Akhirnya Penghayat Kepercayaan Diakui Negara

oleh -

Jakarta – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Penghayat Kepercayaan masuk kolom Agama di KTP mendapatkan kepastian hukum dan Keadilan.

Kini kedudukan hukum Penghayat Kepercayaan sudah setara dengan Agama-agama yang ada di Indonesia, sebab pada prinsipnya Penghayat Kepercayaan menyembah Tuhan Allah yang sama dengan Agama yang lain terlebih Penghayat Kepercayaan adalah Agama asli Bangsa Indonesia.

Putusan MK memiliki implikasi yang sangat luar biasa bagi Penghayat Kepercayaan di Indonesia. Selama ini Penghayat Kepercayaan mendapatkan perlakuan yang diskriminatif dan tidak adil.

Perlakuan diskriminatif terhadap Penghayat Kepercayaan berbentuk pembatasan hak perdata, pengucilan yang langsung ataupun tidak langsung yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang hukum dan aspek kehidupan lainnya.

Dalam praktiknya, Pernikahan Penghayat Kepercayaan seringkali ditolak untuk dicatatkan di Catatan Sipil dengan dalih Penghayat Kepercayaan bukan agama resmi di Indonesia. Akibatnya Penghayat Kepercayaan tidak memiliki Akta Pernikahan yang berimplikasi pada status hukum anak-anak yang dilahirkan hanya memiliki hubungan hukum dengan ibunya, atau disebut Anak Alam.

“Konsekwensi selanjutnya adalah tidak mendapatkan hak hak hukum yang berususan dengan pihak ketiga ketika memerlukan persetujuan suami istri,” kata dosen Hukum Universitas Parahyangan Liona Nanang Supriatna.

Menurut Liona Nanang, putusan MK mempertegas dan memperkuat kaidah hak asasi manusia universal sebagaimana telah diatur di dalam UUD 1945 tentang Hak Asasi Manusia, yang tidak bisa dikesampingkan atau dikurangi dalam keadaan apapun (Non-derogable Rights).

Pasal 28I ayat 1 yang menyatakan: Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.

Penjelasan Pasal 4 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, menjelaskan lebih lanjut mengenai yang dimaksud dengan keadaan apapun termasuk keadaan perang, sengketa bersenjata, dan atau keadaan darurat.