Politisasi Agama Pemicu Utama Munculnya Radikalisme-Terorisme  

oleh -
Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwahid, SE, MM, saat menjadi narasumber dalam acara Diskusi Publik 2022 bertema “Melawan Kelompok Radikal dalam Dinamika Politik Indonesia Menjelang Pemilu 2024” yang diselenggarakan Yayasan Tri Bhakti Pratista di Advocafe, Purwokerto, Jumat (3/6/2022). (Foto: Ist)

Purwokerto, JENDELANASIAONAL.ID – Politisasi agama atau menggunakan agama dalam ajang politik adalah salah satu pemicu utama munculnya radikalisme dan terorisme.

Demikian diungkapkan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwahid, SE, MM, saat menjadi narasumber dalam acara Diskusi Publik 2022 bertema “Melawan Kelompok Radikal dalam Dinamika Politik Indonesia Menjelang Pemilu 2024” yang diselenggarakan Yayasan Tri Bhakti Pratista di Advocafe, Purwokerto, Jumat (3/6/2022).

“Radikalisme dan terorisme itu akar masalahnya adalah ideologi. Pemicu utamanya adalah politisasi agama, sehingga sangat relevan dengan kegiatan seperti ini. Kita melakukan ikrar bersama, menandatangani pakta integritas supaya menghadapi Pemilu 2024 ke depan, tidak ada lagi yang namanya politisasi agama,” ujar Brigjen Pol R. Ahmad Nurwakhid seperti dikutip dari siaran pers Pusat Media Damai (PMD) BNPT.

Karena menurutnya, apapun argumentasi atau  alasannya, agama adalah firman Tuhan. Sehingga harus menjadi sumber inspirasi untuk kemanfaatan semua pihak.

“Jadi politisasi agama adalah pemicu utama radikalisme dan terorisme. Dan itu harus ditiadakan,” ungkap alumni Akpol tahun 1989 ini.

Lebih lanjut Nurwahid menjelaskan, Indonesia sebagai negara yang sangat majemuk juga memiliki potensi yang sangat besar untuk terjadinya konflik. Sehingga masyarakat harus berhati-hati dan tak gampang terpolitisasi.

“Negara kita punya potensial konflik yang paling besar di dunia. Di Arab, hanya beberapa etnis dan suku bangsa, pecah jadi berbagai negara. Bangsa Indonesia? Ada 1300 lebih suku bangsa, tersebar di 17.000 lebih pulau-pulau, agamanya ada enam, alirannya juga begitu banyak dan ini bisa disatukan dalam NKRI. Bayangkan betapa besarnya potensial konfliknya, harus hati-hati dan dijaga,” ungkapnya.

Lebih daripada itu mantan Kapolres Gianyar ini pun mengungkapkan masyarakat harus bangkit melawan radikalisme dan politisasi agama. Karena menurutnya, inilah salah satu penyebab terjadinya konflik yang ada, tak hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia.

“Ayo glorifikasi dan bangkit melawan radikalisme, karena ini lah penyebab konflik-konflik yang ada. Setelah kami riset, pola terjadinya konflik di negara muslim itu diawali dengan masifnya radikalisme, kemudian bergabung dengan kelompok anti pemerintah, dan intervensi asing, seperti di Suriah dan negara-ngara lainnya,” ungkap Kabagbanops Detasemen Khusus (Densus) 88/Anti Teror Polri ini.

Nurwahid pun menjelaskan disinilah peran Pancasila sebagai pemersatu bangsa. Pancasila sebagai dasar negara yang dirumuskan para pendiri bangsa telah terbukti mampu dalam menyatukan bangsa Indonesia dan menghalau berbagai macam tantangan yang sebelumnya dapat memecah belah bangsa.

“Pancasila ini adalah dasar pemersatu bangsa. Untungnya kita memiliki Pancasila yang telah dirumuskan oleh para founding father bangsa kita. Dan itu sudah teruji mulai dari orde lama ada berbagai macam pemberontakan yang puncaknya G30S, lalu jaman orde baru, hingga saat ini bangsa ini masih bisa bersatu karena Pancasila itu,” ungkapnya.

Oleh karena itu Nurwahid berharap dengan diskusi ini bisa membangkitkan kepedulian masyarakat dalam melawan ideologi radikal terorisme akan terus meningkat. Dan juga akan terbangun moderasi agama sehingga bisa meresonansi kepada daerah lainnya

“Kami sangat mengapresiasi diskusi seperti ini, kegiatan seperti ini menunjukan kepedulian masyarakat terhadap bangsa dan negaranya, terutama terhadap ancaman ideologi radikalisme dan terorisme. Yang kedua, Banyumas ini luar biasa, dimana disini terbangun moderasi beragama yang luar biasa dan semoga bisa meresonansi atau menularkan kepada daerah-daerah lain  untuk melakukan kegiatan-kegiatan seperti ini,” ungkap mantan Kadensus 88/AT Polda DIY ini mengakhiri.

Dalam acara diskusi ini hadir pula Wakil Bupati Kabupaten Banyumas, Drs. H. Sadewo Tri Lastiono, Ketua Komisi II DPRD Kab. Banyumas Subagyo S.Pd, M.Si, Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center, Ken Setiawan, serta Akademisi Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Weda Kupita, S.H, M.H, yang juga bertindak sebagai narasumber. ***