Pesan Uskup Sipri Saat Berkunjung ke Lengko Lolok dan Luwuk di Manggarai Timur

oleh -
Mgr Siprianus Hormat membagi sembako kepada umat di Lengko Lolok dan Luwuk di Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Manggarai Timur, NTT, Kamis (11/6). (Foto: Matakatolik.com)

Ruteng, JENDELANASIONAL.ID — Uskup Keuskupan Ruteng Mgr Siprianus Hormat mengunjungi Lengko Lolok dan Luwuk, di Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Manggarai Timur, NTT, Kamis (11/6). Luwuk dan Lengko Lolok merupakan dua kampung yang sejak Januari 2020 menjadi perbincangan hangat masyarakat NTT, utamanya warga Manggarai.

Betapa tidak, dua kampung ini rencananya akan menjadi tempat penambangan batu gamping dan pembangunan pabrik semen oleh PT. Semen Singa Merah dan PT. Istindo Mitra Manggarai.

Karena itu, mereka sangat menantikan kunjungan Uskup Sipri tersebut. Mereka menunggu tentang apa yang akan dilakukan dan dikatakan oleh sang uskup.

Seperti dikutip Matanews, kehadiran Uskup Sipri di Lengko Lolok lebih banyak disambut perempuan dan anak-anak. Sementara sejumlah tetua kampung, termasuk tua teno tidak hadir. Ketika Misa di gereja pun sebagian besar dihadiri perempuan dan anak-anak. Di Luwuk kurang lebih sama. Pada waktu Upacara Sabda di gereja hanya dihadiri sebagian umat stasi Luwuk. Sebagian besar yang hadir perempuan dan anak-anak, kubu tolak tambang, dan beberapa dari kubu pro tambang. Sedangkan tua teno Luwuk dan sebagian besar yang pro tidak hadir.

 

Pesan Tersirat Uskup

Uskup Sipri dalam kotbah saat Misa maupun dalam pemberkatan kampung di depan gereja mengajak agar warga kedua kampung untuk senantiasa menjaga tanah dan budaya warisan leluhur serta selalu menjaga kelestarian lingkungan.

“Karena Tuhan yang menciptakan tanah, sekali dan untuk selamanya. Manusia bisa melahirkan, tapi tanah tidak. Manusia tidak bisa menciptakan tanah. Kita harus menghormati tanah pemberian Tuhan. Apa yang kita makan tumbuh dari tanah. Dari tanah juga tumbuh rumput-rumputan untuk makanan hewan piaraan kita. Dari tanah tumbuh pohon yang kemudian membentuk hutan yang menyerap air hujan, dan dari situ muncul air buat kita minum,” kata Uskup Sipri ketika memberkati kampung Lengko Lolok dan Luwuk.

Di Lengko Lolok, Uskup Sipri juga menanam dua pohon buah-buahan di depan gereja. Sangat jelas terbaca pesan yang ingin disampaikan Uskup Sipri. Mgr Sipri mau menegaskan, gereja Katolik Manggarai mendukung sepenuhnya masyarakat Lengko Lolok menghidupi diri dan keluarga dengan bercocok tanam dengan menjadi petani. Pilihan menanam pohon buah-buahan mau memperlihatkan kedekatan petani dengan pohon, yang telah dan akan menghidupi mereka.

Uskup Sipri tidak perlu secara verbal mengungkapkan penolakannya terhadap rencana kehadiran tambang dan pabrik semen di Lengko Lolok dan Luwuk. Pemberkatan kampung dan penanaman pohon di depan gereja sudah cukup mewakili sikap gereja Katolik Manggarai. Keuskupan Ruteng tetap kukuh menolak kehadiran tambang di seluruh wilayah Manggarai Raya sebagaimana yang diperlihatkan Uskup Hubert Leteng, pendahulunya.

Sebagai pemimpin tertinggi gereja Katolik di Manggarai, Uskup Sipri tentu saja tidak ingin melihat umatnya di kampung Luwuk dan Lengko Lolok terpecah-belah karena masalah tambang dan pabrik semen. Karena itu, ia tidak menggunakan altar sebagai tempat mengungkapkan pilihan sikap gereja dalam berbagai persoalan, seperti isu tambang ini. Uskup Sipri menjauhkan dan mensterilkan altar dari pengaruh apapun, termasuk politik tambang.

Sejatinya umat harus mendukung sikap pimpinan gereja Katolik Manggarai  menyucikan altar dari sentuhan tangan-tangan kotor dan intrik-intrik pragmatisme politik. Yang terjadi,  malah ada pihak yang berupaya mempolitisasi altar demi kepentingan diri dan kelompok. Mestinya kita senantiasa menjaga kesucian altar sebagai tempat kita memuliakan Tuhan Sang Pencipta, bukan malah berusaha mereduksi fungsi dan peran altar menjadi tempat berhala kaum politikus kotor. (Matanews.com/Ryman)