MK: Pemilih Dapat Ajukan Pindah TPS 7 Hari Sebelum Pencoblosan

oleh -
Sidang di MK. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID  — Mahkamah Konsititusi ( MK) mengabulkan uji materi terhadap Pasal 210 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, yaitu terkait pemilih yang ingin pindah Tempat Pemungutan Suara (TPS).

MK memutuskan bahwa pemilih yang ingin pindah tempat memilih dapat mengajukannya paling lambat tujuh hari sebelum pencoblosan. Namun, ketentuan itu hanya berlaku untuk mereka yang memiliki alasan khusus, seperti sakit hingga menjalankan tugas.

“Sepanjang tidak dimaknai, ‘paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum hari pemungutan suara kecuali bagi pemilih, karena kondisi tidak terduga di luar kemampuan dan kemauan pemilih karena sakit, tertimpa bencana alam, menjadi tahanan, serta karena menjalankan tugas pada saat pemungutan suara ditentukan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum hari pemungutan suara’,” kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan, di Gedung MK, Jakarta, Kamis (28/3/2019).

Sementara, untuk pemilih lainnya berlaku seperti Pasal 210 ayat (1) bahwa pindah TPS hanya dapat diajukan paling lambat 30 hari sebelum pemungutan suara.

Dalam pertimbangannya, MK menyebutkan bahwa ada potensi sejumlah warga yang tidak terlayani hak politiknya dengan ketentuan tersebut dalam Pasal 210 ayat (1) tersebut. Karena itu, menurut MK, pemilih dapat mengalami kejadian tidak terduga yang membuat mereka harus pindah TPS.

Namun, MK juga mempertimbangkan waktu yang dibutuhkan penyelenggara pemilu untuk penyediaan logistik. Oleh karena itu, MK merasa jangka waktu 7 hari sebelum hari pencoblosan merupakan waktu yang tepat.

“Di satu pihak, tetap terpenuhinya hak konstitusional pemilih dalam keadaan tertentu untuk melaksanakan hak pilihnya, dan di lain pihak, penyelenggara memiliki cukup waktu untuk menjamin ketersediaan logistik terkait dengan pemenuhan hak dimaksud, maka waktu paling lambat tujuh hari sebelum hari pemungutan suara adalah batas waktu yang rasional,” ungkap Hakim Konstitusi Aswanto.

Sebelumnya, sebanyak tujuh pemohon mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi. Mereka adalah Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili oleh Titi Anggraini, pendiri dan peneliti utama Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis, dan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari. Ada juga dua orang warga binaan di Lapas Tangerang, yaitu Augus Hendy dan A. Murogi bin Sabar, serta dua karyawan, Muhamad Nurul Huda dan Sutrisno.

Para pemohon menguji Pasal 210 ayat (1), Pasal 350 ayat (2), Pasal 383 ayat (2), Pasal 348 ayat (4) dan ayat (9). (Ryman)