Perihal Tindak Pidana Pemilu

oleh -
Benny Sabdo, anggota Bawaslu DKI Jakarta. (Foto: Istimewa)

Oleh: Benny Sabdo*)

JENDELANASIONAL.ID – “Menegakkan keadilan pemilu adalah pelaksanaan kata-kata. Karena itu, pengawas pemilu mesti memiliki kesadaran seperti matahari, sekaligus berani menjadi cakrawala di tengah peliknya pertempuran elektoral.”   

Naluri presumption of guilt menjadi penting bagi aparat penegak hukum. Jika mereka tidak punya akan susah menyingkap tabir sebuah perkara. Pergaulan saya bersama penyidik dan jaksa penuntut umum di Gakkumdu sejak tahun 2016 mengkonfirmasi hal itu. Sembari bergurau, dalam rapat Gakkumdu saya berseloroh bahwa sudah lulus kuliah tentang ilmu penyidikan dan penuntutan, meski tidak memiliki gelar akademik. 

Hukum pidana pada prinsipnya mengatur apa yang boleh dan tidak, jika dilanggar maka dikenakan sanksi. Mengapa hukuman badan? Supaya si pelanggar tersebut mendapati nestapa. Terlihat kejam dan tidak manusiawi tapi itulah hukuman pidana, tentu tetap mengutamakan prinsip hak-hak asasi manusia. Karena itu, jika seseorang terjerat perkara pidana, secara psikologis meski belum terbukti tindak pidananya pasti sudah mengalami nestapa.  

Lalu apa definisi tindak pidana pemilu? Setiap perbuatan yang melanggar ketentuan dalam tahapan penyelenggaran pemilu yang diancam dengan sanksi pidana dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Ada sebanyak 77 tindak pidana pemilu yang diatur dalam 66 pasal ketentuan pidana di Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Subjek hukum tindak pidana pemilu ada beberapa macam, yakni setiap orang, penyelenggara pemilu, pelaksana kampanye pemilu, peserta kampanye pemilu, peserta pemilu, calon presiden dan wakil presiden serta pimpinan partai politik.

Sanksi pidana yang diancamkan bagi pelaku tindak pidana pemilu ada beberapa macam, yaitu pidana penjara, pidana kurungan dan pidana denda. Sanksi pidana penjara dan denda diancamkan secara kumulatif. Tidak dinyatakan secara tegas tindak pidana mana yang termasuk jenis kejahatan dan mana yang kategori pelanggaran. Dalam segi perspektif unsur kesalahan, kita dapat melihat tindak pidana pemilu ada yang unsur kesalahannya berupa dengan sengaja (dolus) dan ada pula unsur kesalahannya adalah kealpaan (culpa), serta sebagian ada unsur sengaja dan kealpaan sekaligus (proparte dolus proparte culpa).      

Jika dikaji dari segi jenis delik materiil dan delik formil, maka tindak pidana pemilu ini sebagian merupakan delik formil dan sebagian delik materiil. Delik formil adalah delik yang selesai dengan dilakukannya perbuatan, sedangkan delik materiil merupakan delik yang selesai dengan terjadinya akibat. Misalnya, delik formil tampak jelas pada Pasal 488 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, yakni unsurnya memberikan keterangan yang tidak benar mengenai diri sendiri atau diri orang lain tentang suatu hal yang diperlukan untuk pengisian daftar pemilih. Sedangkan contoh delik materiil tampak pada Pasal 495 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, yakni unsurnya dengan sengaja mengakibatkan terganggunya pelaksanaan kampanye pemilu di tingkat kelurahan/desa.

Selanjutnya, jika ditinjau dari delik komisi (aktif) dan delik omisi (pasif), maka Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 terdapat kedua jenis delik tersebut. Delik komisi, misalnya terdapat pada Pasal 490 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, unsurnya sebagai berikut, dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu perserta pemilu dalam masa kampanye. Sementara, delik omisi ada pada Pasal 489 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, unsurnya yakni, dengan sengaja tidak mengumumkan dan/atau memperbaiki daftar pemilih sementara setelah mendapat masukan dari masyarakat dan/atau peserta pemilu.

Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, tindak pidana pemilu tidak dibedakan antara delik kejahatan dengan delik pelanggaran. Pada hakikatnya perbedaan yang tegas tidak ada. Karena itu, keduanya adalah sama-sama tindak pidana. Pembagian tindak pidana dalam kejahatan dan pelanggaran itu mengacu perbedaan antara delik hukum (recht delict) dan delik undang-undang (wet delict). Delik hukum, kejahatan dapat dimaknai perbuatan tersebut bertentangan dengan asas-asas hukum, bahkan orang biasa pun dapat merasakan perbuatan itu dilarang. Sedangkan delik undang-undang, pelanggaran adalah perbuatan itu dapat dipidana hanya karena telah ditetapkan dalam undang-undang.

Sistem keadilan pemilu merupakan instrumen penting untuk menegakkan hukum. Keadilan pemilu menjamin sepenuhnya penerapan prinsip demokrasi melalui pelaksanaan pemilu yang bebas, adil dan jujur (Amalia, 2016: 22). Sistem keadilan pemilu dikembangkan untuk mencegah dan mengindentifikasi ketidakberesan pada pemilu, sekaligus sebagai mekanisme untuk membenahi ketidakberesan tersebut dan memberikan sanksi kepada pelaku pelanggaran.

Karena itu, keberadaan Bawaslu sebagai penegak hukum pemilu menjadi penting dalam mengeksekusi keadilan pemilu.

*) Penulis adalah Anggota Bawaslu DKI Jakarta.