peduli terhadap bahaya radikalisme dan terorisme. Karena radikalisme dan terorisme yang mengatasnamakan agama sejatinya adalah fitnah bagi Agama.

“Karena tindakan sikap maupun ideologi yang diusung yaitu ideologi transnasional sangat bertentangan dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip dalam agama yang rahmatan lil alamin, toleran, yang mencintai persatuan dan perdamaian. Karena hal itu dapat menimbulkan pecah belahnya umat beragama dan menimbulkan fitnah di dalam agama. Sehingga toleransi itu wajib hukumnya,” ucapnya.

Tak lupa dirinya juga mengatakan bahwa, di era teknologi informasi yang bekembang begitu pesat serta didukung media sosial (medsos) dari berbagai platform, dimana selama ini keberadaan medsos dianggap sebagai pemecah persatuan bangsa karena sebagian para penggunanya belum bijak dalam menggunakannya, maka dirinya memgimbau agar keberadaan  medsos ini harus dijadikan kemanfaatan, bukan kemudharatan.

“Kita dalam penggunaan media sosial, penggunaan media informasi tentunya bisa bersikap harus bijak, harus mempersatukan, harus terhindar dari segala ujaran kebencian dari berita-berita hoax atau bohong, hate speech provokatif dan adu domba,” ujar alumni Akpol tahun 1989 ini.

Karena menurut mantan Kabagbanops Detasemen Khusus (Densus)88/Anti Teror Polri ini, jika hal itu dibiarkan saja, tentunya hal itu sangat rentan sekali dan membahayakan. Karena dapat membahayakan persatuan dan kesatuan bagi bangsa Indonesia ini kedepannya.

“Sekali lagi kami berharap kepada masyarakat untuk menggunakan media sosial secara bijak, arif dan secara benar. Untuk itu selama bulan Ramadan ini saya juga mengimbau kepada seluruh masyarakat agar terhindar dari provokasi, hate speech serta jangan menebarkan hoaks,” kata mantan Kapolres Gianyar ini.

 

Medsos Harus Mempermudah Silaturahim

Dalam kesempatan tersebut, Ketua Umum LPOI yang juga Ketua Umum LPOK, Prof. Dr. KH. Said Aqil Sirodj, MA, saat memberikan tausiah pada acara buka puasa bersama juga turut menyampaikan bahwa dengan kemajuan teknologi informasi seharusnya dapat digunakan untuk mempererat dan memperkuat persahabatan.

“Yang terjadi justru malah sering menjadi alat perpecahan dan yang menjadi penyebab perpecahan itu ada dari medsos. Tentunya ini sangat terbalik 180 derajat,” ujar Ketua Umum LPOI-LPOK, Prof Dr. Said Aqil Siradj, MA.

Karena sejatinya menurutnya dengan adanya medsos itu akan semakin memudah silaturahim, semakin mudah memperkuat dan mempererat persaudaraan. Yang mana seharusnya dengan adanya medsos juga akan semakin mudah antar umat manusia untuk melakukan tukar-menukar inspirasi atau pendapat.

“Tapi sekarang medsos itu malah dijadikan sumber hoax, fitnah sumber caci-maki dan sebagainya. Tentunya hal ini sangat berbahaya sekali. Jangan sampai bangsa ini menjadi bangsa yang penggemar hoax. Tentu itu yang kita khawatir kan. Karena hal itu tidak ada ajaran di agama yang membenarkan itu semua,” ujarnya.

Oleh karena itu menurutnya, bangsa ini punya budaya, dan agama harus dibangun di atas infrastruktur budaya. Sehingga menurutnya, kalau budayanya langgeng maka agamanya menjadi kuat. Karena agama ini tentunya tidak akan kuat tanpa adanya budaya dan budaya tak punya nilai tanpa agama.

“Yang terakhir puncak dari Silatul ini adalah Silaturahim, hubungan spiritual, bukan sekedar tatap muka atau hubungan menyamakan persepsi. Tidak penting itu partainya apa atau ormasnya apa, suku apa, tidak penting agamanya apa. Tetapi yang penting namanya manusia yang punya spiritual dan punya Spirit turunan Adam, mari kita perkuat persatuan. Inilah yang disebut Ukhuwah insaniyah yaitu persaudaraan antar sesama umat manusia,” ujarnya mengakhiri.

Para tamu undangan yang turut hadir pada acara tersebut yaitu Deputi I bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT, Mayjen TNI. Hendri Paruhuman Lubis, Wakil Kepala Badan Intelijen dan Keamanan (Waka Baintelkam) Polri Irjen Pol Drs. Suntana, M.Si, Direktur Sosial Budaya (Dirsosbud) Baintelkam Polri Brigjen Pol Arif Rahman, SH, serta para tokoh-tokoh pemuka lintas agama ataupun pengurus ormas yang tergabung dalam LPOI dan LPOK. (Ryman)