Integritas Pemimpin Harus Dimiliki Sejak di Tengah Keluarga

oleh -
Seminar Nasional Dies Natalis ke-33 dan Reuni Nasional Bhumiksara yang diselenggarakan secara virtual, Sabtu (17/4/2021). Seminar Nasional ini menghadirkan tiga narasumber yakni Agustinus Prasetyantoko PhD, Yanuar Nugroho PhD, dan Prof. Rhenald Kasali PhD. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Dunia tengah berubah, namun yang tidak boleh berubah adalah integritas yang harus dimiliki setiap pemimpin. Kepemimpinan berintegritas harus dimulai sejak dini di keluarga masing-masing.

Yayasan Bhumiksara sebagai organisasi yang menghasilkan kader bangsa merasa perlu merefleksikan kepemimpinan beritegritas dalam menyongsong tatanan masyarakat baru. Hal tersebut menjadi salah satu hasil Seminar Nasional Dies Natalis ke-33 dan Reuni Nasional Bhumiksara yang diselenggarakan secara virtual, Sabtu (17/4/2021). Seminar Nasional ini menghadirkan tiga narasumber yakni Agustinus Prasetyantoko PhD, Yanuar Nugroho PhD, dan Prof. Rhenald Kasali PhD.

Yanuar Nugroho sebagai pembicara pertama menyampaikan bahwa agar terus berintegritas, seorang pemimpin harus memiliki prinsip dasar bahwa hidup ini untuk memuji, menghormati dan mengabdi kepada Tuhan.

Di tengah konteks global semakin urban dan adanya revolusi 4.0, pemimpin dihadapkan pada kondisi yang tidak stabil. Untuk itu seorang pemimpin yang berintegritas, disebutnya, harus memiliki semangat keterlibatan, khususnya dalam aspek kesetaraan dan keadilan di masyarakat.

“Dalam kepemimpinan berintegritas, penting memiliki pembimbing rohani dan teman yang menjadi pengontrol dan memberikan kritik,” ujar Deputi Kepala Staf Kepresidenan periode 2015-2019 ini seperti dikutip dari siaran pers.

Senada dengan Yanuar Nugroho, Agustinus Prasetyantoko sebagai pemateri kedua menekankan bahwa dunia pasca pandemi akan berubah dan tidak akan kembali ke situasi pra-pandemi.

Menurutnya pemimpin perlu memiliki keberanian untuk melihat fakta bahwa dunia yang berubah dan seberapa pun menyakitkan. “Dalam dunia yang berubah, aspek -aspek terkait tekologi tidak bisa dihindari, skill pemimpin harus terus di-upgrde,” ujar Rektor Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya ini.

Ia menekankan bahwa yang lebih mendasar dari dunia pasca pandemi adalah berbagai problematika yang muncul yaitu dunia yang semakin brutal, sehingga seorang pemimpin perlu memiliki pegangan.

Ia menyampaikan dua dokumen yang dikeluarkan Paus Fransiskus dapat menjadi pegangan untuk menjadi pemimpin berintegritas. Dua dokumen tersebut, yaitu Laudato si’ (Puji Bagi-Mu) ensiklik kedua dan Fratelli tutti (Saudara Sekalian) ensiklik ketiga Paus Fransiskus. Menurutnya dengan dokumen tersebut, manusia diharapkan dapat lebih hormat pada bumi dan pada sesama.

Rhenald Kasali sebagai pembicara ketiga menyebutkan bahwa integritas basisnya adalah rumah tangga dan harus diajarkan sejak usia dini. Dunia tengah berubah dan menghadapi situasi sulit. Untuk itu integritas menjadi karakter dasar yang harus dimiliki sejak kecil dan menjadi sikap hidup sampai dewasa.

Menurutnya, integritas menjadi bekal di tengah banyaknya informasi yang muncul dan cukup menganggu.

“Manusia tengah mengalami disinformasi karena kelebihan informasi dan kesulitan memvalidasi, kesulitan membedakan mana yang benar dan tidak benar. Integritas yang dimiliki sejak dini diperlukan sebagai bekal di masa depan,” ucapnya.

 

Gerakan Kepemimpinan Berintegritas

Ketua Panitia Dies Natalis ke-33 dan Reuni Nasional Bhumiksara, Paulus Januar mengapresiasi seluruh narasumber yang hadir. Ia mengatakan melalui seminar ini Yayasan Bhumiksara ingin memperkuat jaringan dengan seluruh kader dari berbagai lapisan generasi dan profesi di seluruh Indonesia.

“Sebagai sebuah gerakan kepemimpinan berintegritas, hasil seminar ini tentu akan berdampak besar jika dilakukan secara bersama-sama,” ujar Paulus.

Ketua Pengurus Yayasan Bhumiksara, Ery Seda saat membuka seminar ini menyampaikan bahwa seminar ini diharapkan dapat menjadi refleksi Yayasan Bhumiksara yang telah berusia ke-33.

Ery Seda berharap seminar ini dapat memperkuat upaya Bhumiksara dalam mewujudkan mempimpin yang memiliki nilai berintegritas, melayani, unggul, berbelarasa, dan inklusif.

Ia berharap, peserta seminar dapat memperoleh pencerahan dari ketiga narasumber dan menerapkannya dalam konteks masing-masing.

“Keluarga besar Bhumiksara merasa penting untuk mendiskusikan bagaimana kepemimpinan beritegritas dapat diwujudkan oleh masing-masing pribadi,” ucap Ery.

 

Tentang Bhumiksara

Benih-benih rencana mendirikan Bhumiksara pada mulanya tumbuh di kalangan para cendekiawan Indonesia, khususnya yang waktu itu bergabung pada forum Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik (APTIK). Mereka itu adalah Prof. Dr. A.M. Kadarman SJ, Drs. Frans Seda, , Prof. Dr. Anton N. Moeliono, Drs. P. Swantoro, Rm. F.X. Danuwinata SJ, dan Johanes Sadiman, bersama beberapa tokoh Katolik lainnya.

Pada 20 Maret 1988 didirikanlah Yayasan Bhumiksara. Kata bhumiksara berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya garam dunia. Yayasan Bhumiksara selanjutnya menjalankan program pendampingan kader dengan fokus pada pengembangan spiritualitas dan integritas pribadi serta kualitas kepempimpinan para cendekia.

Visi: Menjadi organisasi yang menghasilkan kader bangsa yang berinteritas, melayani, unggul, berbelarasa, dan inklusif.

Misi:

  1. Memupuk nili-nilai kebangsaan Indonesia dengan menegakkan dan mempertahankan Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI
  2. Menyelenggarakan kegiatan ilmiah dan sosial yang berhubungan dengan iman, ilmu dan budaya bagi masyarakat,
  3. Menyiapkan talent dan pendampingan untuk menjadi kader bangsa yang berintegritas, melayani, unggul, berbelarasa, dan inklusif.

Nilai: Integritas, Pelayananan, Keunggulan, Belarasa dan Inklusif.

Program kegiatan Bhumiksara antara lain program kaderisasi orang muda lewat Beasiswa Pemapan (Pemimpin Masa Depan) dan Lokakarya Kepemimpinan Berintegritas. (Ryman)