Paslon Tak Peduli Keselamatan Pendukung Tak Pantas Dipilih

oleh -
Jeiiry Sumampow, TEPI Indonesia. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Pendaftaran Paslon sudah usai. Sayang tak berlangsung mulus, khusus terkait kepatuhan menjalankan protokol kesehatan Covid-19. Hal itu memicu kekecewaan dan kekuatiran publik.

“Memang kita patut kecewa dan kuatir. Sebab jika hal seperti ini dibiarkan maka akan menambah klaster baru penularan Covid-19. Dan membahayakan keselamatan rakyat. Miris sekali sebab Paslon seolah tak merasa ini sebagai satu persoalan serius yang perlu dipatuhi. Sebab kita tak mendengar ada paslon yang melarang pendukung untuk hadir. Malah berkilah bahwa para pendukung datang secara sukarela,” ujar Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi Indonesia) Jeirry Sumampow melalui siaran pers di Jakarta, Rabu (9/9).

Jeirry mengatakan bahwa pendaftaran Paslon sama sekali tak memperhatikan dan menerapkan protokol Covid-19. Paslon Tak merasa hal itu penting sehingga membiarkan arak arakan terjadi, membiarkan pendukungnya hadir tanpa mengindahkan protokol Covid-19. Agaknya tak juga difasilitasi dengan APD. Ini harus menjadi catatan evaluatif bagi semua pihak yang punya kewenangan terkait protokol Covid-19, bukan hanya Penyelenggara Pemilu.

Ketidakpedulian Paslon terhadap protokol kesehatan Covid-19 dari pendukungnya, kata Jeirry, menunjukkan bahwa Paslon tak peduli dengan keselamatan pendukung. Paslon tak peduli apakah pendukungnya sendiri terkena Covid-19 atau tidak.

“Yang penting pendaftaran mereka harus ramai sehingga membentuk image bahwa mereka layak dipilih sebab didukung oleh massa yang banyak. Ini bisa jadi ukuran kapasitas dan kepedulian Paslon terhadap persoalan rakyat banyak. Bagi saya, paslon yang tak peduli dengan keselamatan pendukungnya tak layak dijadikan kepala daerah,” ujarnya.

Menurut Jeirry, dari tahapan pendaftaran Paslon pihaknya juga menilai bahwa kepedulian penyelenggara pemilu terhadap protokol Covid-19 masih kurang. “Saya kira, masih kuat perasaan dikalangan Penyelenggara Pilkada bahwa Protokol Covid-19 itu bukan tanggung jawab mereka. Sehingga tak bisa tegas melakukan tindakan, agak ragu-ragu. Siapa yang sebenarnya yang punya kewenangan menegakkan aturan Protokol Covid-19 dalam Pilkada? Lalu, bagaimana menegakkannya? Ini merupakan satu hal yang perlu diperjelas ke depan. Sebab jika tidak maka sulit sekali membendung Tahapan Pilkada menjadi salah satu kluster penularan Covid-19, yang lalu membahayakan keselamatan pemilih,” ujarnya.

Karena itu, menurut Jeirry, perlu ada evaluasi bersama semua pihak yang terkait dengan penggunaan protokol Covid-19. Untuk itu, perlu segera dilakukan pertemuan evaluatif antara KPU, Bawaslu, Kemendagri, Satgas Covid-19, dan Kepolisian untuk membicarakan hal ini. Harus diperjelas bagaimana menerapkan aturan terkait protokol Covid-19, siapa yang harus melaksanakannya dan bagaimana menerapkan itu secara tegas dalam tahapan pilkada. Jika tidak maka Pilkada ini akan gagal total karena secara langsung jadi ajang penularan Covid-19 secara masih.

“Saya kira, Pilkada harus tetap berjalan. Dan tak etis mencari siapa yang salah dan siapa yang benar dalam kasus pencalonan. Apalagi rakyat berada dalam ancaman bahaya Covid-19. Karena itu, ke depan yang harus dilakukan adalah membangun kesadaran pemilih untuk patuh dan disiplin menggunakan APD dalam kehidupan sehari-hari termasuk jika mereka mau berpartisipasi dalam Pilkada. Selama kesadaran itu terbangun, maka Pilkada sehat bisa kita jalani,” pungkasnya. (Ryman)