Siti Musdah Mulia: Islam Mengajarkan Tabayun Sebelum Menyebarkan Hoaks

oleh -
Ketua Umum Yayasan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Prof. Dr. Siti Musdah Mulia, MA, APU, di Jakarta, Jumat (2/11/2018). (Foto: its)

JENDELANASIONAL.COM — Di tahun politik sekarang ini penyebaran berita  hoax melalui media sosial sangat gencar dilakukan oleh kelompok-kelompok yang tidak bertanggung jawab. Bahkan masyarakat kita sekarang ini sepertinya sangat mudah terprovokasi akibat adanya penyebaran narasi propaganda, tanpa mau melihat data dan fakta yang ada.

Untuk itu sudah seharusnya pemerintah dan seluruh komponen masyarakat bersama-sama mengambil langkah-langkah konkrit sebagai upaya untuk menjaga perdamaian agar masyarakat Indonesia terus dapat menjaga kerukunan dan mewaspadai adu domba dengan  cerdas bermedia sosial.

“Tidak bisa hanya pemerintah saja. Misalnya guru harus menyampaikan kepada murid-muridnya, tokoh agama atau tokoh masyarakat menyampaikan kepada umatnya atau masyarakatnya. Yang karyawan atau pimpinan di manapun harus mengajak orang-orang di sekitar lingkungannya untuk mulai membangun dan membuat media sosial yang ramah terhadap lingkungan, terhadap sesama agar konten-konten yang berbau kebencian, permusuhan dan konflik itu bisa bersih dari media sosial,” ujar Ketua Umum Yayasan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Prof. Dr. Siti Musdah Mulia, MA, APU, di Jakarta, Jumat (2/11/2018).

Dikatakan Musdah, kesadaran masyarakat untuk berpikir kritis, menelaah dan mendalami informasi yang diterima melalui media sosial, meski informasi itu terkadang tidak masuk akal seperti sudah tidak ada lagi. Hal ini kalau dibiarkan secara terus-menerus tentunya dapat memecah belah persatuan.

“Yang hilang dari masyarakat kita ini adalah pemikiran kristis dan kehati-hatian serta pemahaman mengenai pentingnya menjaga perdamaian. Padahal kalau dia sadar bahwa perdamaian itu sesuatu yang harus dibangun dalam masyarakat dengan susah payah,” ujar wanita yang juga Ketua Lembaga Kajian Agama dan Jender (LKAJ) ini.

Dirinya meminta pada saat kita menerima informasi untuk tidak langsung di share. Masyarakat harus bisa berpikir apakah ada manfaatnya atau lebih banyak mudaratnya. Karena di dalam agama islam sendiri segala sesuatu itu harus ada Tabayun, yang mana Islam mengajarkan untuk berhati-hati terhadap segala macam bentuk fitnah.

“Kita  lihat dulu apakah ada manfaatnay apa tidak kalau kita share. Jadi kita bisa tahu, kalau di-share ini bisa bahaya atau tidak,” katanya.

Menurutnya, masyarakat harus bisa berfikir bahwa perdamaian itu jauh lebih baik daripada konflik. Padahal dalam ajaran islam seorang muslim itu adalah orang yang konsisten dalam merajut damai, konsisten menegakkan damai.

“Muslim adalah orang yang aktif membangun damai, orang yang aktif menebar  kasih sayang untuk kedamaian. Bahkan kepada mahasiswa saya selalu tekankan untuk bagaimana menjadikan hidup ini bermakna dan kapan memggunakan gadged atau kapan untuk  tidak menggunakan,” ujar dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.

Wanita kelahiran Bone, 3 Maret 1958 ini juga sangat menyayangkan bahwa orang yang melakukan penyebaran hoax ini bukan hanya kalangan yang kurang memahami pendidikan atau kalangan milenial, namun justru dilakukan oleh orang-orang yang terdidik.

“Saya sungguh-sungguh heran bahwa penyebaran hoax itu juga terjadi pada grup-grup media sosial yang didalamnya terdapat orang berpendidikan tinggi, profesor, doktor atau kelompok-kelompok orang terdidik. Jadi bukan terjadi di kelompok-kelompok anak milenial. Saya juga heran hal ini bisa terjadi pada kelompok-kelompok terdidik. Pada urusan hoax tidak ada bedanya, seolah-olah mereka bukan orang yang berpendidikan,” pungkasnya. (Ryman)