Tiga Hal yang Perlu Diperhatikan Pelaku Industri Agar Keluar Sebagai Pemenang

oleh -
Staf Ahli Menteri Pariwisata Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi dan Kawasan Pariwisata Dr. Anang Sutono, MM.Par, CHE. (Foto: Ist)

Palembang, JENDELANASIONAL.COM — Sekalipun terjadi perubahan cepat dalam industri pariwisata setelah munculnya internet, sikap dan perilaku sopan santun atau tata krama (attitude) tetap merupakan modal utama yang tak tergantikan.  Berbagai keahlian (skill) tak ada artinya ketika perilaku tata krama hilang dalam dunia pariwisata. Oleh karena itu membangun industri pariwisata harus dimulai dengan pembentukan karakter dan sikap perilaku para calon pegawainya.

Demikian ditegaskan Staff Ahli bidang Ekonomi dan Kawasan Pariwisata, Kemenpar  Dr. Anang Sutono, MM.Par, CHE di hadapan ratusan mahasiswa Politeknik Pariwisata, Palembang, Senin (04/02/2019). Hadir sebagai pembicara dalam kuliah perdana itu, Ferdiansyah (Komisi X DPR RI) serta Alumni Lemhannas PPSA XXI, AM Putut Prabantoro dan Caturida Meiwanto Doktoralina. Kuliah perdana itu dibuka oleh Direktur Politeknik Pariwisata Palembang, Dr. Zulkifli Harahap.MM.

Dalam paparannya yang berjudul “Transforming Tourism Human Resources in the Era of 4.0” , Anang menegaskan bahwa ada perubahan mendasar dalam menjalankan industri pariwisata di mana teknologi komunikasi serta informasi termasuk penggunaan internet serta media sosial menjadi tumpuan utama. Dalam konteks ini, pada seluruh produk pariwisata dari hulu ke hilir, penggunaan teknologi tersebut menjadi suatu keharusan karena mempercepat proses pertemuan antara pelaku, pengguna industri pariwisata serta pendukung industri pariwisata  menjadi sangat efisiensi dan efektif. Dan, ini menjadi ciri utama seluruh Industri termasuk pariwisata dalam Era Milenial sekarang ini.

“Dalam era Milenial ini, ada tiga hal yang perlu diperhatikan oleh para pelaku industri jika ingin keluar sebagai pemenang yakni, values (nilai-nilai, norma dll), believe (apa yang boleh dan tidak boleh, salah atau tidak) dan attitude (perilaku, behaviour).  Tugas dari dunia pendidikan pariwisata adalah membekali anak didik dengan ketiga hal ini. Hal ini mengingat bawa dunia pariwisata tidak mungkin lepas dari values, believe dan attitude,” tegasnya.

Anang menjelaskan lebih lanjut, ketiga hal tersebut  itu yang dinamakan dengan membangun peradaban manusia (budaya) yang baru. Terbangunnya budaya baru yang disebut kepribadian milenial  itu akan menentukan bentuk baru dari industri pariwisata. Oleh karena itu, sumberdaya manusia di industri pariwisata merupakan human capital (modal manusia) yang harus dinilai sebagai aset yang sangat berharga. Alasannya adalah human capital meliputi seluruh pengetahuan, keahlian, kepribadian, kemampuan dan pengalaman unik yang ada pada setiap pelaku industri,” tegas Anang Sutono.

(Ki-ka : AM Putut Prabantoro dan Caturida Meiwanto Doktoralina (Keduanya Alumnus Lemhannas PPSA XXI), Ferdiansyah (Komisi X DPR RI), Zulkifli Harahap (Direktur Politeknik Pariwisata Palembang), Anang Sutono (Staff Ahli bidang Ekonomi dan Kawasan Pariwisata, Kemenpar), dan Emannuel Guillard (Senior VP Swiss-BelHotel International).

Lebih jauh diterangkan Staf Ahli Menteri tersebut, mengingat dalam era Milenial, banyak pilihan yang bisa dicari oleh para pelanggan atau pengguna, oleh karenanya, memiliki perilaku atau tata krama  jauh lebih penting daripada memiliki keahlian apapun. Keahlian bisa diperoleh melalu pendidikan formal dalam waktu tertentu. Namun, perilaku, atau tata krama hanya dapat diperoleh dari jika diajarkan sejak kecil atau pada masa kanak-kanak. Perilaku atau tata krama ini menentukan kesuksesan atau keberhasilan pelaku industri termasuk karyawannya.

Sebagai gambaran, Anang Sutono, menjelaskan karakter milineal masing-masing negara yang berbeda satu sama lain dalam membelanjkan uangnya untuk kepentingan pariwisata. Perbedaan karkater milineal dari masing-masing negara ini akan memengaruhi industri pariwisata di daerah destinasi. Pada tahun 2030, berdasarkan data PBB, Asia akan menjadi rumah bagi 57% generasi milineal dunia dengan usia dari 15 -37 tahun dengan rincian, China (333 juta), Indonesia (82 juta), Filipina (42 juta), Vietnam (26 juta), dan Thailand (19 juta).

“Generasi milenial dari masing-masing negara memiliki karakteristik yang berbeda dalam membelanjakan uangnya. Milenial Amerika akan menggunakan uangnya traveling jarak jauh, fasilitas bintang empat dan rata-rata 6 hari  untuk berlibur. Sementara Milineal Asia, paling banyak dua kali perjalanan dengan jarak tempuh pesawat tidak lebih dari 4 jam, harga dan beaya menjadi pertimbangan dan jika menggunakan, memilih paket tour yang standard. Sementara milenial Indonesia, wisata berdasarkan trend dan wilayah domestik paling jauh Asia Tenggara,” jelas Anang lebih lanjut.

Dalam konteks inilah, Anang mengurai lagi, industri pariwisata Indonesia yang dimulai dari dunia pendidikan pariwisata, perlu melakukan transformasi dari “human resources” menjadi “human capital” dengan antara lain melengkapi kebutuhan akan hard skill, digital skill, soft skill dan business skill. Namun yang paling mendasar dari pendidikan itu semua adalah pendidikan tata krama (attitude) yang harus ditanamkan sejak kecil dan diperdalam dalam dunia pendidikan formal kepariwisataan. (Ryman)