Awali Langkah untuk Perdamaian Dunia, Ini Pesan Kardinal Suharyo untuk PWKI

oleh -
Perwakilan Delegasi Paguyuban Wartawan Katolik Indonesia (PWKI) berpamitan dengan Uskup Agung Jakarta, Ignatius Kardinal Suharyo di kediamannya, di Jakarta, Selasa (01/11/2022).

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID – Paguyuban Wartawan Katolik Indonesia (PWKI) mengawali langkah upaya mewujudkan perdamaian dunia dengan melakukan kunjungan resmi ke Vatikan pada November ini. Dipimpin oleh Mayong Suryolaksono sebagai Ketua Delegasi dan didampingi Penasihat PWKI AM Putut Prabantoro, kunjungan itu didasarkan pada amanat Pembukaan UUD 1945 tentang perdamaian dunia dan Dokumen Abu Dhabi yang ditandatangani pada Februari 2019.

Rencana kunjungan itu diapresiasi Uskup Agung Jakarta, Kardinal Suharyo saat menerima perwakilan delegasi PWKI di Jakarta, Selasa malam (01/11/2022). Dikatakannya, kunjungan tersebut merupakan momen yang tepat untuk menyuarakan perdamaian, dan persaudaraan di tengah konflik dan perselisihan di berbagai belahan dunia dengan latar belakang berbagai kepentingan. Karena itu, kata Kardinal, dibutuhkan berbagai kelompok masyarakat untuk bersama-sama menyuarakan perdamaian.

Kardinal Suharyo menguraikan Dokumen Abu Dhabi harus memiliki pengaruh signifikan. Dokumen yang ditandatangani Paus Fransiskus dan Sheikh Ahmad al-Tayyeb, Imam Besar Al Azhar pada 4 Februari 2019 di Uni Emirat Arab, harus memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kondisi dunia saat ini. Perang Rusia dan Ukraina adalah bukti bahwa dokumen tersebut belum berpengaruh secara signifikan. Dokumen tersebut berjudul ”The Document on Human Fraternity for World Peace and Living Together” atau Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama.

“Pengaruh Dokumen Abu Dhabi belum seperti yang diharapkan. Oleh karena itu, kalau bapak dan ibu ingin memperjuangkan itu sekarang dengan kunjungan ke Vatikan atau ke tempat-tempat lain dalam forum dunia nanti, kalau pulang perjuangkan di sini juga ya (Indonesia),” tutur Kardinal Suharyo.

Semangat Dokumen Abu Dhabi, kata Kardinal Suharyo, perlu terus disosialisasikan. Betapa tidak, realitas di lapangan seperti di negara Asia dengan potensi-potensi konflik besar sekali dengan berbagai macam alasannya. Selain itu, ada kepentingan kepentingan negara masing masing, masalah pengungsi, masalah pangan, masalah lainnya, belum lagi masalah agama.

“Di India ada Hindu yang juga aliran keras, di Pakistan mirip-mirip dengan Indonesia. Di Myanmar ada rezim militer yang kejam betul. Di antara Negara yang hadir di pertemuan sidang para uskup se Asia Tenggara, Myanmar yang paling berat masalahnya. Karena rezim militer dan tidak ada diskusi apapun. Ini keprihatinan kita semua,” beber Kardinal Suharyo yang baru saja menghadiri pertemuan Konferensi Para Uskup Se-Asia di Thailand.

“Di situasi seperti itu harus ada suara hati demi kemanusiaan. Bagaimana di tengah berbagai konflik dan perselisihan, berbagai kepentingan itu ada yang menyuarakan persaudaraan. Paus Fransiskus dan pemuka-pemuka agama yang lain, jelas telah berusaha menyuarakan perdamaian. Namun rupanya gema dari Dokumen Abu Dhabi itu belum seperti yang diharapkan. Saya dengar Januari tahun depan Universitas Atma Jaya akan menggelar seminar tentang Dokumen Abu Dhabi. Kalau bisa itu terus digaungkan,” pintanya.

 

Wartawan dan Media Memiliki Kekuatan

Mayong Suryolaksono mengatakan bahwa kunjungan resmi ke Vatikan ini merupakan yang pertama setelah paguyuban ini didirikan pada tahun 2005. Tema yang diusung dalam kunjungan resmi ini adalah Journalists and Human Fraternity – Wartawan dan Persaudaraan Sesama Manusia.

“Wartawan atau media memiliki kekuatan untuk membangun dan mewujudkan perdamaian. Tugas pokok media atau jurnalis adalah memberitakan kebenaran, keadilan dan kemanusiaan. Tidak peduli apapun latar belakangnya, itu tugas pokok wartawan, jurnalis dan media. Kami meyakini bahwa promosi yang lebih baik dan lebih luas atas pesan yang termuat dalam dokumen tersebut akan mewujudkan perdamaian sejati dan harmoni di bumi ini secara nyata. Dibutuhkan banyak sukarelawan  pecinta damai untuk membangun semangat persaudaraan sejati. Dokumen Abu Dhabi membutuhkan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari,” jelas Mayong Suryolaksono.

Sementara itu, terkait dengan krisis global yang sekarang melanda dunia, Putut Prabantoro menjelaskan bahwa dunia harus bahu-membahu untuk mengatasi krisis global terutama pangan dan energi.  Sekalipun dirasa sulit, dunia tidak boleh merasa lelah dan harus mengupayakan perdamaian dan menyelesaikan konflik antara Ukraina dan Rusia.

Dia mengatakan, sesuai dengan amanat Pembukaan UUD 1945, warga negara Indonesia harus terlibat aktif dalam perwujudan perdamaian dunia. Karena itu, mengutip peribahasa Latin, Putut mengatakan, Pax Melior Est Quam Iustissimum Bellum yaitu perdamaian itu lebih baik daripada perang seadil apapun.

“Dampak dari perang ini membuat dunia menderita. Kita semua prihatin atas apa yang terjadi antara Ukraina dan Rusia, Indonesia harus berupaya menghindarkan perang yang lebih luas dan lebih besar lagi ,” ujar AM Putut Prabantoro yang juga Taprof Bidang Ideologi dan Sosbud Lemhannas RI ini. ***