Petrus: Pendapat Yusril Soal Perppu Ormas Menggelikan

oleh -
Koordinator TPDI, Petrus Salestinus

JAKARTA-Pernyataan Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra bahwa Pemerintah dianggap tidak memiliki bukti kuat saat menerbitkan Perppu No. 2 Tahun 2017 tentang Ormas sangat keliru serta terkesan asal bunyi (asbun).

Pasalnya, apa yang disampaikan Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu tidak didukung dengan bukti-bukti hukum yang kuat. “Jadi, apa yang disampaikan Yusril itu menggelikan atau dagelan saja. Tidak ada argumentasi hukum yang kuat yang mendukung pernyataannya itu,” ujar Ketua Tim Task Force Forum Advokat Pengawal Pancasila (FAPP), Petrus Salestinus di Jakarta, Sabtu (12/8).

Sebelumnya, Yusril Ihza Mahendra menilai pemerintah tidak memiliki bukti tentang kegentingan yang memaksa ketika menerbitkan Perppu No. 2 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 17 Tahu 2013 Tentang Ormas.

Meskipun Yusril berhak berbeda pendapat atau berpendapat lain, akan tetapi pendapat demikian hanyalah isapan jempol.

“Mestinya HTI masih memiliki legal standing dan Yusril Ihza Mahendra seharusnya mendapat Kuasa dari HTI untuk mengajukan PUU ke MK untuk dan atas nama HTI. Namun kenyataannya Yusril Ihza Mahendra hanya mendapat kuasa dan bertindak untuk dan atas nama serta kepentingan HTI dari Ismail Yusanto yang adalah seorang Juru Bicara HTI yang tidak memiliki kewenagan mewakili HTI ke dalam dan ke luar,” terangnya.

Dengan demikian demikian dari aspek legitimasi maka baik Ismail Yusanto maupun Yusril jelas sangat lemah, karena tidak didukung oleh HTI.

Lemahnya legitimasi untuk posisi Yusril sebagai Kuasa Hukum yang berjuang untuk dan atas nama serta demi kepentingan HTI dan posisi Ismail Yusanto sebagai Juru Bicara HTI sesungguhnya tidak cukup memenuhi syarat secara hukum. Bahkan tidak memiliki legal standing untuk mengatasnamakan kepentingan HTI.

Hal ini mengindikasikan bahwa di internal HTI tidak sepenuhnya mendukung upaya hukum yang dilakukan oleh Ismail Yusanto sebagai Jubir HTI mengatasnamakan HTI, apalagi menguasakan kepentingan HTI kepada Yusril .

“Terdapat argumentasi Yusril yang menggelikan ketika dia mepertanyakan prosedure pembentukan Perppu Ormas yang menurutnya tidak ada kegentingan yang melandasi pembentukan Perppu Ormas. Namun dalam waktu yang bersamaan Yusril menerima pembubaran HTI karenanya dia tidak mewakili HTI sebagai Organisasi,” jelas Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) ini.

Secara logika dan hukum tegas Petrus, kewenangan menentukan kriteria kebenaran, kredibilitas dan keandalan informasi mengenai kondisi kegentingan memaksa yang memenuhi syarat dan kehendak pasal 22 ayat (1) UUD 1945, hanya ada di tangan Presiden Jokowi bukan di tangan Yusril atau HTI.

Begitu pula dengan argumentasi Yusril soal materiil mengenai dihapuskannya kewenangan Pengadilan untuk menilai suatu ormas bertentangan dengan Pancasila atau tidak juga sama sekali tidak mengandung kebenaran.

Alasannya, di dalam Perppu No. 2 Tahun 2017 jelas mengatur secara eksklusif kewenangan Badan Peradilan untuk memproses secara pidana anggota dan/atau pengurus ormas yang melakukan tindakan yang bertentangan Pancasila dengan ancaman pidana maksimum 20 tahun. “Iu berarti fungsi badan peradilan terkait pembubaran Ormas masih berfungsi dengan sangat efektif,” ucapnya.

Selain itu lanjut Petrus, Perppu No.2 Tahun 2017 Tentang Ormas, sama sekali tidak menghapus hak dan kewenangan konstitusional Ormas untuk menempuh upaya hukum melalui badan peradilan yang tersedia.

Manakala Pemerintah melakukan Perbuatan Melawan Hukum ketika melakukan penindakan terhadap Ormas yang dalam menjalankan aktivitas kemasyarakatannya melanggar beberapa larangan sesuai ketentuan pasal 59 Perppu No. 2 Tahunn2017.

Dengan demikian argumentasi Yusril dalam Permohonan Uji Formil dan Uji Materril Perppu No. 2 Tahun 2017 selain tidak didukung dengan bukti-bukti yang valid, juga banyak argumentasinya memperlemah dalil-dalil permohonannya sendiri. Pilihan sikap Yusril tidak mendapatkan legitimasi publik bahkan melawan arus cita-cita publik,” pungkasnya.