Refleksi Akhir Tahun SOKSI, Prihatin dengan Tindakan Intoleransi, Radikalisme, Terorisme Hingga Separisme

oleh -
Ketua Umum Depinas SOKSI Ir. Ali Wongso Sinaga (Tengah) dalam Refleksi Akhir Tahun 2020, di Jakarta, Rabu (30/12). Hadir juga Plt. Sekretaris Jenderal, Ir. Riko Heryanto. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Dewan Pimpinan Nasional Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (Depinas SOKS) menyatakan prihatin karena ditengah pandemi covid-19  tahun 2020, iklim politik nasional ditandai oleh fenomena berbagai gerakan yang potensial merongrong persatuan bangsa. Gerakan itu baik berupa intoleransi, radikalisme, terorisme hingga separatisme.

“Dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia, SOKSI mencatat bahwa visi dan komitmen ‘Indonesia bangsa yang majemuk dalam NKRI berdasarkan Pancasila sebagai ideologi nasional adalah sudah final dan harga mati’, barulah ada pada negara dan mayoritas rakyat bangsa ini. Dengan kata lain sebagian kecil warga negara bangsa ini masih belum memiliki satu visi dan komitmen yang sama,” ujar Ketua Umum Depinas SOKSI Ir. Ali Wongso Sinaga dalam Refleksi Akhir Tahun 2020, di Jakarta, Rabu (30/12). Hadir juga Plt. Sekretaris Jenderal, Ir. Riko Heryanto.

Kondisi ini, kata Ali, berlangsung  puluhan tahun tanpa pendidikan politik bangsa secara sistimatis dan konsisten yang berbasis ideologi nasional Pancasila. Sehingga keberadaan bangsa ini ditandai adanya kelompok-kelompok ‘laten’ berpotensi ‘resisten’ pada negara dan menjadi rentan serta menimbulkan banyak masalah dan ekses yang tak perlu terjadi.

Ali mengatakan, negara bangsa ini harus menghadapi semakin derasnya arus globalisasi dengan persaingan kepentingan bangsa-bangsa dimana bangsa negara kuat tertentu bersama konspirasinya sebagai “rezim global” memainkan kepentingannya dengan mengeksploitasi kelompok-kelompok ‘laten’, bukan tidak mungkin ‘rezim global’ akan merekayasa skenario proxy war (perang boneka) seperti yang sudah terjadi pada beberapa negara di dunia.

Belajar dari pengalaman berbagai bangsa negara korban rekayasa proxy war di dunia ini, SOKSI mencermati ada tiga parameter terjadinya skenario proxy war yaitu :

Pertama, sumberdaya alam negara korban proxy war itu kaya dan ingin didominasi/dikuasai oleh “rezim global”. Kedua, pemerintah negara kaya itu mengedepankan kepentingan nasionalnya sehingga dinilai tidak koperatif oleh “rezim global”. Ketiga, ada kelompok-kelompok ‘laten’ atau ‘resisten’ dalam negara kaya itu berpotensl dijadikan ‘boneka’ atau ‘pemeran pengganti’ untuk dikendalikan oleh “rezim global”.

Dari ketiga parameter tersebut, kata Ali, dua parameter sudah ada di bangsa kita, yaitu bahwa Tuhan Yang Maha Esa menganugerahi Indonesia sumberdaya alam kaya raya dan diincar bahkan sebagian sudah dikuasai negara asing sejak lama. Kemauan juga politik pemerintahan Presiden Jokowi sangat mengedepankan kepentingan nasional, seperti nasionalisasi pengelolaan tambang migas, emas, nikel.

Adapun parameter ketiga, kata Ali, belum tampak secara nyata. “Namun SOKSI berharap segenap bangsa untuk ekstra waspada dan semoga tidak ada kelompok apapun yang terjebak menjadi penghianat bangsa berupa ‘boneka” dari ‘rezim global’ memenuhi parameter ketiga skenario proxy war itu sampai kapanpun,” ujarnya.

Terkait dengan gerakan yang berpotensi merongrong persatuan bangsa dalam tahun 2020 ini, maka muncul pertanyaan, apakah kelompok ‘laten’ yang berbasis “trans-ideology” (bertentangan dengan NKRI dan ideologi nasional Pancasila) yang sudah urat akar tersebut dan berakumulasi bertahun-tahun membangun jaringan (net working) luas di berbagai elemen, lembaga, sektor didalam negeri serta berakses ke luar negeri (global), apakah kondisi demikian sudah atau belum termasuk tingkatan “berbahaya”? Padahal, kata SOKSI, kondisi tersebut bagaikan “bom waktu” yang cenderung menjadi ‘embrio parameter ketiga’ proxy war, yang mengharuskan kehadiran Negara secara lebih tegas dan terukur demi keselamatan seluruh rakyat, bangsa negara Indonesia kedepan ?

Pertanyaan lainnya, apakah Pemerintah termasuk TNI/POLRI dan BIN belum dapat memutuskan tentang organisasi /gerakan berbasis ideologi bertentangan dengan Pancasila masuk dalam suatu “Daftar Organisasi Terlarang” sesuai kondisi mutakhir, serta melarang dengan tegas seluruh aktifitasnya berdasarkan supremasi hukum diseluruh wilayah negara Indonesia ?

“Didorong kesadaran dan komitmen pada platform perjuangan SOKSI mengawal tegak utuhnya NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, SOKSI menaruh kepercayaan dan harapan serta mendukung Pemerintah, TNI/POLRI termasuk BIN (Badan Intelijen Negara) mengambil kebijakan dan langkah-langkah bijaksana, tegas, efektif sehingga kehadiran negara kedepan dirasakan lebih nyata dan efektif menyelesaikan masalah-masalah intoleransi, radikalisme, terorisme dan separatisme sampai ke akar-akarnya,” kata Ali.

Karena itu, belajar dari pengalaman berbagai negara, dalam rangka mendukung Pemerintah,TNI/POLRI merespons globalisasi dan mengantisipasi proxy war sekaligus untuk menjamin amannya eksistensi NKRI berdasarkan Pancasila dari segala bentuk rongrongan dari manapun, tanpa mengurangi hak-hak azasi manusia, SOKSI mendukung Pemerintah bersama DPR RI untuk membuat UU Tentang Keamanan Nasional (Security Act).

 

Penyelenggaraan Pendidikan Politik Pancasila

SOKSI ingin mengingatkan Komnas HAM agar memahami gagasan Security Act secara rasional kritis dan komprehensif dari posisi sebagai bagian integral dari warga NKRI berdasarkan Pancasila.

“Dengan demikian SOKSI percaya dan berharap Komnas HAM tidak meletakkan HAM secara parsial tetapi sekali lagi komprehensif (menyeluruh) serta meletakkan kepentingan bangsa negara diatas kepentingan kelompok dan golongan apapun,” ujarnya.

Sejalan dengan semangat itu dan realitas sosial yang ditandai masih adanya perbedaan visi dan komitmen terhadap NKRI dan Pancasila pada kelompok-kelompok tertentu, SOKSI mengharapkan negara segera mempersiapkan penyelenggaraan Pendidikan Politik Pancasila yang akan sekaligus membangun karakter dan jatidiri kebangsaan yang berhakekat kemajemukan dan keindonesiaan (bhineka tunggal ika), bagi seluruh warga negara, dengan format dan pola yang tepat serta proporsional baik didalam sekolah (kurikulum) maupun diluar sekolah (supra dan infra struktur politik serta masyarakat).

Jika untuk itu diperlukan suatu UU sebagai landasan hukumnya, SOKSI mendukung Pemerintah bersama DPR RI untuk dapat membuat UU Tentang Pendidikan Politik Pancasila yang mengatur sistem dan pola pendidikannya serta lembaga penyelenggaranya serta peranserta masyarakat.

Ali mengatakan, khusus bagi warga negara atau masyarakat yang teridentifikasi terpapar trans-ideology/ paham intoleransi/radikalisme/terorisme dan paham separatisme dalam tingkat tertentu, SOKSI memandang perlu disadarkan dengan pendekatan persuasif, tetapi proporsional, efektif, progressif dan terukur serta aman, termasuk melalui Pendidikan Politik Pancasila dengan kelas tersendiri yang merupakan upaya negara menyadarkannya kembali sebagai bagian integral bangsa negara berdasarkan Pancasila.

Bagi para WNI “kombatan” ex Suriah dan ex Afganistan yang terlanjur kembali di dalam negeri, SOKSI memandang perlu  ‘updating data’ dan penanganan khusus  oleh Pemerintah bersama TNI/POLRI dan BIN untuk memastikannya tidak akan berdampak negatif kedepan terhadap eksistensi bangsa negara berdasarkan Pancasila.

Seiring dengan itu, SOKSI menaruh kepercayaan kepada BIN dan dan BSSN  dalam menangkal segala penyusupan pihak asing dan keamanan cyber nasional termasuk penangkalan hoax  bersama Lembaga-lembaga negara berkompeten.

Berkaitan dengan ketahanan generasi bangsa sekaligus mengantisipasi potensi proxy war, SOKSI mengapresiasi POLRI/BNN yang menangkap banyak jaringan peredaran narkoba internasional pada masa pandemi ini, diantaranya terinformasi terkait dengan jaringan terorisme internasional dan diharapkan peredaran narkoba baik dari luar negeri maupun yang bersumber dari dalam negeri dapat ditutup serapat-rapatnya.

“Akhirnya SOKSI berharap Negara hadir dengan eksis, jelas, tegas dan tepat waktu melalui peranan Pemerintah, TNI/POLRI, dan BIN serta Badan/Lembaga negara lainnya menciptakan rasa aman dan memberikan kepastian kepada masyarakat bangsa ini bahwa proxy war, tidak akan pernah ada di Indonesia,  dan  kepastian Indonesia akan terus bergerak maju dengan Pembangunan Nasional sebagai pengamalan Pancasila dalam iklim yang aman tenteram tanpa gangguan terorisme, radikalisme, intoleransi dan separatisme dimasa-masa mendatang,” ujar Ali. (Ryman)