Tak Relevan, BKH Tuntut Victor Laiskodat Minta Maaf ke Demokrat

oleh -
Politkus Partai Demokrat,Benny K Harman

JAKARTA-Tuntutan politikus Partai Demokrat, Benny K. Harman (BKH) agar Victor B. Laiskodat (VBL) termasuk Partai Nasdem meminta maaf kepada Partai Demokrat, terkait pernyataannya yang sempat viral di medsos tidak relevan serta dasar mempunyai dasar pembenaran.

Desakan itu sangat berlebihan alias lebay. “Permintaan maaf yang dituntut oleh Partai Demokrat melalui BKH dari Victor sangat tidak ada urgensinya,” ujar Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Salestinus di Jakarta, Kamis (10/8).

Sebelumnya, Benny Kabur menilai pernyataan Viktor yang menyamakan sikap kritis terhadap Perppu dan pembubaran HTI dengan sikap mendukung HTI dan Ormas radikal sangat tendensius. Dia menyebut Viktor bermaksud menjauhkan PD dari rakyat NTT.

Menurutnya, bagi PD di seluruh wilayah Republik Indonesia, Pancasila, UUD 1945, NKRI dan kebhinekaan adalah harga mati. “Oleh karena itu, saya meminta saudara Viktor Laiskodat segera mencabut tuduhan tak berdasar tersebut dan meminta maaf kepada Partai Demokrat atas pernyataannya yang menyesatkan dan dapat menimbulkan keresahan publik di masyarakat NTT khususnya,” ujar Benny.

Namun jelas Petrus, kepentingan yang dituntut oleh Demokrat berupa permintaan maaf itu tidak punya nilai kepentingan umum dan kemaslahatan umat manusia.

Sementara pernyataan VBL sangat bernilai strategis dilihat dari urgensi, kontekstual dan relevansinya dengan kondisi kegentingan memaksa dan kepentingan umum yang melahirkan Perppu No. 2 Tahun 2017 itu sendiri.

“Saya kira,  permintaan VBL agar masyarakat NTT tidak memilih atau tidak mendukung Partai Demokrat, Gerindra, PAN dan PKS dalam pilkada, pileg dan pilpres didasarkan pada pertimbangan “demi menjaga keutuhan NKRI dan Ideologi Negara yaitu Pancasila serta demi kepentingan umum yang lebih besar,” tegas Petrus.

Lebih lanjut, Petrus mengatakan  jika dibandingkan substansi, kepentingan, konteks dan urgensi dari pernyataan VBL dengan substansi tuntutan BKH maka nyata sekali perbedaannya. Karena tuntutan permintaan maaf BKH kepada VBL, sama sekali tidak bertujuan untuk NKRI, Pancasila dan melindungi kepentingan umum yang lebih besar melainkan semata-mata hanya untuk kepentingan kepuasan pribadi dan kepentingan politik praktis Partai Demokrat.

“Oleh karena itu, masyarakat (khususnya NTT) harus memahami substansi pidato VBL di Kupang secara utuh dengan mencermati kepentingan BKH dan sikap politik ke 4 Partai Politik yang secara terbuka menolak Perppu No. 2 Tahun 2017 dan Pembubaran HTI,” tegasnya.

Di dalam Perppu No. 2 Tahun 2017, Tentang Ormas itu Pemerintah dengan tegas menyatakan bahwa Ormas yang dalam aktivitas kemasyarakatannya melakukan tindakan yang menyimpang dari asas–asas Ormasnya yaitu Pancasila dan UUD 1945 dikategorikan sebagai “melakukan perbuatan tercela”.

Selain itu pemerintahpun dalam konsiderans Perppunya itu telah mendeclare sudah memiliki bukti-bukti yang menjadi dasar dikeluarkannya Perppu yaitu bukti-bukti tentang adanya kegentingan yang memaksa dan adanya aktivitas Ormas yang bertentangan dengan Pancasila yang mengancam keselamatan bangsa dan negara.

Karena itu lanjut Petrus, Partai Demokrat yang seharusnya menyadari dan meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia. Pasalnya, selama Partai Demokrat dan SBY memimpin selama 10 tahun, ormas-ormas radikal di Indonesia seolah-olah mendapat karpet merah.

Bahkan dibiarkan dalam sikap dan tindakannya mengambil alih wewenang penegak hukum dan menempatkan diri sebagai Polisi swasta, tanpa ada penindakan dan proses hukum yang adil.

Celakanya lagi,  diakhir kekuasaan SBY dan Partai Demokrat, Ormas-Ormas Radikal mendapatkan kado istimewa berupa UU No. 17 Tahun 2013 Tentang Ormas.

Publik jelas Petrus justru menduga keras bahwa pembentukan UU No. 17 Tahun 2013 Tentang Ormas, terdapat agenda tersembunyi yang bertujuan untuk melindungi ormas-ormas radikal itu.

Apalagi, muatan-pasal pasal di dalam UU No. 17 Tahun 2013 telah menempatkan posisi Pemerintah atau Negara dalam posisi tidak berdaya ketika harus bertindak untuk menyelamatkan negara.

Negara dipersulit kehadirannya karena dipersulit oleh mekanisme yang berbelit-belit yang diatur di dalam UU No. 17 Tahun 2013.

“Dengan kata lain UU No. 17 Tahun 2013, Tentang Ormas terdapat muatan pasal-pasal yang tidak dapat dilaksanakan, tidak mencerminkan nilai–nilai kebhinekaan dan kenusantaraan bahkan bertentangan dengan tujuan nasional yaitu melindungi segenap warga negara dan seluruh tumpah darah Indonesia,” pungkasnya.