Ermus: Gagas Tolak Jokowi Hanya Kepentingan Pragmatis Sri Bintang

oleh -
Direktur Eksekutif EmrusCorner, Emrus Sihombing

JAKARTA-Direktur Eksekutif EmrusCorner, Emrus Sihombing menilai gagasan Sri Bintang Pamungkas menolak Joko Widodo menjadi presiden pada pilpres 2019 hanya untuk kepentingan politik subyektif orang yang bersangkutan atau kelompok kepentingan lainnya yang ingin berkuasa dengan pragmatis. Namun gagasan tersebut tanpa disertai dengan basis data yang kuat bahkan gagal argumentasi.

“Jadi, gagasan ini sangat miskin data dan argumentasi yang dibangun pun lemah dan sangat subyektif karena sama sekali mengesampingkan kinerja atau capaian pemerintahan Jokowi dalam berbagai sektor kehidupan sosial berbangsa dan bernegara,” ujar Ermus di Jakarta, Minggu (11/3).

Sebelumnya, Sri Bintang Pamungkas mengatakan gerakan tolak Joko Widodo menjadi presiden pada pilpres 2019 untuk menyelamatkan bangsa.

“Ini sangat penting, gerakan menolak Jokowi ini demi menyelamatkan bangsa dan negara inilah bentuk demokrasi,” ujar Sri Bintang

Ermus menilai, sosok Sri Bintang sebagai politisi yang acapkali mengeluarkan pandangan efek “kejut”, karena  memposisikan pemikirannya selalu ada “di seberang”.

Hal ini yang membuat pandangan Sri Bintang amat sulit  diterima akal sehat, apalagi untuk dipercaya publik. Bahkan bisa gagal argumentasi.

Dia mengaku, pemikiran semacam ini, memang bisa saja muncul dalam suatu sistem demokrasi sebagai suatu anti tesis terhadap penyelenggaraan pemerintahan suatu negara yang sedang berjalan.

Hanya saja jelas Ermus, pandangan Sri Bintang mengagas tolak Jokowi lebih berbasis  subyektif, yaitu sudah terlebih dahulu memposisikan pemikirannya pada wilayah sepakat untuk tidak sepakat.

Sehingga argumentasi yang dibangun tidak didukung oleh sajian data yang lengkap, tidak disertai analisis mendalam dan apalagi tidak menarasikan pembahasan yang berbasis pada konsep, teori dan alur pikir yang konprehenship.

“Inilah saya sebut sebagai “gagal argumentasi’,” terangnya.

Dengan demikian, gagasan gerakan tolak Jokowi hanya untuk kepentingan politik subyektif orang yang bersangkutan atau kelompok kepentingan lainnya yang ingin berkuasa dengan prakmatis.

“Saya kira, belum cukup kuat data, bukti dan argumentasi yang disajikan Sri Bintang, bahwa pandangannya tersebut bertujuan untuk keselamatan bangsa,” imbuhnya.

Lihat saja pemikiran yang dimuat di beberapa media online, Sri Bintan menggagas gerakan tolak Jokowi menjadi presiden pada pilpres 2019 dengan sajian data sangat lemah.

Bahkan Sri Bintang menyebut gerakan ini untuk menyelamatkan bangsa tanpa disertai argumentasi yang kuat.

“Jadi, gagasan ini sangat miskin data dan argumentasi yang dibangun pun lemah dan sangat subyektif karena sama sekali mengesampingkan kinerja atau capaian pemerintahan Jokowi dalam berbagai sektor kehidupan sosial berbangsa dan bernegara,” tegasnya.

Misalnya, Sri Bintang tampaknya menutup mata untuk tidak melihat pembangunan sejumlah infrastruktur yang sedang berlangsung di seluruh tanah air.

Selain itu, lemahnya dukungan data jelas terlihat  ketika Sri Bintang menawarkan Sri Sultan Hamengkubuwono yang pantas menjadi Capres 2019, tanpa mengemukakan apakah Sri Bintang sudah mewawancarai atau menemui Sri Sultan untuk menggali data, sehingga terkesan memposisikan dua tokoh ini, Jokowi-Sri Sultan sebagai lawan bersaing di Pilpres 2019 nanti.

“Karena itu,  mempertemukan Jokowi-Sri Sultan oleh Sri Bintang pada Pilpres 2019 hanya sebagai  “theatre of the mind” atau ilusinya semata,” pungkasnya.