Ketum PP Pemuda Muhammadiyah: Semua Jadi Pemain, Tidak Ada yang Mau Jadi Wasit

oleh -
Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Sunanto. (Foto: Ant)

Jakarta, JENDELANASIONAL.COM — Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Sunanto mengkhawatirkan adanya gesekan tajam dari proses demokrasi lima tahunan, Pemilihan Anggota DPR, DPD, DPRD dann Pemilihan Presiden 2019. Hal itu berkaca dari gejala dan potensi yang muncul dalam beberapa bulan terakhir.

“Kampanye Pemilu 2019 sangat panjang dan potensi gesekannya sangat tinggi. Teman-teman harus muncul dan bisa menjadi penengah, bukan malah menjadi bagian dari problem itu sendiri,” tegas Cak Nanto dalam Halaqah Kebangsaan yang digelar DPD IMM Sumatera Barat, Minggu (24/2/2019).

Halaqah Kebangsaan dalam rangka memberikan pemahaman dan pencerahan mengenai Pemilu 2019 menghadirkan pembicara dari Ketua PW Muhammadiyah Sumbar Buya Sofyan Karim, Ketua KPU Sumbar Izwaryani, Ketua Bawaslu Sumbar Vifner, Kapolda Sumbar Zulfrinaldi atau yang mewakili dan Ketum DPP IMM Riyan Netra Delza.

Dalam halaqah Kebangsaan yang diselenggarakan di Aula Gubernur Sumatera Barat mengangkat tema “Masyarakat Cerdas, Pemilu Berkualitas Menuju Sumatera Barat Berkemajuan” dan diikuti kader-kader IMM se-Propinsi Sumatera Barat itu, Cak Nanto menyatakan di tahun saat ini kian susah mencari figur teladan sekaligus panutan.

Semua pihak, ibarat permainan sepak bola, turun ke lapangan dan menjadi pemain. Mereka yang sudah melekat sebagai ulama misalnya, dimana netralitasnya dikenal tinggi, banyak yang memutuskan menjadi calon anggota legislatif. Kalaupun tidak, mereka setidak-tidaknya menjadi anggota tim sukses calon tertentu dalam Pilpres 2019.

“Kalau semua jadi pemain, siapa wasitnya, tidak ada yang mau jadi wasit. Sekarang itu agak kesusahan mencari negarawan, figur panutan semua umat,” tegasnya, seperti dikutip dari siaran pers Tim Infokom PP Pemuda Muhammadiyah.

Jika ulamanya menjadi caleg atau timses, Cak Nanto khawatir figur panutan ditengah masyarakat itu mempertontonkan sesuatu yang kurang baik. Belum lagi stempel yang dialamatkan kepadanya oleh masyarakat. Sebab belum apa-apa, ketika datang ke suatu acara sudah mendapatkan label/persepsi dari masyarakat.

“Wah ulama ini kan sudah bela yang sebelah, persepsinya jadi begitu,” ucap Cak Nanto.

Pria kelahiran Sumenep, Madura, itu mendorong kader-kader Muhammadiyah, khususnya Pemuda Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah, untuk mengisi kekosongan yang ada. Yakni dengan hadir menjadi penengah sekaligus solusi dari potensi konflik yang ada.

Di sisi lain, Cak Nanto mengingatkan agar sesama kader mensukseskan Pemilu 2019. Caranya dengan datang ke tempat pemungutan suara (TPS) pada hari-H pemungutan suara yang digelar 17 April 2019 mendatang. Sebab melalui kotak suara itulah masa depan bangsa dipertaruhkan.

Baginya, wajib hukumnya datang ke TPS. Apabila pada hari-H tidak memungut suara maka ia khawatir yang terpilih bukan orang yang mempunyai pemahaman, kapasitas dan kapabilitas dalam menangani problem-problem kebangsaan.

“Bagi saya, wajib hukumnya teman-tenan hadir ke TPS. Bukan selesai pada proses (pengawasan) ini, dengan datang kita bisa menagih janjinya apa yang harus diwujudkan ketika terpilih,” ucap Cak Nanto. (Ryman)