Kisah Martina Puspita, Guru Muslim di Sekolah Yayasan Katolik

oleh -
Romo Catur. Romo Catur, Kepala Sekolah SMA Hikmah Mandala, Banyuwangi bersama sang guru, Martina Puspita. (Foto: Kompas.com)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Martina Puspita (25) adalah salah satu siswa di Sekolah Menengah Atas Katolik Hikmah Mandala, Banyuwangi. Dia menamatkan pendidikan di SMA tersebut pada tahun 2011.

Setelah menamatkan pendidikan, dia pun berkeinginan untuk melanjutkannya ke tingkat yang lebih tinggi. Namun, apa daya, dia terbentur pada biaya sekolah. Ia hampir saja putus asa dengan keadaannya tersebut.

Namun, bak malaikat penolong, suatu ketika, kepala sekolah SMA tersebut mendatangi Martina. Nama sang kepala sekolah itu Romo Tiburtius Catur Wibawa, atau yang sering disapa Romo Catur. Romo Catur pun menawarkan kepada Martina untuk melanjutkan kuliah dengan biaya ditanggung oleh Romo. Sambil terpekur sejenak, Martina pun langsung mengamini tawaran baik hati sang Romo.

Martina Puspita kemudian mendaftar dan resmi kuliah di Universitas Jember Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia.

Saat duduk di bangku SMA hingga menginjak semester II di kampus, Martina belum mengenakan jilbab. Martina kemudian memutuskan mengenakan jilbab saat masuk semester III.

Singkat cerita, pada tahun 2016 akhirnya Martina Puspita menyelesaikan jenjang studinya di Jember dengan menyandang status Sarjana Sastra.

Ia pun berkeinginan untuk membagikan ilmu yang telah ia dapat di bangku perkuliahan sebagai seorang guru.

Tak disangka, Romo Catur kembali menawarkannya untuk kembali ke almamater SMA sebagai pengajar.

Tetapi ada satu kendala, dia merasa ragu sebab telah mantap mengenakan jilbab. Sedang almamater itu merupakan sebuah Yayasan Katolik.

Keraguannya itupun terjawab saat ia mengatakan keadaannya saat itu kepada Romo Catur yang masih menjabat sebagai Kepala Sekolah.

“Saat itu saya bilang Romo Catur saya menggunakan jilbab. Lalu romo bilang ya enggak apa-apa. Ngajar saja, yang penting jilbabnya rapi. Dan, saya akhirnya pulang kembali ke almamater saya untuk mengajar dan wisuda tahun 2016,” kata Martini seperti dikutip Kompas.com.

Mushola yang didirikan di Griya Ekologi Kelir di Banyuwangi. (Foto: Ist)

Sekolah SMA Katolik Hikmah Mandala ternyata sudah sering membantu orang yang kurang beruntung dengan membiayai seluruh perkuliahan. Setelah lulus kuliah, mereka diperbolehkan mencari pekerjaan sesuai dengan minat dan kemampuannya.

“Saya kuliahkan mereka yang memiliki keinginan kuat untuk melanjutkan pendidikan dan secara ekonomi menengah ke bawah. Dan, saya tidak mengikat mereka. Bebas setelah lulus mau ke mana saja. Dari sembilan yang sudah lulus semuanya mengajar tidak hanya di sini, ada juga yang di Malang. Salah satunya ya Bu Martina,” kata Romo Catur.

 

Griya Ekologi Kelir

Romo Catur memang seorang pastor dengan semangat toleransi yang tinggi. Baginya, kemanusian berada di atas semua agama yang ada.

Sejak Mei 2019 dia telah membangun Mushala yang dapat menampung 12 orang. Alasannya adalah agar tamu Muslim dapat Shalat dengan nyaman.

Romo Catur mengatakan bahwa Griya Ekologi Kelir di Banyuwangi, tempat kompleks SMA itu berada, merupakan rumah edukasi untuk menumbuhkan kembali rasa cinta pada alam. Pemberkatan rumah edukasi itu dilakukan pada 22 September 2018 lalu.

“Sejak rumah edukasi ini dibangun, banyak tamu yang datang ke rumah edukasi ini dari lintas agama. Ada yang Kristen, Katolik, dan Islam. Lalu saya berinisiatif membangun mushala kecil di sini agar tamu muslim yang datang bisa shalat dengan nyaman,” pungkasnya. (Ryman)