NU Perlukan Kepemimpinan yang Dapat Membaca Sekaligus Menjawab Tanda Zaman

oleh -
Webinar dengan tema “Sosok Ideal Pemimpin NU Menjelang Satu Abad ”, pada Sabtu 16 Oktober 2021. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Membaca tanda-tanda zaman dan mampu menjadi jawaban atas masalah yang terjadi dalam bangsa maupun dunia  merupakan kriteria ideal pemimpin NU ke depan.

Hal ini disampaikan oleh Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP Antonius Benny Susetyo dalam acara webinar dengan tema “Sosok Ideal Pemimpin NU Menjelang Satu Abad ”, pada Sabtu 16 Oktober 2021.

Dalam webinar yang dihadiri oleh lebih dari 400 partisipan secara daring itu rohaniwan Katolik ini mengatakan bahwa NU ke depan akan menghadapi banyak tantangan. Karena itu, siapapun yang nanti akan memimpin NU harus mampu membaca sekaligus menjawab tanda-tanda zaman.

Benny memberi contoh dalam kepemimpinan KH.Abdurrahman Wahid atau Gusdur dimana pada ujung pemerintahan Order Baru menghadapi sikap represif dan diktator Presiden Suharto, dia mampu membangun tatanan masyarakat sipil melalui pembuatan dan pengkoordinasian NGO-NGO, serta mampu memupuk para generasi muda hingga dapat menjadi tokoh-tokoh besar yang berperan penting pada kemajuan, tidak hanya umat Islam tetapi bangsa Indonesia seluruhnya. Visi yang luar biasa ini membuat nama Gusdur harum tidak hanya dalam negeri tetapi juga di kancah internasional.

“Dalam masa pandemi ini, sistem dan kekuatan besar telah banyak yang tumbang dan runtuh. Karena itu, hendaknya NU dapat mengambil kesempatan ini dengan memperkuat diri dalam dunia digital, sekaligus melakukan konsolidasi dengan berbagai unsur masyarakat untuk dapat saling membantu dan bersatu menjaga rasa persatuan di Indonesia,” ujarnya seperti dikutip dari siaran pers.

Hal ini dibutuhkan karena pada era digital ini sekat-sekat negara dan wilayah telah runtuh hingga berbagai macam paham atau ideologi dapat masuk dan merusak tatanan masyarakat. Opini dapat mudah dan cepat dibangun dalam media sosial hingga dapat mudah merusak sistem yang telah lama tertata.

Kemampuan persuasi dalam era digital, kata Benny, merupakan hal yang utama dimiliki oleh mereka yang ingin bertahan dan berkembang, termasuk NU dan pemimpinnya. Karena NU perlu memenuhi ruang publik dan ruang digital dengan berita-berita dan informasi tentang NU hingga dapat tetap menjadi jangkar perdamaian negara, bahkan lebih jauh jangkar perdamaian dunia.

NU sebagai jangkar perdamaian khususnya sangat dibutuhkan saat-saat ini dalam menghadapi ekslusivitas dan ekstrimisme kelompok yang makin meluas dan berkembang dengan memanfaatkan pandemi sebagai alasan bahwa eksklusivitas dan ekstrimisme adalah satu-satunya jalan penyelamat.

“Karena itu, NU diharapkan mampu memberi sumbangan bagi perdamaian dunia dengan menjaga dan menghormati inklusivitas di seluruh dunia sehingga nilai-nilai Islam yang damai dan universal, serta ideologi Pancasila sebagai identitas bangsa dan NU mampu terbumikan dengan baik dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dunia hingga semangat Gusdur sebagai Bapak Demokrasi dan Bapak Pluralisme  Indonesia mampu dapat diteruskan oleh pemimpin baru NU,” kata Benny.

Pemimpin baru NU dalam membaca tanda-tanda zaman, menurutnya, diharapkan tidak hanya sekadar menghargai perbedaan pendapat dan pandangan. Namun juga dapat berperan sebagai pemimpin yang dapat memperkuat ekonomi masyarakat bawah dengan memaksimalkan jaringan kemasyarakatan NU dan mengembangkannya secara digital dan modern sehingga warga NU dapat memaksimalkan potensinya dalam mengembangkan ekonomi sehingga kesejahteraan seluruh warga NU dapat dicapai. Dan karena itu kita semua dapat berkontribusi aktif dalam membangun peradaban Indonesia dan dunia.

Pada akhirnya, katanya, menjaga kesatuan NU juga berarti menjaga negara dan menjaga dunia. Jangan karena perbedaan visi menjadikan NU terbelah. NU harus menjawab kebutuhan dunia tentang pemimpin spiritiual yang mampu berpikir global.

“Ambil kembali ruang dunia yang telah dirintis Gusdur menjadi kekuatan untuk memperkuat NU dan Indonesia di mata masyarakat dunia,  karena eksistensi NU dibutuhkan oleh Indonesia dan dunia,” ujar Benny.

 

Pemimpin Matang Namun Juga Penuh Dedikasi

Sementara itu, Rektor Unisma H. Noor Shodiq Askandar, S.E., M.M. dalam sambutan pembukaanya mengatakan bahwa tujuan webinar ini adalah membuka diskusi antara Unisma bersama narasumber dan peserta webinar tentang membangun profil pimpinan ideal NU dalam segala bidang. Karena NU tidak saja membutuhkan pemimpin matang namun juga penuh dedikasi, berpandangan jauh ke depan, moralitas baik dan memiliki penerimaan tinggi di tengah tengah masyarakat.

“Dengan kajian akademik melalui webinar ini diharapkan ditemukan profil dan formula pimpinan NU yang dapat menjadi pencerah sekaligus penyejuk di tengah umat. Hasil dari diskusi webinar ini diharapkan dapat memberikan formula yang tepat sebagai kado untuk NU menjelang 100 tahun Nahdatul Ulama sekaligus menyambut  Hari Santri Nasional,” ujarnya.

Acara yang diselenggarakan dalam rangka Lustrum ke-8 Universitas Islam ini antara lain dihadiri oleh Gus Miftah Maulana Habiburrahman.

Dia mengatakan bahwa pemimpin yang paling ideal memiliki tiga kriteria yaitu, memiliki aspek manajerial yang harus dikuasai; harus memiliki networking yang luas di segala bidang tidak hanya agama, namun juga memiliki visi yang jelas dan terukur tentang masa depan organisasi, umat, bangsa, Negara dan Dunia.

Ketua Tahnfidz ke depan juga harus paham dan mengerti teknologi, adaptif terhadap perubahan zaman serta dapat masuk ke kaum milenial karena mereka yang nanti menguasai negara dan pasar pada masa depan dalam era digital. ***