Romo Markus Solo: Pesan Paus Fransiskus pada Hari Perdamaian Sedunia

oleh -
Romo Markus Solo Kewuta SVD, anggota Dewan Kepausan untuk Dialog Antaragama Takhta Suci Vatikan dalam diskusi Catholic Millennial Summit yang diselenggarakan oleh Pengurus Pusat (PP) PMKRI.. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID – Tepat pada 1 Januari 2022, Paus Franciskus menyampaikan pesan perdamaian untuk seluruh dunia. Pesan tersebut menunjukkan sebuah perjuangan yang serius. Bahwa kesuksesan di satu tempat ditantang pada saat yang sama oleh kasus-kasus intoleransi dan kekerasan atas nama agama di tempat yang lain.

Hal itu dikatakan Anggota Dewan Kepausan untuk Dialog Antaragama Takhta Suci Vatikan, Romo Markus Solo Kewuta, SVD, dalam diskusi “Catholic Millennial Summit” yang diselenggarakan secara hybrid oleh Pengurus Pusat (PP) PMKRI.

Ia mengatakan ada tiga intisari pesan Paus pada hari perdamaian sedunia tersebut. Ketiga poin tersebut sangat relevan dengan kehidupan bangsa Indonesia, dan semua yang ingin membangun persaudaraan, perdamaian dan kerukunan hidup bersama.

“Dan, di antara dua ekstrem ini kita hidup dan berjuang. Beliau memberikan tiga jalan yang sangat penting untuk sampai pada perdamaian dan kerukunan yang kita dambakan bersama. Yang pertama dialog antargenerasi. Yang kedua, kita diajak untuk membuka diri menerima dan berbicara dengan kaum muda. Sebaliknya, kaum muda juga diminta diajak untuk membuka diri dan berbicara berdialog dengan orang tua,” ujarnya secara daring langsung dari Vatikan, Roma, dalam “Catholic Millennial Summit” yang mengambil tema “Fratelli Tutti” (Persaudaraan Manusia) dan Lingkungan Hidup (Laudato Si), Jumat (29/1/2022).

Romo Markus mengatakan, di era komunikasi digital dan global ini kita harus berpikir untuk mengajak para pemuda agar menggunakan kemungkinan yang ada, termasuk teknologi internet dan media media sosial untuk membangun relasi sosial yang konklusif dengan siapa saja. Saling mengenal dan membangun persaudaraan dan persahabatan terutama dengan mereka yang tidak sepaham dan seiman dan seagama.

“Kasih akan membawa kita kepada keterbukaan, karena kita adalah orang-orang yang beriman dan kasih lahir dari pengenalan, seperti kita dikenal maka kita juga disayang,” ujarnya.

Selain itu, Romo Markus juga menyinggung tentang pentingnya pengajaran dan pendidikan. Kita semua, katanya, tahu pendidikan dalam bahasa Inggris (education) yang berakar pada dua kata bahasa Latin ‘edu care’ yang berarti melatih dan membentuk, dan ‘edu cure’ artinya membawa seseorang keluar dari kegelapan keluar dari ketidaktahuan, keluar dari kesempitan menuju sebuah dunia yang lebih luas, menawarkan kepadanya sebuah cakrawala baru, sebuah perspektif baru yang lebih baik dan lebih menguntungkan.

“Mengetahui dan merangkul orang lain yang berbeda di dalam kemajemukan. Pendidikan seperti kita tahu bersama memampukan kaum muda untuk melihat (to see), menilai (to judge) dan mengambil tindakan (to act), yang tepat untuk sebuah kepentingan yang lebih besar dan mulia,” jelasnya.

Romo Markus pun teringat kata-kata bijak Presiden AS yang ke-26 Theodore Roosevelt yang mengatakan mendidik seseorang hanya sebatas pikiran, sebatas indoktrinasi sebatas pengajaran, namun tidak menyentuh atau mendidik dalam hal moral kepribadian adalah mengajarkan sebuah ancaman bagi masyarakat luas.

Indoktrinasi adalah musuh peradaban karena itu adalah sebuah bentuk kolonialisme spiritual. Orang disandera di dalam kebergantungan dan aksi-aksi ritual masal tanpa argumen, tanpa bisa berpikir dan tanpa bisa memposisikan diri secara merdeka.

Karena itu, Romo Markus mengajak kaum muda Katolik, PMKRI Indonesia untuk sejauh-jauhnya atau sebisa-bisanya menjauhkan diri dari segala bentuk indoktrinasi dan brainwashing.

“Karena di sini seperti dikatakan oleh Roosevelt moral manusia tidak  bisa bertumbuh dan berkembang. Orang tidak bisa berpikir secara mandiri tidak bisa memposisikan diri secara merdeka lalu pada gilirannya mereka menjadi ancaman bagi sebuah konvivialitas. Ancaman bagi bangsa dan negara padahal kita membutuhkan ini, sebuah koeksistensi sebuah kehidupan yang rukun dan damai, penuh spirit perdamaian dan persahabatan saling menghormati, saling memahami, satu dalam perbedaan, unity in diversity,” katanya.

Romo Markus mengatakan yang juga penting dilakukan adalah menciptakan dan memastikan lapangan pekerjaan. Survey internasional sering mengidentifi dan menekankan vunerability atau kerentanan pemuda terhadap kekerasan dan agresivitas-agresivitas destruktif di dalam masyarakat sebagai sesuatu yang kerap berkaitan erat dengan faktor kemiskinan multidimensi dan berujung pada alienasi sosial.

Pada tataran ini, lanjut dia, kaum muda yang hidup teralienasi sangat mudah putus asa, mudah  menciptakan musuh-musuh sosial dan mudah pula dimobilisasi dalam gerakan-gerakan massal yang sektarian dan destruktif.

Berhadapan dengan krisis sosial pada kaum muda di atas maka solusi yang lazim dilakukan adalah membuka lahan pendidikan seluas-luasnya bagi anak-anak dan pemuda, membuka lapangan kerja dan pelatihan-pelatihan skill, dan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi dengan diajak menggunakan waktu sebaik-baiknya untuk memperkaya diri dengan berbagai ilmu pengetahuan dan melawan segala bentuk indoktrinasi.

 

Perbedaan Bukan Ancaman

Terakhir, Romo Markus mengingatkan kaum muda untuk menanamkan rasa terima kasih di dalam diri bahwa kita boleh memiliki Indonesia sebagai bangsa.

Indonesia, kata Romo Markus, adalah hadiah dari Tuhan yang luar biasa. Negara yang indah dan luas, kaya manusia dan budaya. Kaya kandungan alam, suku dan agama. Kita semua harus menanamkan rasa syukur kepada pemberi hadiah, kepada Tuhan dan kepada mereka yang sudah berjuang sebelum kita.

“Karena hemat saya, rasa terima kasih adalah awal dan dasar dari komitmen yang lebih besar untuk menjaga dan merawat bangsa Indonesia yang paling urgen dan paling mendesak saat ini tentu saja yang sudah ditekankan sejak lama, merawat dan menjaga 4 pilar bangsa Indonesia. Dan, saya yakin PMKRI, anak-anak muda memiliki kompetensi dan kapasitas yang luar biasa untuk membentuk berbagai jaringan baik selevel maupun yang ke bawah atau pun yang ke atas untuk bersama-sama menjaga bangsa Indonesia,” katanya.

Selain memiliki rasa terima kasih, hal lain yang harus dimiliki adalah kita tidak boleh takut terhadap perbedaan.

Paus Franciskus juga sering mengatakan bahwa perbedaan-perbedaan bukanlah sebuah ancaman bagi kita. Perbedaan-perbedaan adalah sumber kekayaan, sumber keindahan dan kita memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga perbedaan tersebut.

Romo Markus mengatakan, kita semua sepakat bahwa kita lebih cocok mencari pertemanan dan persaudaraan dengan mereka yang sepaham dengan kita yang mudah diajak untuk berbicara, mudah diajak untuk berteman. Namun hal tersebut adalah sesuatu yang standar. Dan kalau orang lain juga melakukan sesuatu yang standar tersebut maka apa yang lebih yang bisa kita tawarkan sebagai orang Katolik.

“Di dalam persahabatan saya, pertemuan saya dengan orang-orang yang berpikiran lain yang tidak sepaham dengan kaum moderat dan liberal, banyak yang mengaku bahwa mereka secara tidak sengaja, tidak rencana, tergelincir masuk ke dalam kelompok-kelompok radikal dan konservatif. Dan jika mereka tahu bahwa ada kehidupan lain yang lebih bagus mereka kadang menyesal lalu berbalik. Inilah sesuatu yang memberikan kita kans untuk merangkul mereka, dan mungkin mereka juga mengalami nasib yang sama tapi ingin berbalik dan tidak bertemu dengan orang yang bisa mengajak mereka,” ujarnya.

Romo Markus mengatakan, PMKRI adalah bagian dari gereja Katolik Indonesia. Gereja Katolik adalah agama yang resmi diakui di Indonesia. Oleh karena itu setiap anggota PMKRI dan kita semua adalah seperti yang dikatakan oleh Uskup Agung Soegijopranoto, 100% Katolik 100% Indonesia.

Konsekuensinya kita tidak saja memiliki hak dan kewajiban seperti semua warga lainnya, tetapi Romo Markus menekankan juga memiliki kesadaran dan tanggung jawab yang penuh terhadap kehidupan bangsa ini, terutama menyangkut perdamaian dan kerukunan lintas agama sebagai cita-cita kita bersama karena tanpa perdamaian dan kerukunan, kita tidak akan maju, kita tidak akan berkembang.

Umat Katolik, kata Romo Markus, menerima utusan yang satu dan yang sama yaitu menjadi garam dan terang dunia. Inilah yang sebenarnya dimaksudkan dengan ‘to be blessing for the whole world’. Menjadi berkat untuk seluruh dunia atau bagi umat manusia, menjadi terang dan garam dunia di tempat tugas kita masing-masing.

Romo Markus juga menyampaikan pesan terbaru Paus Franciskus yang disampaikan pada tanggal 26 Januari 2022 lalu. Beliau membahas khusus tentang tokoh atau pribadi Santo Yosef  di dalam sejarah keselamatan manusia.

Paus menekankan bahwa Santo Yosef begitu sukses dalam menerima tantangan, terbuka menerima tanggung jawab dan sukses dinobatkan Tuhan menjadi santo menjadi Bapa piara Yesus Kristus oleh karena tiga hal ini.

“Pertama, karena Santo Yosef berdoa (orare), karena bekerja (laborare), termasuk studi. Dan  yang ketiga karena Santo Yosef mengasihi (amare),” ujarnya.

“Jadi tradisi Benediktian ora et labora ditambahkan oleh Paus Fransiskus di sini menjadi 3: ‘ora, labora, et ama’, yaitu berdoalah, bekerjalah atau belajarlah dan kasihilah atau cintailah. Karena semakin kita menjadi katolik sejati artinya berakar di dalam iman, kita akan semakin sukses menjalin persaudaraan dengan  orang lain dan mereka yang tidak sepaham dan tidak seagama dan tidak seiman dengan kita. Karena inilah yang kita butuhkan untuk kehidupan bersama di dalam satu bangsa satu nusa Indonesia,” ujar Romo Markus. ***