Sidang Para Uskup: Gereja Menghadirkan Diri di Tengah Masyarakat

oleh -
Sidang Para Uskup
Sidang Para Uskup

JAKARTA-Para Uskup dari semua Keuskupan di Indonesia menggelar Hari Studi di Gedung Konferensi Waligereja Indonesia, Menteng, Jakarta Pusat pekan ini. Hari studi merupakan salah satu sesi dalam rangkaian sinode para uskup Indonesia yang diadakan setiap tahun.

Dalam hari studi kali ini, para episkopal di 37 keuskupan di Indonesia ini mendalami tema “Gereja yang Signifikan dan Relevan: Panggilan Gereja Menyucikan Dunia.”

Pemilihan tema untuk studi bersama para uskup ini tentu berdasar pada situasi sosial Indonesia saat ini yang gampang terpecalah belah karena isu suku, agama dan ras. Kondisi ketidakstabilan politik dan kesenjangan sosial membuat hubungan saudara dan keluarga terbengkalai.

Pengamat Hari Studi para uskp, Dr Peter C. Aman OFM menegaskan bahwa di tengah situasi yang carut marut seperti ini, Gereja Gereja jangan sampai kehilangan asa dan gagasan untuk merajut kesatuan dan mengupayakan keadilan serta merawat keutuhan keluarga bangsa Indonesia.

“Gereja mesti tetap menjadi “lumen gentium” dan mesti menegaskan peranannya di tengah dunia modern dengan mengintegrasikan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan masyarakat Indonesia zaman ini’,” kata Romo Peter Aman.

Melalui Hari studi ini para pemimpin Gereja Lokal di Indonesia ingin berjerih payah dan bekerja keras dengan semua yang berkehendak baik, serta mengoptimalkan potensinya sendiri untuk berkiprah dan terlibat di banyak bidang dan lembaga-lembaga publik.

Dalam sejarahnya, Gereja dikenal karena memberi kontribusi besar bagi bangsa dan negara Indonesia di bidang pendidikan, kesehatan dan sosial-karitatif.

Para Gembala, dalam hal ini para uskup, perlu semakin menyadari bahwa padang rumput Indonesia semakin gersang. Maka, para Gembala ditantang untuk tetap setia, menyerupai Sang Gembala Agung. Para gembala berbau domba adalah tuntutan nyata, merajut kesatuan dan hadir dalam kehidupan umat; bahkan memberi terang pengarah atau menjadi suara hati dunia, seperti kata Paus Paulus VI.

Gereja diminta bersuara untuk keadilan dan perampasan hak-hak masyarakat, merevitalisasi organisasi-organisasi Katolik agar lebih terlibat dalam persoalan bangsa, serta meretas jalan bagi evangelisasi yang memperhitungkan soal-soal sosial, budaya serta keadilan sosial-ekologis.

Segepa umat Katolik juga ditantang untuk keluar menebarkan kasih sayang tulus bagi masyarakat Indonesia, di tengah realitas masyarakat yang semakin eksklusif berdasar agama atau kepercayaan. Berdialog dengan tulus, berbagi kebaikan tanpa ingin menguasai adalah pintu lebar bagi dialog iman dan perwujudan kebersamaan persaudaraan.

Selain mengemban tugas memperteguh iman, Gereka juga perlu mengupayakan pendidikan nilai-nilai Pancasila serta mendorong awam untuk terjun ke bidang politik, ekonomi dan pemerintahan.

Menurut Romo Peter Aman, para gembala Gereja diharapkan menjadi promotor utama untuk mendekatkan Gereja dengan masyarakat, agar Gereja tidak terkesan eksklusif, tetapi hadir dalam gerakan afirmatif melalui aksi sosial, pemberdayaan masyarakat serta membangun kebersamaan hidup demi mengikis kecemburuan, antipati dan penolakan.

Kerja sama dengan pemerintah, pemimpin-pemimpin masyarakat/adat dan agama menjadi pilihan penting untuk pemimpin Gereja. Memajukan peran masyarakat awam, terutama tokoh-tokoh adat, yang sebenarnya masih signifikan, kendati sering diperalat korporasi.

Sumber : Dokpen KWI (PS)